Produk vaksin HPV NusaGard dari Bio Farma diharapkan dapat mendorong kemandirian bangsa atas pemenuhan produk farmasi dalam negeri. Selain itu, vaksin ini juga diharapkan dapat mendukung eliminasi HPV di Indonesia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemandirian bangsa untuk memenuhi kebutuhan vaksin dalam negeri kian terwujud. Vaksin human papillomavirus atau HPV Nusagard produksi PT Bio Farma (Persero) secara resmi diluncurkan. Vaksin ini menambah jenis produk bioteknologi farmasi yang berhasil diproduksi di dalam negeri.
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya mengatakan, sebanyak 3,1 juta dosis vaksin HPV Nusagard siap diproduksi pada 2023. Jumlah tersebut untuk memenuhi kebutuhan program imunisasi nasional, khususnya imunisasi HPV yang tahun ini akan diberikan untuk 2,9 juta anak perempuan usia sekolah dasar kelas 5 dan 6.
”Vaksin HPV Nusagard ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan vaksin yang dibutuhkan dalam program pemerintah sekaligus untuk mendukung tercapainya eliminasi kanker serviks pada 2030,” ujarnya dalam acara peluncuran vaksin HPV Nusagard di Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Vaksin HPV Nusagard merupakan vaksin HPV kuadrivalen yang dapat digunakan untuk mencegah infeksi HPV tipe 6, 11, 16, dan 18 yang berisiko tinggi menyebabkan kanker serviks. Vaksin ini dikembangkan atas kerja sama antara PT Bio Farma dan Merck Sharp and Dohme (MSD) melalui transfer teknologi dari vaksin gardasil yang diproduksi oleh MSD.
Vaksin HPV Nusagard ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan vaksin yang dibutuhkan oleh program pemerintah sekaligus untuk mendukung tercapainya eliminasi kanker serviks pada 2030.
Untuk sementara, vaksin HPV Nusagard hanya diproduksi untuk keperluan program nasional. Dalam program nasional, vaksinasi HPV dengan vaksin Nusagard diberikan dalam dua dosis dengan jarak pemberian antar dosis selama enam bulan. Dosis pertama akan diberikan pada anak perempuan usia sekolah dasar kelas 5 dan dosis kedua pada usia sekolah dasar kelas 6.
Shadiq menuturkan, vaksin HPV Nusagard menambah jenis produk vaksin yang dihasilkan oleh PT Bio Farma dalam mendukung program imunisasi nasional. Dari 14 jenis vaksin yang diberikan dalam program imunisasi nasional, sebanyak 13 jenis vaksin di antaranya diproduksi oleh PT Bio Farma, termasuk vaksin HPV.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menuturkan, vaksin HPV Nusagard telah mendapatkan izin edar dari BPOM.
Vaksin ini telah terbukti memiliki efikasi 95-100 persen untuk mencegah kanker serviks akibat infeksi virus HPV. Selain itu, vaksin ini juga dapat digunakan untuk mencegah lesi genital eksternal yang disebabkan oleh infeksi HPV pada laki-laki. Durasi proteksi dari vaksin ini juga cukup panjang, yakni lebih dari 12 tahun.
”Kami akan terus mendukung dan berharap agar vaksin Nusagard ini bisa diproduksi secara bertahap dari hulu ke hilir, mulai dari pembuatan zat aktif, proses fill-and-finish, hingga sampai produk jadi. Produk ini juga diharapkan dapat memenuhi kualifikasi WHO sehingga bisa menambah produk vaksin Bio Farma yang bisa diekspor ke luar negeri,” tuturnya.
Kanker serviks
Data Globocan menyebutkan, pada 2020 ada 36.633 kasus baru dan 21.003 kematian akibat kanker serviks di Indonesia. Artinya, ada 50 kasus baru yang terdeteksi setiap hari dengan dua kematian setiap jam. Lebih dari 70 persen kasus kanker ditemukan pada stadium lanjut. Sebagian besar infeksi HPV ditemukan pada perempuan.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan, jumlah insidensi dan kematian akibat kanker serviks merupakan tertinggi kedua di Indonesia setelah kanker payudara. Kondisi tersebut menjadi ironi sebab kanker serviks bisa dicegah dan dideteksi sejak dini.
Untuk itulah, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya memperkuat pengendalian kanker serviks di Indonesia.
Terdapat tiga upaya penting yang akan dilakukan, meliputi pencegahan dengan program imunisasi HPV secara nasional untuk anak perempuan usia sekolah dasar kelas 5 dan 6, penapisan kanker serviks untuk perempuan usia 30-50 tahun, serta memastikan perempuan yang teridentifikasi kanker serviks bisa mendapatkan pengobatan yang optimal.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalucia menuturkan, tiga strategi pemerintah dalam menangani kanker serviks tersebut memerlukan dukungan logistik yang baik, seperti vaksin, alat diagnostik, dan obat. Ketersediaan logistik tersebut juga harus terjamin secara berkelanjutan.
Karena itu, pemerintah terus mendorong agar produk farmasi dan alat kesehatan yang dibutuhkan tersebut bisa diproduksi di dalam negeri. Pengembangan produk farmasi dan alat kesehatan dari dalam negeri juga amat penting agar produk yang dihasilkan bisa sesuai dengan kebutuhan populasi di Indonesia.
”Bukan hanya untuk kanker serviks, melainkan juga untuk seluruh penanganan penyakit. Kita harapkan tiga modalitas utama, mulai dari pencegahan dengan vaksinasi, skrining dengan alat diagnostik, serta pengobatan bisa diproduksi, bahkan dihasilkan dari inovasi dalam negeri,” tuturnya.
Alat diagnosis
Direktur Medis dan Hubungan Kelembagaan PT Bio Farma (Persero) Sri Harsi Teteki menyampaikan, selain vaksin HPV, PT Bio Farma juga telah mengembangkan kit diagnostik kanker serviks CerviScan untuk mendukung upaya pengendalian kanker serviks. Alat ini merupakan hasil kerja sama antara PT Bio Farma dengan Universitas Indonesia, RSUPN Cipto Mangunkusumo, dan Nusantics.
Deteksi menggunakan alat ini dilakukan melalui pemeriksaan urine yang kemudian diperiksa di laboratorium dengan alat PCR (polymerase chain reaction). Penggunaan metode ini diharapkan bisa meningkatkan angka deteksi dini kanker serviks di masyarakat.
Data Kementerian Kesehatan per Maret 2022, cakupan deteksi dini kanker serviks pada perempuan usia 30-50 tahun baru 3,8 persen. Jumlah ini menurun dari cakupan yang tercatat pada 2018-2020, yakni 8,29 persen.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menyampaikan, pemerintah telah menargetkan agar program penapisan kanker serviks bisa setidaknya mencapai 70 persen pada perempuan usia di atas 30 tahun terutama yang sudah aktif secara seksual.
”Tahun-tahun sebelumnya kita hanya melakukan deteksi dengan tes IVA (inspeksi visual asam asetat). Namun, tes IVA itu hanya bisa mendeteksi kanker serviks yang sudah dalam kondisi lanjut sehingga kita akan lakukan dengan metode HPV DNA,” katanya.