Polusi udara bisa berdampak pada semua kelompok usia, mulai dari dalam kandungan, anak, remaja, dewasa, ibu hamil, hingga lanjut usia. Pajanan polutan juga dapat berbahaya bagi berbagai organ tubuh manusia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi kualitas udara yang buruk saat ini terjadi cukup panjang dengan tingkat bahaya yang tinggi. Pajanan polusi udara secara akumulatif dapat menyerang berbagai organ tubuh serta berdampak pada semua kelompok usia, mulai dari bayi dalam kandungan hingga lanjut usia.
Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Agus Dwi Susanto mengatakan, polusi udara bukan persoalan baru. Namun, tingkat polusi udara yang terjadi saat ini dinilai cukup tinggi dan terjadi berkepanjangan. Hal itu menyebabkan dampak dari paparan polusi udara makin besar.
”Dampak kesehatan bisa muncul kalau kita menghirup partikel atau gas dari polusi udara yang sifatnya akumulasi. Dampak kesehatan itu bisa terjadi pada semua orang, mulai dari anak kecil, bahkan bayi di dalam kandungan, remaja, dewasa, hingga lansia,” katanya dalam acara seminar web awam bertajuk ”Tinjauan Guru Besar FKUI: Dampak Polusi Udara pada Kesehatan”, di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 90 persen penduduk di dunia hidup di wilayah dengan kadar polusi udara yang melebihi nilai ambang batas aman. Sebanyak tujuh juta kematian pun terjadi berkaitan dengan polusi udara dengan dua juta kematian di antaranya berasal dari Asia Tenggara.
Agus menuturkan, sumber dari polusi udara perlu diwaspadai tidak hanya dari polusi luar ruangan, tetapi juga polusi dari dalam ruangan. Polusi dalam ruangan bisa bersumber dari aktivitas memasak dan asap rokok. Oleh karena itu, dampak polusi udara akan semakin besar apabila masyarakat tidak membatasi polusi udara di dalam ruangan.
Dampak kesehatan bisa muncul kalau kita menghirup partikel atau gas dari polusi udara yang sifatnya akumulasi. Dampak kesehatan itu bisa terjadi pada semua orang, mulai dari anak kecil, bahkan bayi di dalam kandungan, remaja, dewasa, hingga lansia.
Sementara sumber polusi luar ruangan, antara lain, berasal dari transportasi, pembangkit listrik tenaga uap berbasis batubara, aktivitas industri, dan proses alam, seperti erupsi gunung berapi dan kebakaran hutan. Kualitas udara yang buruk di setiap daerah bisa disebabkan oleh sumber polusi yang berbeda.
Penyakit
Agus menyampaikan, polusi udara bisa berdampak buruk terhadap kesehatan pada jangka pendek dan jangka panjang. Penyakit pada paru paling besar terjadi akibat pajanan polusi udara, mulai dari penurunan fungsi paru, asma, pneumonia atau radang paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), hingga kanker paru.
Berbagai penelitian pun telah membuktikan kondisi udara yang memburuk memicu peningkatan kasus penyakit terkait paru. Studi yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan pada 2019 menunjukkan adanya keterkaitan yang signifikan antara kualitas udara yang buruk dan peningkatan pada kasus asma.
Studi lain di RSUP Persahabatan pada 2019 juga menunjukkan kaitan erat antara kualitas udara yang buruk dan peningkatan kasus PPOK. Selain itu, data di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan tren polusi udara seiring dengan peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di masyarakat.
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Ari Fahrial Syam memaparkan, polusi udara juga bisa berdampak pada kesehatan pencernaan. Partikulat menjadi salah satu zat dari polutan di udara yang dapat masuk ke dalam tubuh hingga ke saluran cerna. Partikulat atau PM tersebut bisa masuk melalui udara ataupun konsumsi makanan yang terkontaminasi.
“Polusi udara yang dicerna dapat memengaruhi mikrobiota usus. Perubahan pada mikrobiota usus tersebut menimbulkan penyakit seperti diabetes, obesitas, gangguan metabolik, dan IBD (peradangan pada saluran cerna),” tuturnya.
Sementara Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FKUI Bambang Supriyatno menyampaikan, dampak polusi udara juga perlu diwaspadai pada kesehatan anak. Kelompok usia anak merupakan kelompok berisiko ketika terpapar polusi udara. Dampak kesehatan itu mulai dari infeksi saluran pernapasan atas, pneumonia, tuberkulosis, asma, penurunan fungsi paru, dan gangguan fungsi jantung.
Polusi udara juga bisa berdampak pada bayi dalam kandungan. Ibu hamil yang terpapar polusi udara terus menerus dapat menyebabkan kelahiran prematur. Bayi yang dilahirkan pun berisiko dengan berat lahir rendah.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, Kementerian Kesehatan kini berfokus pada penanganan di sisi hilir. Meski begitu, dorongan terus dilakukan pada sektor lain yang mengatasi polusi di sisi hulu untuk menekan sumber polusi udara di lingkungan.
”Kita (Kementerian Kesehatan) bergerak di sisi hilir. Kita menangani akibatnya, bukan sebabnya. Jadi, posisi kita mendorong agar sektor di hulu seperti energi, transportasi, dan lingkungan hidup bisa memperketat emisi partikel-partikel ini sehingga kita yang di hilir tekanannya berkurang,” ujarnya.
Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI Tjandra Yoga Adhitama mengatakan, penanganan polusi udara perlu dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir. Identifikasi faktor penyebab harus dilakukan agar penanganan bisa segera dijalankan.
”Selain penanganan di hulu yang utama, perlu ada pelayanan di hilirnya tentang kesehatan masyarakat. Promosi kesehatan atau KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) juga harus ditingkatkan ke masyarakat,” ucapnya.