ISPA Kembali Meningkat, Mayoritas Pasien Usia Produktif
Kasus infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA dilaporkan meningkat seiring dengan peningkatan kadar polutan PM 2.5 di wilayah Jabodetabek. Mayoritas kasus ISPA yang dilaporkan terjadi pada usia produktif.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA dilaporkan kembali meningkat pada sepekan terakhir di wilayah Jabodetabek. Sebagian besar kasus yang ditemukan terjadi pada usia produktif. Upaya perlindungan dan pencegahan risiko ISPA harus diperkuat mengingat polusi udara belum juga terkendali.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, kasus ISPA non-pneumonia di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek) pada 29 Agustus sampai 6 September 2023 mencapai 90.546 kasus. Kenaikan kasus mulai terjadi pada awal pekan ini. Pada 3 September 2023, dilaporkan kasus harian sebanyak 4.759 kasus. Jumlah itu naik signifikan menjadi 11.116 kasus pada 4 September dan kembali meningkat menjadi 16.074 kasus pada 5 September.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi, dihubungi di Jakarta, Sabtu (9/9/2023), mengatakan, dari 90.546 kasus ISPA pada sepekan terakhir, 55 persen terjadi pada usia produktif. Sementara pada kelompok usia lain terjadi pada anak balita (14 persen), anak (14 persen), dan warga lansia (8 persen).
”Banyaknya kasus ISPA yang ditemukan pada usia produktif bisa terjadi karena kelompok usia tersebut masih banyak beraktivitas di luar ruangan. Di lain sisi, kesadaran untuk melindungi diri dari dampak polusi juga belum optimal,” tuturnya.
Imran mengatakan, kenaikan kasus ISPA di masyarakat sejalan dengan tren indeks kualitas udara, terutama parameter PM 2.5. Saat parameter PM 2.5 menunjukkan kenaikan indeks, kasus ISPA yang dilaporkan pun turut meningkat.
Berbagai upaya pengendalian polusi udara telah disampaikan kepada berbagai pemangku kepentingan. Dampak kesehatan akibat pajanan polusi udara yang berkepanjangan dapat berbahaya bagi masyarakat.
Banyaknya kasus ISPA yang ditemukan pada usia produktif bisa terjadi karena pada kelompok usia tersebut masih banyak beraktivitas di luar ruangan.
Bersamaan dengan itu, ujar Imran, edukasi kepada masyarakat pun semakin gencar dilakukan untuk mencegah dampak buruk akibat pajanan polusi udara, terutama anjuran untuk selalu menggunakan masker ketika beraktivitas di luar ruangan.
Pastikan pula masyarakat untuk selalu mengecek kualitas udara di lingkungan sekitarnya sebagai bentuk kewaspadaan akan kondisi polusi yang terjadi. Jika kualitas udara sedang tidak baik, sebaiknya menghindari terlalu lama beraktivitas di luar ruangan. Apabila terpaksa, perlindungan dengan masker menjadi keharusan.
Imran menuturkan, fasilitas kesehatan mulai dari puskesmas hingga rumah sakit rujukan telah disiapkan untuk menangani pasien dengan gejala penyakit terkait pernapasan. Sejumlah puskesmas bahkan sudah membuat pelayanan ”pojok polusi” untuk memberikan edukasi sekaligus pemeriksaan terkait gejala penyakit yang bisa terjadi akibat pajanan polusi udara.
Gejala ISPA
Dihubungi secara terpisah, staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Feni Fitriani Taufik, menyampaikan, kesadaran masyarakat akan gejala penyakit terkait pernapasan perlu ditingkatkan mengingat polusi udara yang terjadi di masyarakat belum juga terkendali. Umumnya, gejala batuk, pilek, dan demam yang menjadi gejala ISPA bisa sembuh sendiri setelah tiga sampai lima hari. Itu terjadi karena penyakit tersebut termasuk penyakit yang bersifat self-limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh sendiri.
”Namun, dengan pajanan polusi yang cukup besar dan terjadi terus-menerus, penyakit-penyakit tersebut sulit untuk bisa sembuh sendiri. Karena itu, jika gejala batuk, pilek, demam, sakit tenggorokan, atau pusing tidak kunjung sembuh, segera periksa ke fasilitas kesehatan agar tidak semakin memburuk,” ujar Feni.
Ia menerangkan, ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut merupakan serangkaian gejala penyakit berupa batuk, pilek, sakit tenggorokan, pusing, dan terkadang demam. ISPA bisa terjadi pada kondisi ringan hingga berat. Pada kondisi yang lebih buruk, seseorang bisa mengalami bronkitis dan pneumonia (radang paru-paru).
Feni mengatakan, masyarakat harus bisa memperkuat perlindungan dari dampak polusi secara mandiri karena saat ini upaya pengendalian polusi udara belum membuahkan hasil signifikan. Selain memakai masker, upaya perlindungan bisa dilakukan dengan memperkuat stamina atau daya tahan tubuh. Konsumsi multivitamin amat dianjurkan agar kesehatan tubuh bisa terjaga sehingga lebih kuat untuk melawan berbagai penyakit.
”Perlu diperhatikan juga bagi masyarakat dengan komorbid, seperti asma, obesitas, dan diabetes yang tidak terkontrol. Pajanan polusi bisa memicu terjadinya perburukan pada kondisi kesehatan,” katanya