Kontras Suhu Kemarau, Siang Terik dan Dingin di Malam Hari
Wilayah Indonesia yang berada di selatan khatulistiwa mengalami kontras suhu, yaitu terik di siang hari dan sangat dingin di malam dan dini hari. Fenomena ini merupakan peristiwa yang biasa terjadi pada musim kemarau.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wilayah Indonesia yang berada di selatan khatulistiwa mengalami kontras suhu, yaitu terik di siang hari dan sangat dingin pada malam dan dini hari. Selain pengaruh pelepasan energi panas yang lebih cepat karena minimnya kelembaban udara dan awan di musim kemarau, hal ini juga dipengaruhi oleh angin monsun dingin Australia.
Suhu dingin dilaporkan terjadi di sejumlah daerah di sebelah selatan khatulistiwa, seperti Jawa, terutama dirasakan di dataran tinggi di wilayah Yogyakarta, Bandung, Dieng, hingga Malang. Suhu dingin juga dilaporkan terjadi di Bali hingga Nusa Tenggara Timur.
Ahli iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Siswanto, di Jakarta, Senin (31/7/2023), mengatakan, dalam siklus tahunan atau musiman suhu udara permukaan, pada saat musim kemarau, umumnya suhu malam hari dan suhu minimum harian akan lebih dingin dibandingkan bulan-bulan lainnya. Sementara pada siang hari cenderung lebih terik.
”Selama kemarau jumlah awan relatif kurang. Jadi, saat siang hari sinar Matahari maksimal mencapai permukaan karena tidak terhalang atau diserap awan. Sementara pada malam hari terjadi pelepasan energi panas dari permukaan Bumi menuju atmosfer juga maksimal,” tuturnya.
Pelepasan energi panas, yang diserap oleh permukaan bumi pada waktu siang hari, menjadi lebih cepat karena tanpa penghambat berupa uap air dan awan di atmosfer. ”Pada kondisi itu, pelepasan energi akan maksimal terjadi pada malam hari sehingga suhu menjadi lebih dingin,” ucap Siswanto.
Selain itu, suhu dingin yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia dipengaruhi oleh angin monsun Australia. ”Pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsun Dingin Australia,” ujarnya.
Jadi siang hari panas terik, malam hari bediding (dingin). Fenomena ini karakteristik iklim sekitar puncak musim kemarau, terutama di wilayah bagian selatan Indonesia yang langsung menghadapi aliran monsun Australia.
Angin monsun yang bertiup dari daratan luas Australia menuju Benua Asia melalui wilayah Indonesia ini melewati perairan Samudra Hindia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia, terutama bagian selatan khatulistiwa, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, terasa juga lebih dingin.
”Jadi siang hari panas terik, malam hari bediding (dingin). Fenomena ini karakteristik iklim sekitar puncak musim kemarau, terutama di wilayah bagian selatan Indonesia yang langsung menghadapi aliran monsun Australia,” katanya.
Masih normal
Kepala Stasiun Klimatologi Yogyakarta Reni Kraningtyas mengutarakan, suhu dingin yang terjadi di wilayah Yogyakarta masih dalam kisaran normal jika dibandingkan rata-rata tahunan. ”Suhu minimal terendah di Yogyakarta mencapai 18,2 derajat celsius dan kelembaban terendah 52 persen pada 27 Juli 2023,” katanya.
Suhu dingin di Yogyakarta. Sumber: Stasiun Klimatologi Yogyakarta
Berdasarkan data Stasiun Klimatologi Yogyakarta, suhu minimum rata-rata untuk bulan Juli selama kurun 2015-2023 sebesar 21,4 derajat celsius. Sementara suhu terendah di Yogyakarta tercatat pernah mencapai 17 derajat celsius, yaitu pada 28 Juli dan 5 Agustus 2018. ”Potensi suhu dingin ini masih bisa terjadi hingga Agustus 2023 saat puncak musim kemarau,” ujarnya.