Pemeriksaan DNA HPV dengan menggunakan sampel dari urine dinilai lebih efektif dan nyaman untuk mendeteksi kanker serviks pada stadium awal, bahkan sebelum terjadinya lesi prakanker.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Penemuan metode deteksi kanker serviks dengan memanfaatkan DNA virus HPV dalam urine dinilai lebih nyaman dan praktis untuk deteksi dini. Metode ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit ini.
Jumlah kasus kanker serviks atau kanker leher rahim di Indonesia menempati urutan kedua terbesar setelah kanker payudara. Data Globocan atau Global Burden of Cancer Study menunjukkan terdapat 36.633 kasus baru serta 21.003 kematian akibat kanker serviks pada 2020 di Indonesia. Itu berarti ada 50 kasus kanker serviks yang terdeteksi setiap hari dengan lebih dari dua kematian setiap jam.
Cara deteksi kanker serviks
Kondisi tersebut menjadi ironi, sebab, kanker serviks dapat dicegah dan dideteksi sejak dini. Vaksinasi HPV menjadi cara yang efektif untuk mencegah terjadinya infeksi virus HPV (human papillomavirus) yang bisa menyebabkan kanker serviks. Sementara deteksi kanker serviks juga bisa dilakukan dengan beberapa pilihan pemeriksaan, seperti pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat), pap smear, dan pemeriksaan HPV DNA.
Sekalipun ada beberapa cara yang bisa dipilih untuk mendeteksi kanker serviks, cakupan deteksi kanker serviks di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia pada 2021, cakupan penapisan kanker serviks di Indonesia hanya 1,77 persen. Pemeriksaan yang dilakukan untuk penapisan kanker tersebut adalah IVA dan pap smear.
Pemerintah menargetkan setidaknya 70 persen perempuan usia subur dengan usia 30-50 tahun bisa melakukan penapisan kanker serviks. Terdata target sasaran yang harus diperiksa sebanyak 41,3 juta perempuan usia subur. Upaya penapisan kanker serviks minimal 70 persen harus dicapai untuk mendukung upaya eliminasi kanker serviks di Indonesia pada 2030.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu di Jakarta, Rabu (2/8/2023), mengatakan, pemerintah akan terus berupaya meningkatkan capaian penapisan atau skrining kanker serviks di masyarakat. Pemerintah pun berencana menggunakan pemeriksaan HPV DNA sebagai metode penapisan kanker serviks di masyarakat.
”Tahun-tahun sebelumnya kita hanya melakukan deteksi dengan tes IVA (inspeksi visual asam asetat). Namun, tes IVA itu hanya bisa mendeteksi kanker serviks yang sudah dalam kondisi lanjut sehingga kita akan melakukan dengan metode HPV DNA,” katanya.
Penggunaan metode HPV DNA untuk skrining kanker serviks telah direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Metode ini dianjurkan sebagai metode skrining utama karena hasil dari pemeriksaan bisa mendeteksi kanker serviks lebih dini dibandingkan dengan pemeriksaan IVA maupun pap smear.
Kit diagnostik
Mengikuti perkembangan tersebut, PT Bio Farma (Persero) turut mengembangkan kit diagnostik untuk deteksi HPV DNA. Kit diagnostik yang kini telah dipasarkan dengan nama CerviScan ini dapat mendeteksi DNA dari virus HPV dengan pemeriksaan sampel pada apusan atau swab dari lendir serviks (leher rahim) maupun sampel pada urine.
Manajer Produk PT Bio Farma (Persero) Rizka Noviandari mengatakan, adanya alternatif deteksi kanker serviks dengan menggunakan sampel urine diharapkan bisa meningkatkan minat masyarakat untuk melakukan skrining. Salah satu penyebab rendahnya cakupan skrining kanker serviks di Indonesia adalah karena alasan ketidaknyamanan dalam pemeriksaan.
”Sejumlah perempuan enggan melakukan skrining kanker serviks dengan IVA ataupun pap smear karena mereka malu dan tidak nyaman dengan pemeriksaan yang dilakukan. Pada dua metode tersebut pengambilan sampel pemeriksaan dilakukan di organ kewanitaan bagian dalam, lebih tepatnya di leher rahim,” tuturnya.
Oleh sebab itu, alternatif pemeriksaan HPV DNA untuk pemeriksaan kanker serviks dengan menggunakan sampel urine seharusnya bisa meningkatkan cakupan skrining dan deteksi dini kanker serviks di masyarakat. Pengambilan sampel jauh lebih mudah dan nyaman jika dibandingkan pemeriksaan IVA dan pap smear.
Rizka menjelaskan, pengembangan kit diagnostik CerviScan telah dilakukan sejak awal tahun 2022. Pengembangan awalnya dilakukan oleh PT Phapros, Tbk yang merupakan anak perusahaan PT Bio Farma, bersama dengan perusahaan rintisan Nusantics.
Penggunaan metode HPV DNA untuk skrining kanker serviks telah direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pengujian pada alat ini juga sudah dilakukan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo. Sebanyak 900 sampel dari perempuan Indonesia diperiksa dalam uji klinik. Dari hasil pengujian tersebut dihasilkan sensitivitas dari kit diagnostik ini dengan sampel urine 80,30 persen. Sementara sensitivitas dari kit diagnostik CerviScan dengan sampel tes usap leher rahim mencapai 96,43 persen.
”Meski sensitivitas pada sampel urine tidak setinggi sampel dari apusan serviks, itu sudah cukup baik. Apalagi pengambilan sampel lebih nyaman sehingga harapannya mendorong keinginan masyarakat melakukan pemeriksaan sejak dini,” kata Rizka.
Produk dari kit diagnostik CerviScan telah mendapat nomor izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan kode Kemenkes RI AKD 20306220137. Produk ini juga memiliki nilai TKDN (tingkat komponen dalam negeri) sebesar 40,69 persen. Dengan alat ini, hasil pemeriksaan bisa mendeteksi setidaknya 14 tipe virus HPV yang memiliki risiko tinggi kanker serviks, seperti HPV tipe 16,18, dan 52. Selain itu, alat ini kompatibel dengan berbagai macam mesin PCR (polymerase chain reaction).
Pemeriksaan
Pemeriksaan HPV DNA dengan kit diagnostik CerviScan saat ini dapat diakses masyarakat melalui di jejaring laboratorium Kimia Farma dengan kisaran harga layanan Rp 400.000. Pemeriksaan dilakukan dengan pengambilan sampel, bisa melalui urine maupun apusan bagian serviks. Proses selanjutnya dengan ekstraksi DNA dari sampel yang sudah diambil. Setelah itu, pemeriksaan akan dilanjutkan di mesin PCR. Proses ini membutuhkan waktu sekitar satu hari.
Status hasil dari pemeriksaan dengan tes ini bisa berlaku hingga lima tahun. Itu karena pemeriksaan dengan HPV DNA bisa mendeteksi potensi kanker serviks lebih dini sehingga jika hasilnya negatif kemungkinan kecil akan terjadi risiko perburukan setelah lima tahun. Penapisan ulang pun bisa dilakukan setelah lima tahun.
Namun, jika pemeriksaan menunjukkan hasil positif perlu dilakukan tes lanjutan dengan tes IVA dan dilihat lesi prakanker yang muncul. Jika luas dari lesi prakanker lebih dari 75 persen perlu, segera dirujuk ke dokter.
Pemeriksaan dengan sampel urine bisa dilakukan sebagai skrining rutin setiap lima tahun sekali sebagai medical check up sekaligus bisa untuk memeriksa ulang keberadaan virus HPV setelah terapi. Pemeriksaan disarankan dilakukan pada perempuan yang tidak sedang menstruasi atau mengalami pendarahan lainnya.
Rizka menyampaikan, kit diagnostik untuk deteksi HPV dengan sampel urine sebenarnya bukan yang pertama di dunia. Namun, dengan pengembangan yang dilakukan Bio Farma, inovasi tersebut kini bisa diproduksi di dalam negeri. Dengan begitu, harganya lebih kompetitif serta akses untuk mendapatkan alat tersebut menjadi lebih mudah.
Selain itu, uji klinik kit diagnostik CerviScan dilakukan di dalam negeri sehingga pengujian spesifik pada perempuan di Indonesia. ”Pengembangan akan terus dilakukan. Namun, kini kami masih berupaya mengoptimalisasi pemanfaatan dari CerviScan. Tantangan yang dihadapi sekarang lebih untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau melakukan skrining HPV,” tuturnya.