Pengujian Kualitas Udara dalam Ruangan Diintensifkan
Pengukuran kualitas udara di dalam ruangan, terutama di fasilitas umum, seperti puskesmas dan sekolah, semakin intensif dilakukan. Polusi udara di dalam ruangan juga patut diwaspadai oleh masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Buruknya mutu udara masih menjadi masalah, terutama di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Karena itu, kewaspadaan terhadap dampak polusi bagi kesehatan ditingkatkan. Salah satunya dengan mengintensifkan pengujian mutu udara dalam ruangan di fasilitas kesehatan dan sekolah.
Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Anas Maruf saat berkunjung ke Puskesmas Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (7/9/2023), menyampaikan, selain polusi udara di luar ruangan, pencemaran udara di dalam ruangan patut diwaspadai.
Hal ini disebabkan sebagian besar aktivitas masyarakat dilakukan di dalam ruangan. Karena itu, pengujian kualitas udara di dalam ruangan perlu dilakukan.
”Dengan mengetahui kondisi kualitas udara di dalam ruangan, intervensi lebih lanjut bisa dilakukan. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan aturan agar pengukuran kualitas udara dalam ruang lebih intensif di fasilitas umum, khususnya di puskesmas dan sekolah,” tuturnya.
Merujuk pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor 1109 Tahun 2023, setiap puskesmas di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) diminta mengukur parameter fisik mutu udara dalam ruangan. Hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan kit sanitarian di ruangan pelayanan puskesmas dan sekolah.
Pengukuran kualitas udara di puskesmas dilakukan setidaknya tiga kali sehari, yakni pukul 08.00, pukul 12.00, dan pukul 16.00. Sementara di ruang kelas sekolah dilakukan sekali dalam sehari pukul 10.00.
Selain polusi udara di luar ruangan, polusi udara di dalam ruangan juga patut diwaspadai. Sebab, sebagian besar aktivitas masyarakat dilakukan di dalam ruangan.
Adapun alat yang digunakan yakni alat pengukur partikel (particle counter). Alat tersebut dapat mengukur jumlah partikel PM 2,5 dan PM 10 di dalam ruangan.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, standar baku mutu untuk parameter PM 2,5 dalam ruangan sebesar 25 mikrogram per meter kubik. Sementara ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk PM 2,5 sebesar 15 mikrogram per meter kubik.
Anas menuturkan, pemantauan mutu udara dalam ruangan di puskesmas dan sekolah sebenarnya sudah dilakukan sebagai upaya surveilans kesehatan lingkungan. Namun, pemantauan sebelumnya hanya dilakukan setidaknya dua kali dalam setahun. Seiring dengan memburuknya mutu udara saat ini, pemantauan kian intensif dilakukan.
”Data yang didapatkan dari hasil pemantauan nantinya bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan penentuan kebijakan bagi pemangku kepentingan lain. Data ini sekaligus sebagai bukti kuantitatif dalam edukasi ke masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dari dampak polusi udara,” katanya.
Sementara Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Depok Yuliandi menuturkan, hasil pengukuran kualitas udara dalam ruangan untuk parameter PM 2,5 di sejumlah puskesmas di Kota Depok menunjukkan jumlah yang melebihi baku mutu 25 mikrogram per meter kubik. Puskesmas dengan tingkat PM 2,5 tertinggi dilaporkan di wilayah yang berbatasan dengan daerah industri serta puskesmas dekat terminal angkutan umum.
Selain itu, hasil pengukuran menunjukkan waktu dengan tingkat PM 2,5 tertinggi terjadi pada pagi hari.
Data yang diperoleh dapat mendukung edukasi pada masyarakat dalam mencegah dan mengatasi dampak polusi udara.
Di wilayah dengan polusi udara tinggi, warga akan diminta tetap menggunakan masker. Selain itu, penggunaan alat pembersih udara (air purifier) disarankan untuk mengurangi tingkat polutan di dalam ruangan.
Alat uji
Anas mengatakan, saat ini sebagian besar puskesmas sudah memiliki kit sanitarian, tetapi belum semua puskesmas memiliki alat uji untuk mengukur PM 2,5.
Dari 674 puskesmas di Jabodetabek, baru 147 puskesmas yang memiliki alat untuk mengukur partikel PM 2,5 dalam ruangan.
”Pengadaan sanitarian kit ini bisa dari dana alokasi khusus dan APBD daerah. Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan segera melengkapi kebutuhan sanitari kit, termasuk untuk alat pengukur PM 2,5,” ungkapnya.
Secara terpisah, Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengatakan, polusi udara bisa berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, khususnya kelompok rentan. Adapun kelompok rentan tersebut meliputi antara lain orang dengan komorbid seperti penyakit paru obstruktif kronik dan jantung, orang lansia, anak-anak, perempuan hamil, serta bayi baru lahir.
Untuk itu, perlindungan pada kelompok rentan tersebut dari dampak polusi perlu ditingkatkan. Sesuai anjuran Kementerian Kesehatan, upaya perlindungan dari dampak polusi udara bisa dilakukan dengan mengurangi aktivitas luar ruangan, menutup ventilasi ruangan saat polusi udara tinggi, menggunakan penjernih udara dalam ruangan, menghindari sumber polusi dan asap rokok, menggunakan masker, serta segera memeriksakan diri ketika muncul keluhan pernapasan.
”Kenalilah risiko tinggi kemungkinan mendapat dampak buruk kesehatan akibat polusi udara. Lindungilah diri kita masing-masing, apalagi polusi udara ini sudah lama berlangsung dan entah kapan dapat dikendalikan,” tutur Tjandra.