Perguruan tinggi terus berkontribusi guna menghadirkan solusi nyata dalam mengatasi masalah sampah di masyarakat. Hal ini dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, sains, dan ilmu pengetahuan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Perguruan tinggi berupaya berkontribusi mengatasi masalah sampah yang masih menjadi persoalan serius. Pengolahan dan pemanfaatan sampah secara berkelanjutan terus dikembangkan dengan mengoptimalkan kolaborasi lintas ilmu guna menghasilkan solusi dan inovasi yang dapat diimplementasikan di masyarakat hingga dunia usaha.
Lewat konsorsium universitas dalam dan luar negeri dengan nama IN2FOOD, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Indonesia dan dunia difasilitasi untuk memahami persoalan sampah makanan, khususnya di perhotelan dan restoran. Pembukaan kompetisi mahasiswa internasional untuk mengatasi masalah sampah makanan menjadi berbagai produk yang bermanfaat dilaksanakan di Universitas Prasetiya Mulya, Tangerang Selatan, Banten, Senin (7/8/2023). Program yang didanai Erasmus+ Capacity Building on Higher Education Program ini berakhir dengan menampilkan inovasi peserta pada 18 Agustus, sekaligus menampilkan pemenang kompetisi.
Dekan Sekolah STEM, Universitas Prasetiya Mulya, Stevanus Wisnu Wijaya mengatakan, para mahasiswa dari sejumlah negara dan bidang ilmu diajak berkolaborasi dalam kelompok-kelompok untuk mengatasi masalah sampah, terutama sampah makanan. Selain mahasiswa dari Universitas Prasetiya Mulya sebagai tuan rumah, ada juga mahasiswa dari Universitas Binus, Universitas Ma Chung, Universitas Pembangunan Jaya, dan Universitas Katolik Parahyangan. Dari luar negeri, bergabung mahasiswa dari Ghent University, Tampere University, dan Hotelschool The Hague.
Anna de Visser-Amundson, Senior Research Fellow dari Hotelschool The Hague, mengatakan, dengan studi kasus soal sampah makanan yang dihadapi industri jasa, mahasiswa ditantang menawarkan solusi jangka pendek ataupun jangka panjang dari berbagai perspektif. Para mahasiswa dari bidang hospitality, teknologi informasi, teknik, kimia, dan komunikasi diharapkan berkolaborasi lintas disiplin dan budaya untuk menemukan solusi serta inovasi dengan memanfaatkan teknologi dan sains, juga dengan pendekatan sosial.
Titus Rosier, General Manager at W Bali-Seminyak | Chairman of the Marriott Business Council Indonesia, mendukung perguruan tinggi lewat kompetisi IN2FOOD untuk memberikan ruang bagi mahasiswa dalam mengatasi masalah yang dihadapi industri. ”Kami sadar sampah makanan ini juga dihasilkan dari hotel dan restoran. Kami berharap mendapat solusi dan inovasi dari para mahasiswa yang kreatif agar dapat memaksimalkan upaya mengatasi sampah makanan,” kata Titus.
Menurut Titus, upaya sudah dilakukan, salah satunya dengan bekerja sama bersama komunitas untuk mendonasikan sisa makanan yang dapat dikonsumsi masyarakat untuk peningkatan nutrisi dan gizi. ”Namun, donasi ini belum sepenuhnya mengatasi sampah makanan. Kami ingin yang lebih komprehensif sehingga dapat lebih memaksimalkan lagi penanganan sampah makanan yang dihasilkan.” ujarnya.
Stevanus menambahkan, solusi dan inovasi mengatasi sampah makanan dengan memanfaatkan STEM kini dioptimalkan perguruan tinggi. Penggunaan kecerdasan buatan (AI) juga dapat diaplikasikan untuk mendeteksi potensi sampah makanan di kulkas dan rekomendasi pengolahan yang bermanfaat dari bahan mentah yang hampir menjadi sampah di kulkas.
Menurut Stevanus, dari mahasiswa Sekolah STEM Universitas Prasetiya Mulya, salah satu solusi yang berhasil dikembangkan menjadi usaha rintisan yakni mengolah sampah biji kopi menjadi teh.
Mahasiswa S-1 Food Business Technology Universitas Prasetiya Mulya angkatan 2020, yaitu Alexander Bryan, Karyn Joy, Portia Bellezza, Raelen Angelina Halim, dan Valerie Chou, membuat usaha rintisan ROBUSTEA yang mengolah cascara (kulit buah kopi) menjadi teh cascara celup dan bubuk. ROBUSTEA mengangkat permasalahan di industri kopi di Indonesia, terutama pada perkebunan dan pengolahan kopi. Pengolahan biji kopi menghasilkan sekitar 40 persen limbah pangan karena bagian kulit dan daging buahnya tidak digunakan.
Padahal, cascara memiliki manfaat kesehatan yang banyak dan potensi ekonomi yang besar jika diolah dengan baik untuk dikonsumsi manusia. Beranjak dari masalah ini, dirintislah usaha teh cascara ROBUSTEA pada 7 September 2022 untuk menyediakan alternatif teh yang premium, kaya dalam rasa dan aroma, serta menyehatkan.
Para mahasiswa memperkenalkan teh cascara sebagai minuman yang rendah kafein dan tinggi antioksidan. Mereka memberdayakan komunitas pekebun kopi lokal dan mendukung pengolahan tanaman kopi yang berkelanjutan.
ROBUSTEA tidak hanya membantu persoalan di bidang perkebunan kopi, tetapi juga membantu menyokong perekonomian kerakyatan pada bidang kreatif kuliner. Saat ini produk teh cascara ROBUSTEA dapat ditemukan di official store ROBUSTEA di beberapa toko daring ternama.
Teknologi sederhana
Perhatian perguruan tinggi untuk mengatasi masalah sampah di masyarakat juga ditunjukkan Universitas Gadjah Mada (UGM). Fakultas Biologi UGM berupaya mengenalkan sejumlah teknologi sederhana untuk mengolah limbah rumah tangga, khususnya organik.
Dekan Fakultas Biologi UGM Budi S Daryono menyebutkan, sejak 2017, Fakultas Biologi UGM telah menangani persoalan sampah organik dengan beragam pendekatan. Pendekatan yang digunakan adalah pengolahan sampah melalui vermicomposting, pupuk cair organik (poc), eco enzim, pengomposan, serta pemakaian biofertilizer dari urine ternak.
”Persoalan sampah ini kan berasal dari diri kita sendiri sehingga harus diselesaikan sendiri. Kami di Biologi UGM setiap harinya mengolah minimal 25 kilogram sampah organik. Dari pengalaman pengelolaan sampah, metode yang dipakai kami bagikan dengan harapan bisa membantu dalam menjaga kebersihan dan keberlangsungan lingkungan,” kata Budi saat membuka pelatihan pengolahan sampah di Fakultas Biologi UGM.
Pelatihan pengelolaan sampah organik tersebut mengajarkan kepada peserta cara pengolahan sampah menjadi pupuk dengan memanfaatkan biofertilizer. Dosen Fakultas Biologi UGM Dwi Umi Siswanti menjelaskan, pengolahan sampah organik menjadi kompos memanfaatkan sembilan spesies mikrobia. Penambahan biofertilizer menjadikan proses degradasi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional.
”Prosesnya tidak terlalu lama, yang biasanya butuh waktu dua minggu bahkan lebih. Namun, dengan penambahan biofertilizer proses komposting bisa lebih cepat,” ucap Dwi.
Cara aplikasi biofertilizer pun tergolong sederhana, cukup dengan mengencerkan biofertilizer dengan rasio biofertilizer dan air 1 berbanding 11. Selanjutnya, cairan dimasukkan ke dalam sprayer lalu disemprotkan ke sampah yang sudah dicacah, kemudian ditutup terpal. Setiap dua hari sekali, terpal dibuka dan sampah cacah dibalik, kemudian ditutup kembali. Hal tersebut terus diulang sampai dua minggu dan setelah itu pupuk kompos siap untuk dikeringkan atau diangin-anginkan, lalu diayak dan siap dikemas.
Dosen lainnya, Sukirno, memaparkan tentang pengolahan sampah organik menjadi pupuk organik cair dengan metode vermicomposting dengan maggot yang berasal dari jenis lalat black soldier fly (BSF). Untuk memproduksi pupuk organik cair, sisa makanan yang dihasilkan rumah tangga dimasukkan dalam digester dalam bentuk ember tumpuk. Selanjutnya, limbah organik rumah tangga tersebut difermentasi menggunakan maggot BSF.
Ada juga metode vermicomposting dengan menggunakan cacing tanah. Sampah organik dari limbah pertanian, perkebunan, ataupun peternakan bisa diolah menjadi pupuk organik dengan menambahkan cacing tanah sebagai agen untuk mendegradasi sampah yang ada.
Sementara itu, Founder Sonjo yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Rimawan Pradiptyo menjelaskan, pelatihan pengelolaan sampah bagi sukarelawan Sonjo ini sebagai bentuk peran aktif UGM dalam menangani persoalan kedaruratan sampah. Warga Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta, kini mengalami darurat sampah akibat penutupan Tempat Pembuangan Akhir Regional Piyungan pada 23 Juli 2023.
”Kami pun bergerak dan hadir untuk berkontribusi bagi warga dengan mendorong pemilihan dan pemilahan sampah yang dapat dilakukan di level rumah tangga dan dasawisma. Salah satunya dengan memberikan pelatihan pengelolaan sampah,” kata Rimawan.