Komnas Perempuan Masih Terus Berjuang Menghapus Kekerasan terhadap Perempuan
Kehadiran Komnas Perempuan selama 25 tahun diwarnai semangat gerakan perempuan, terutama dalam merespons kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam pelbagai konteks.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan menggelar Peluncuran Logo dan Slogan 25 Tahun Komnas Perempuan ”Merayakan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan”, Selasa (15/8/2023). Lembaga negara ini terus memberikan pendidikan publik tentang sejarah reformasi dan upaya-upaya yang dilakukan masyarakat untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan sebelum dan setelah era reformasi.
”78 tahun Indonesia merdeka, bangsa Indonesia masih terus berjuang untuk memerdekakan diri, dan terbebas dari segala bentuk ketidakadilan yang terjadi dengan dimensi dan dalam ruang yang berbeda. Termasuk di dalamnya adalah untuk bebas dari kekerasan,” kata Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, pada Peluncuran Logo dan Slogan 25 Tahun Komnas Perempuan.
Ia mengatakan, gerakan perempuan di era reformasi telah berhasil mendorong sejumlah kebijakan, seperti Undang-Undang (UU) Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Definisi Perkosaan dalam KUHP.
Bagi Komnas Perempuan, pelibatan kaum muda sangat penting dalam setiap fase sejarah bangsa baik pra dan pascakemerdekaan, pra dan pascareformasi hingga hari ini.
Gerakan perempuan juga menjadi motor dibentuknya lembaga yang melindungi korban, seperti Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Jumlah lembaga pendamping korban juga bertambah pesat di masyarakat.
”Semangat gerakan perempuan mewarnai kerja-kerja Komnas Perempuan sepanjang 25 tahun keberadaannya, terutama dalam merespons kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam pelbagai konteksnya,” kata Andy.
Andy mengingatkan, tantangan ke depan yaitu kekerasan terhadap perempuan akan semakin kompleks dan jumlahnya dapat terus bertambah. Digitalisasi, mobilitas lintas geografis yang tinggi, serta praktik politik transaksional juga turut mewarnai kompleksitas persoalan itu.
”Sementara persoalan kekerasan seksual dan praktik-praktik budaya serta kebiasaan yang berbahaya bagi keselamatan diri dan kesejahteraan hidup perempuan masih mengakar, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan anak, dan pemaksaan perkawinan lainnya,” katanya.
Pembuatan logo dan slogan ”25 Tahun Merayakan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan” dilombakan dengan target peserta anak muda. Harapannya, melalui lomba logo dan slogan tersebut, anak muda diajak melihat hal baik sepanjang 25 tahun berjalan setelah reformasi dari upaya-upaya kerja kemanusiaan untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
”Bagi Komnas Perempuan, pelibatan kaum muda sangat penting dalam setiap fase sejarah bangsa baik pra dan pascakemerdekaan, pra dan pascareformasi hingga hari ini. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana peran anak muda menggulirkan reformasi,” kata Andy.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2022 jumlah penduduk kategori pemuda Indonesia sebanyak 68,82 juta jiwa atau sekitar 24 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Hal ini, menurut Andy, menunjukkan pentingnya pelibatan bermakna anak muda khususnya perempuan dalam berbagai isu dan program pembangunan yang mempertimbangkan kelestarian alam dan ekonomi berkelanjutan, sekaligus menjaga keberlangsungan Bumi dan manusia hingga jangka panjang.
”Kita perlu anak muda untuk mengemas pemikiran-pemikiran bebas kekerasan dan keterlibatan aktif. Dengan cara ini, mungkin kita dapat mewariskan dan menjaga semangat perjuangan, semangat keberagaman untuk perubahan yang bersifat panjang, dinamis, dan mungkin juga bisa melelahkan,” kata Andy.
Diskusi
Peluncuran logo dan slogan Komnas Perempuan diisi dengan diskusi ”Peran Pemuda Memaknai Kemerdekaan Hari ini dan Tantangan Melanjutkan Juang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan” yang menghadirkan sejumlah pembicara. Kegiatan ini menghadirkan pembicara Ruth Indiah Rahayu (aktivis dan akademisi) yang membahas soal kilas balik tragedi Mei ’98 terkait perjuangan sebelum dan setelah reformasi serta harapan korban (khususnya perempuan) dan Mariana Amiruddin (Wakil Ketua Komnas Perempuan) dengan materi ”Upaya Komnas Perempuan untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Mendorong Pemenuhan Hak Korban”.
Pembicara lain yaitu Choirul Anam (Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat/PPHAM) dengan materi tentang upaya pemerintah dalam rangka penghapusan kekerasan terhadap perempuan, termasuk penyelesaian pelanggaran HAM khususnya Tragedi Mei ’98, dan Raisa Widiastari (Program and Communication Officer Asia Justice and Rights) dengan materi tentang pentingnya peran anak muda memaknai kemerdekaan dan melanjutkan perjuangan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Ruth mengungkapkan, dia bersama sejumlah aktivis mendampingi para korban Tragedi Mei ’98. Selain mendampingi orangtua yang anaknya terbakar di mal, mereka juga mendampingi para perempuan korban kekerasan.
Choirul menyampaikan, dalam bekerja penting perspektif perlindungan pada perempuan atau jender dimiliki oleh Tim PPHAM. Hal ini penting karena hampir di semua kasus ada perempuan yang terlibat.