Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional menjadi momentum yang tepat untuk memperkuat pengembangan riset dan inovasi di Indonesia. Pengembangan inovasi mutlak dibutuhkan untuk mendukung kemajuan ekonomi bangsa.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan ekonomi berbasis inovasi merupakan keniscayaan jika Indonesia ingin terlepas dari jeratan negara berpendapatan menengah menjadi negara maju. Oleh sebab itu, berbagai inovasi perlu dikembangkan secara terus-menerus dan tepat sasaran untuk mengatasi ketertinggalan di bidang riset dan inovasi di tingkat global.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi Nizam menyampaikan, penerbangan perdana dari pesawat N250 buatan anak bangsa pada 10 Agustus 1995 menjadi tonggak kemajuan teknologi Indonesia. Semangat tersebut perlu dijaga agar Indonesia bisa mengatasi ketertinggalan dalam perkembangan teknologi di dunia.
”Pada 10 Agustus ini di Hari Kebangkitan Teknologi Nasional menjadi momentum yang tepat untuk kembali mengokohkan riset dan inovasi bangsa. Tanpa riset dan inovasi, kita akan sulit melepas status middle income country. Kita pun harus bertransformasi menuju perkembangan ekonomi berbasis inovasi,” ujarnya dalam acara pembukaan pameran riset dan inovasi dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2023 di Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Tanpa riset dan inovasi, kita akan sulit melepas status ’middle income country’. Kita pun harus bertransformasi menuju perkembangan ekonomi berbasis inovasi.
Pameran riset dan inovasi tersebut diselenggarakan selama tiga hari, mulai 11-13 Agustus 2023 di Jakarta, tepatnya di Plaza Tenggara Gelora Bung Karno. Terdapat lebih dari 145 produk inovasi yang dipamerkan. Itu meliputi 131 produk di bidang pangan, 32 produk di bidang energi, 59 produk di bidang kesehatan, 9 produk kendaraan listrik, dan 14 produk riset lainnya.
Adapun produk yang ditampilkan, antara lain, ialah mobil hemat energi Semar Urban Hydroz yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ventilator covent-20 dari Universitas Indonesia, padi unggul Aerobic Super Rice dari Universitas Syiah Kuala, permen Cajuput dari Institut Pertanian Bogor, dan panel pembangkit listrik tenaga surya berbasis IoT (internet of things) dari Universitas Negeri Malang.
Nizam menuturkan, upaya untuk mengembangan riset dan inovasi perlu dilakukan secara terus-menerus dengan kerja keras bersama di lintas sektor. Dengan begitu, proses invensi akhirnya bisa menghasilkan inovasi yang bisa dimanfaatkan secara luas.
Namun, ia menambahkan, sebuah invensi tidak bisa menjadi inovasi apabila peneliti di perguruan tinggi ataupun lembaga riset tidak bekerja sama dengan industri. Itu sebabnya, proses hilirisasi dan huluisasi menjadi sangat penting.
”Huluisasi ini artinya bisa membawa kebutuhan di industri dan masyarakat ke penelitian di perguruan tinggi. Melalui program matching fund pun, harapannya agenda penelitian di perguruan tinggi di sisi hulu ini bisa datang dari hilir,” kata Nizam.
Ia mengatakan, para periset pun diharapkan bisa menghasilkan produk inovasi yang relevan dan bermutu bagi masyarakat. Pemerintah telah menyusun lima agenda prioritas dalam pengembangan riset dan teknologi, yakni riset dan inovasi di bidang ekonomi hijau, ekonomi berbasis maritim, digital ekonomi, kesehatan dan obat-obatan, serta pariwisata dan ekonomi kreatif.
”Anggaran riset kita terbilang kecil sehingga riset yang dilakukan harus tepat sasaran. Itu sebabnya, pemerintah memiliki agenda prioritas dalam pembangunan riset, tetapi tentu tidak menafikan kebutuhan riset lainnya,” katanya.
Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi M Faiz Syuaib menyampaikan, perguruan tinggi terus didorong untuk bisa menghasilkan riset yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Kualitas dari riset yang dihasilkan pun harus semakin ditingkatkan agar bisa membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
”Riset di perguruan tinggi harus berdasarkan ilmu pengetahuan dan berbasis bukti yang jelas. Riset yang dilakukan juga harus bisa memberikan solusi dan dapat diimplementasikan di masyarakat sehingga memiliki nilai manfaat, baik lewat komersialisasi maupun diseminasi,” tuturnya.