Hujan Buatan di Jabodetabek Dioptimalkan hingga 2 September
Operasi teknologi modifikasi cuaca untuk menurunkan tingkat polusi udara di wilayah Jabodetabek akan dioptimalkan hingga 2 September karena pertumbuhan awan hujan yang cukup baik.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim gabungan yang terdiri dari sejumlah lembaga terus mengoptimalkan operasi teknologi modifikasi cuaca atau TMC untuk menurunkan tingkat polusi udara di wilayah Jabodetabek. Operasi TMC akan dioptimalkan hingga 2 September karena pertumbuhan awan hujan berpeluang cukup baik dengan persentase berkisar 50-70 persen.
Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Budi Harsoyo menyampaikan, hingga Senin (28/8/2023), tim gabungan sudah melakukan sembilan sorti penyemaian untuk menurunkan hujan di wilayah Jabodetabek. Total bahan semai yang terpakai mencapai 6,4 ton garam (NaCl) dan 800 kilogram kalsium oksida (CaO).
”Kami (tim gabungan) diminta oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melaksanakan operasi udara guna mengatasi masalah polusi udara di wilayah Jabodetabek sejak 24 Agustus hingga rencana 2 September mendatang,” ujarnya, Selasa (29/8/2023).
Sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo, operasi TMC merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan hujan guna menurunkan polusi udara di Jabodetabek. Tim gabungan dikerahkan untuk melakukan TMC, yakni BRIN; BNPB; Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); serta TNI Angkatan Udara (AU).
Sebelumnya, tim gabungan juga telah melakukan penyemaian menggunakan CASA 212 registrasi A-2114 di ketinggian 8.000-10.000 kaki. Selama empat hari operasional, total jam terbang pesawat milikTNI AU ini mencapai 10 jam 35 menit. Operasi TMC akan terus dilakukan dengan menyesuaikan kondisi awan (Kompas.id, 27/8/2023).
Berdasarkan peta sebaran hujan Jabodetabek pada 27-28 Agustus, hujan dengan intensitas sangat lebat (100-150 milimeter per hari) tercatat di stasiun klimatologi Jawa Barat dan Atang Sanjaya Bogor. Hujan intensitas lebat (50-100 mm per hari) juga tercatat di stasiun cuaca otomatis (AWS) IPB Bogor, Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta, dan Katulampa.
Sementara hujan dengan intensitas sedang (20-50 mm per hari) tercatat di stasiun pengamatan Beji Depok, Citayam, Depok 1, AWS Leuwiliang Bogor, dan Pasar Minggu. Hujan intensitas ringan (0,5-20 mm per hari) juga tercatat di Pesanggrahan, Cimanggis, Pompa Arcadia, Manggarai, AWS Mekarsari Cibinong, alat pengukur hujan otomatis (ARG) Ciganjur, Aws Cibereum Bogor, AWS Jagorawi Bogor, Pompa Poncol, dan ARG Tomang.
Operasi TMC merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan hujan guna menurunkan polusi udara di Jabodetabek.
BMKG memprediksikan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah Jabodetabek akan berpeluang cukup baik dengan persentase berkisar 50-70 persen pada periode 26-28 Agustus. Budi menyebut bahwa tim akan mengoptimalkan operasi TMC sesuai prediksi dari BMKG ini.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, TMC periode 24 Agustus-2 Septembet saat ini tengah disiapkan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. ”Pesawat akan langsung melakukan TMC jika ada potensi pertumbuhan awan hujan,” katanya.
BMKG memperkirakan potensi pertumbuhan awan hujan mulai muncul di wilayah Banten dan Jabar sejak 30 Agustus dengan kategori sedang (50-70 persen). Puncak pertumbuhan awan hujan diperkirakan muncul pada 2 September di wilayah Banten, Jabar, dan DKI Jakarta dengan intensitas sedang dan mulai menghilang pada 5 September 2023.
Sulit bergerak
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di KLHK, Selasa (29/8/2023), mengatakan, TMC perlu dilakukan untuk mengurangi paparan polusi udara karena Jakarta merupakan wilayah dengan geomorfologis yang menyerupai kipas aluvial dan dikelilingi areal berbukit. Hal ini membuat aliran udara di wilayah Jakarta sulit bergerak.
”Mengingat aliran udara sulit bergerak, maka terkadang awan hanya jatuh di laut. Melalui TMC kemudian bisa dilihat ketika terdapat awan yang cukup air maka tinggal dijatuhkan saja di daerah-daerah tersebut,” tuturnya.
Meski demikian, operasi TMC juga akan sulit dilakukan jika di wilayah tersebut tidak memiliki awan hujan karena musim kemarau. Oleh karena itu, saat ini juga diupayakan dilakukan TMC mikro dengan menciptakan uap air dari gedung-gedung tinggi.
”Hasil pengamatan di sejumlah stasiun pengamatan indeks pencemaran udara, bisa terlihat ada peningkatan kualitas udara. Nanti diperkirakan tanggal 2-4 September bisa dilakukan TMC kembali. Namun, memang idealnya TMC dilakukan setiap hari, tetapi tetap tergantung dari kondisi awan dengan uap air di atas 70 persen,” ucapnya.
Siti menegaskan, permasalahan polusi udara yang terjadi saat ini harus menjadi momentum untuk mengubah gaya hidup ramah lingkungan oleh semua pihak. Hal ini tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga pemerintah pusat dan daerah hingga dunia usaha. Dengan begitu, upaya penanganan polusi udara ini bisa lebih optimal dan terukur.