Subvarian Omicron Eris Ditemukan di Indonesia, Kewaspadaan Masih Diperlukan
Subvarian Omicron EG.5.1 atau subvarian Eris telah terkonfirmasi di Indonesia. Sekalipun belum menunjukkan dampak lonjakan kasus, masyarakat diharapkan tetap waspada.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan telah mengonfirmasi bahwa subvarian Omicron EG.5.1 atau yang juga disebut subvarian Eris telah ditemukan di Indonesia. Pemantauan masih dilakukan terkait perkembangan dari penularan virus SARS-CoV–2, penyebab Covid-19 tersebut. Masyarakat pun diharapkan tetap waspada melalui penerapan protokol kesehatan.
Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menyampaikan, setidaknya sudah ada 12 kasus yang terkonfirmasi dengan subvarian Eris di Indonesia. Kasus tersebut sudah ditemukan sejak Maret 2023.
”Masyarakat diharapkan tidak cemas dengan varian virus Eris ini. Sejauh ini tidak ada lonjakan kasus serta tidak menyebabkan sakit berat dan kematian,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Syahril mengatakan, sekalipun tidak panik dan tidak cemas, masyarakat diharapkan tetap waspada. Penerapan perilaku hidup bersih-sehat harus tetap dilakukan secara disiplin. Selain itu, penggunaan masker juga disarankan, khususnya pada masyarakat yang sakit ataupun pada masyarakat yang beraktivitas di lingkungan yang berisiko terjadinya penularan.
Vaksinasi Covid-19 juga diharapkan bisa dilengkapi. Vaksin masih efektif untuk melindungi diri dari risiko perburukan akibat tertular Covid-19. Itu terutama pada kelompok rentan, seperti warga lansia, orang dengan komorbid, serta ibu hamil dan anak-anak.
Masyarakat diharapkan tidak cemas dengan varian virus Eris ini. Sejauh ini tidak ada lonjakan kasus serta tidak menyebabkan sakit berat dan kematian.
Per 19 Juli 2023, subvarian EG.5.1 masuk dalam kategori varian dalam pemantauan (VUM) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Varian ini pun dilaporkan telah menyebabkan peningkatan kasus di sejumlah wilayah, seperti di Inggris. Pada awal ditemukan diperkirakan 1 dari 10 kasus terdeteksi subvarian EG.5.1, tetapi dua minggu kemudian 1 dari 7 kasus terdeteksi dengan subvarian tersebut.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, ditemukannya subvarian EG.5.1 menunjukkan bahwa virus SARS-Cov-2 masih ada di masyarakat dan masih bermutasi. Risiko perburukan dan kematian yang rendah juga menunjukkan vaksinasi yang diberikan di masyarakat efektif untuk mencegah dampak buruk dari penularan.
Akan tetapi, monitoring pada perkembangan kasus harus tetap diperkuat. Masyarakat pun diharapkan tetap waspada dengan melakukan mitigasi pencegahan penularan Covid-19, antara lain dengan menggunakan masker. Vaksinasi pun diharapkan bisa dilengkapi sampai pada dosis penguat.
”Gejala dari varian ini secara umum masih sama dengan varian sebelumnya. Masyarakat diharapkan tidak panik karena meski varian ini berpotensi menjadi dominan, dampak serius yang bisa disebabkan oleh varian ini belum terlihat. Kita masih terus pantau perkembangannya,” tutur Dicky.
Sementara itu, terkait kondisi Covid-19 di Indonesia, merujuk pada data infeksiemerging.kemkes.go.id per 6 Agustus 2023, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia bertambah 13 kasus. Adapun total kasus Covid-19 di Indonesia sejak awal dilaporkan kini menjadi 6,8 juta kasus dengan 161.916 kasus kematian.
Dari sisi cakupan vaksinasi Covid-19, untuk dosis primer Juni mencapai 74,5 persen dari target sasaran. Sementara untuk cakupan vaksinasi dosis ketiga baru mencapai 38,13 persen dari target sasaran.
Persiapan pandemi selanjutnya
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus sebelumnya mengimbau agar setiap negara tetap mempertahankan sistem pengendalian yang telah dibangun untuk penanganan Covid-19. Selain untuk menangani penularan yang masih terjadi saat ini, sistem pengendalian tersebut juga diperlukan untuk mempersiapkan pandemi berikutnya. ”Pandemi berikutnya tidak akan menunggu kita. Kita harus siap,” ujarnya.
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Tjandra Yoga Aditama mengatakan, strategi rencana jangka panjang untuk penanganan Covid-19 perlu disusun oleh Pemerintah Indonesia. Dokumen strategi penanganan Covid-19 tersebut sesuai dengan dokumen yang diterbitkan oleh WHO terkait strategi pencegahan, kesiapan, dan respons terhadap Covid-19 pada 2023-2025.
”Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2023 tentang pengakhiran Penanganan Pandemi Covid-19, ini menjadikan Covid-19 sebagai penyakit menular kedua yang status pengendaliannya diterapkan sampai ke tingkat peraturan presiden selain tuberkulosis,” katanya.