Metanol, Bahan Campuran Miras Oplosan yang Mematikan
Minuman keras oplosan dicampur metanol banyak dijumpai di masyarakat. Padahal, bahaya konsumsi metanol amat besar. Risiko kebutaan hingga kematian bisa terjadi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 10 mililiter atau sekitar dua sendok teh metanol yang masuk ke dalam tubuh berisiko menimbulkan kebutaan. Satu teguk atau sekitar 30 mililiter yang masuk ke tubuh bisa berdampak fatal hingga kematian.
Namun, minuman keras (miras) oplosan yang memakai campuran metanol banyak ditemukan. Kasus kematian akibat konsumsi minuman oplosan juga masih terjadi. Pada 4 Oktober 2023 dilaporkan setidaknya tujuh orang di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tewas setelah mengonsumsi miras oplosan. Sebelumnya, 21 Februari 2023, tiga remaja meninggal dan lima orang lain sakit karena mengonsumsi miras oplosan (Kompas, 4/10/2023).
Secara global dilaporkan ada ribuan orang mengalami keracunan metanol setiap tahun dengan tingkat kematian 20-40 persen. Namun, kasus keracunan metanol di masyarakat diyakini sebagai fenomena puncak gunung es lantaran banyak kasus tidak teridentifikasi.
Dari data yang dihimpun Medecins Sans Frontieres (MSF), prevalensi kasus keracunan metanol tertinggi di dunia ditemukan di kawasan Asia. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia menjadi negara dengan jumlah laporan keracunan metanol tertinggi di dunia. Jumlah itu pun diperkirakan masih jauh lebih rendah dari kejadian sebenarnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti, dalam Pelatihan bagi Pelatih untuk Manajemen Keracunan Metanol yang diadakan MSF, di Jakarta, Rabu (11/10/2023), mengutarakan, kasus keracunan metanol di Indonesia masih banyak yang tidak teridentifikasi. Sebab, penanganan sebagian besar kasus tidak sampai ke fasilitas kesehatan. Selain itu, diagnosis yang diberikan bisa juga kurang tepat.
Padahal, diagnosis yang tepat dibutuhkan agar penanganan segera diberikan sehingga risiko lebih buruk bisa dicegah. ”Itu karena pemahaman warga masih amat minim dan belum familiar dengan kasus keracunan metanol, termasuk pada tenaga kesehatan. Peningkatan kapasitas (tenaga kesehatan) perlu dilakukan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani kasus dengan lebih baik,” tuturnya.
Metanol (CH2OH) atau metil alkohol merupakan jenis alkohol berbahaya yang umumnya dijumpai dalam berbagai produk rumah tangga ataupun industri sebagai pelarut ataupun bahan bakar. Metanol tak berwarna dan tidak berasa. Pada dasarnya, metanol bukan sebagai zat beracun. Namun, saat tertelan, proses metabolisme tubuh akan mengubah kandungan metanol menjadi asam format yang amat beracun.
Kasus keracunan metanol bisa terjadi akibat konsumsi minuman keras yang dioplos atau dicampur. Miras oplosan biasanya merupakan campuran antara etanol (alkohol yang aman dikonsumsi dalam dosis sedang) dan metanol. Hal itu dilakukan karena harga metanol lebih murah.
Gangguan kesehatan
Pakar kesehatan dari Oslo University Hospital, Knut Erik Hovda, menyampaikan, konsumsi metanol secara langsung bisa berbahaya bagi kesehatan. Gejala akibat konsumsi metanol akan muncul 12-24 jam setelah metanol masuk ke tubuh. Tingkat keparahan bergantung pada banyaknya metanol yang dikonsumsi.
Konsumsi metanol secara langsung bisa berbahaya bagi kesehatan. Gejala yang muncul akibat konsumsi metanol akan muncul 12-24 jam setelah metanol masuk ke tubuh.
Pada 12-24 jam setelah metanol yang dicampur dengan etanol dikonsumsi dapat menimbulkan gejala seperti mual, muntah, dan sakit perut. Biasanya gejala itu akan berlanjut dengan nyeri dada serta napas cepat (hiperventilasi).
Selanjutnya, berbagai gangguan penglihatan dapat terjadi, mulai dari pandangan kabur, kehilangan penglihatan sebagian, sampai kebutaan. Risiko kerusakan pada otak juga bisa terjadi. Jika tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat, seseorang yang keracunan metanol dalam 24-48 jam setelah konsumsi dapat mengalami kondisi koma hingga tidak sadarkan diri.
Knut menambahkan, keracunan metanol bisa menimbulkan gejala yang mirip dengan kondisi medis lain, seperti ketoasidosis (peningkatan asam darah atau keton sebagai komplikasi diabetes), gagal ginjal, serangan jantung, stroke, atau mabuk berat. Hal itu membuat diagnosis yang tepat mengenai kondisi keracunan metanol tidak mudah dilakukan.
”Namun, kesalahan diagnosis dapat menyebabkan keterlambatan pengobatan. Itu bisa berbahaya karena prognosis (perkembangan penyakit) sangat bergantung pada kecepatan pengobatan sejak metanol masuk ke tubuh,” ujarnya.
Perawatan
Metanol yang telah termetabolisme di dalam tubuh menjadi zat beracun asam format harus ditangani lebih dulu. Etanol menjadi obat penawar yang paling umum digunakan untuk memblokir metabolisme metanol dalam tubuh. Akan tetapi, pemberian etanol dalam jumlah cukup tidak mudah dan menimbulkan pertentangan di sejumlah wilayah dengan alasan budaya ataupun agama.
Knut memaparkan, obat penawar yang lebih efektif dari etanol adalah fomepizole. Obat penawar ini dinilai lebih baik karena tidak menyebabkan perubahan perilaku pada pasien akibat keracunan. Efektivitas dari pemberian obat ini dapat mengurangi kebutuhan dialisis. Akan tetapi, fomepizole sangat mahal. Obat ini juga tidak banyak tersedia di fasilitas kesehatan.
Saat ini, pemberian bikarbonat (NaHCO3) menjadi upaya paling memungkinkan dalam perawatan seseorang dengan keracunan metanol. Bikarbonat dapat mengatasi asam darah untuk mengurangi toksisitas asam format dalam tubuh. Harapannya, bikarbonat ini bisa menahan gejala untuk sementara.
Jika memungkinkan, dialisis atau yang biasa disebut cuci darah bisa dilakukan untuk menghilangkan metanol dan metabolit beracun. Intervensi dengan dialisis dapat pula memperbaiki asidosis metabolik (asam dalam darah).
Kesadaran akan penanganan keracunan metanol harus ditingkatkan. Jika ada riwayat mengonsumsi minuman keras yang memicu munculnya gejala terkait keracunan metanol, segera bawa ke fasilitas kesehatan. Perawatan yang benar serta penggunaan obat penawar yang tepat untuk kasus keracunan metanol perlu dipahami dengan baik oleh tenaga kesehatan.
Dengan begitu, dampak bahaya dari kondisi keracunan metanol bisa dicegah. Namun, hal yang lebih penting yakni mencegah setiap orang untuk membeli dan mengonsumsi minuman beralkohol, khususnya minuman keras ilegal yang dioplos.