Aktivitas fisik semakin dibutuhkan seiring memburuknya kesehatan mental di kalangan remaja.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gangguan mental menjadi salah satu masalah kesehatan yang dihadapi remaja di era sekarang. Penelitian terbaru di Amerika Serikat menyebutkan bahwa program bersepeda di sekolah dikaitkan dengan peningkatan kesehatan mental siswa.
Hasil penelitian itu telah dipublikasikan di jurnal Frontiers in Sports and Active Living pada Oktober 2023. Survei program penelitian ini melibatkan lebih dari 1.200 siswa berusia 11-14 tahun.
Mengendarai sepeda menjadi pendekatan menjanjikan untuk memperkenalkan aktivitas fisik pada anak usia sekolah. Hal ini diperlukan seiring memburuknya kesehatan mental remaja. Di Amerika Serikat, misalnya, satu dari enam anak didiagnosis menderita beberapa jenis gangguan mental.
Esther Walker, Direktur Penelitian di organisasi nirlaba Outride, salah satu penulis laporan penelitian itu, mengatakan, partisipasi dalam program pendidikan bersepeda di sekolah selama pandemi Covid-19 dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan psikososial di kalangan siswa sekolah menengah di AS. ”Kami melihat peningkatan yang menjanjikan di beberapa subkelompok siswa. Kelompok tertentu memiliki tingkat kesejahteraan mental yang lebih tinggi,” ujarnya dilansir dari Eurekalert.org, Sabtu (14/10/2023).
Outride adalah organisasi nirlaba yang bermitra dengan sekolah untuk menyediakan program bersepeda. Program ”Riding for Focus” (R4F) bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan dan pengalaman dasar bersepeda sehingga mereka dapat berkendara dengan aman dan percaya diri.
Para siswa mengikuti dua survei, yaitu sebelum dan sesudah bersepeda. Hal ini dilakukan untuk mengukur kesejahteraan mental dan fungsi psikologis. Program aktivitas fisik jangka pendek menjanjikan dampak positif terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan remaja.
Mengendarai sepeda menjadi pendekatan menjanjikan untuk memperkenalkan aktivitas fisik pada anak usia sekolah. Hal ini diperlukan seiring memburuknya kesehatan mental remaja.
Asisten peneliti di Loma Linda University, AS, Fletcher Dementyev, mengatakan, pihaknya bergembira melihat respons positif siswa terhadap program bersepeda tersebut. ”Hal ini memotivasi kami dan semoga juga orang lain untuk terus menyelidiki serta mengembangkan bersepeda sebagai jalan menuju peningkatan kesehatan dan kesejahteraan remaja,” katanya.
Para peneliti mengakui keterbatasan dalam penelitian itu, salah satunya terkait populasi riset yang belum mewakili seluruh populasi siswa. Menurut Dementyev, penelitian tersebut menjadi awal dari dialog nasional seputar investasi dalam pendidikan bersepeda dan potensi kebermanfaatannya.
Sean Wilson, penulis senior dalam penelitian itu, menuturkan, sepeda dapat digunakan untuk kegiatan rekreasi dan kompetisi. ”Oleh karena itu, siswa tidak hanya berpartisipasi dalam aktivitas yang meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka, tetapi juga aktivitas yang memberdayakan mereka untuk menjelajah,” ujarnya.
Penelitian ini turut meneliti faktor-faktor risiko sosial yang memengaruhi kesejahteraan mental remaja. Berbagai faktor itu di antaranya status sosial ekonomi, jender, dan ras.
Remaja laki-laki, berkulit putih, dan berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi memiliki risiko relatif lebih rendah untuk mengalami gangguan psikososial pascaintervensi program bersepeda. Selain itu, program aktivitas fisik dapat berdampak positif terhadap kesejahteraan psikososial etnis minoritas, khususnya mereka yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.