Pandemi Memicu Perubahan Cara Manusia Berkomunikasi
Pandemi Covid-19 mengubah cara berkomunikasi dari semula tatap muka menjadi lebih sering virtual dengan keterbatasannya.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Perkembangan teknologi, terutama akibat pandemi Covid-19, banyak mengubah cara manusia dalam berkomunikasi, dari tatap muka menjadi virtual dengan keterbatasannya. Informasi pun semakin banyak dibarengi dengan eskalasi konflik yang semakin tinggi seperti di Ukraina dan Rusia serta Palestina dan Israel. Perlu literasi digital yang baik untuk mengolah informasi lalu bersikap atas sebuah informasi.
Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya Dorien Kartikawangi berpandangan, saat ini orang tidak lagi mengutamakan tatap muka dalam berkomunikasi. Percakapan informasi melalui pesan instan, konferensi melalui video, hingga pengambilan keputusan penting sebuah negara secara virtual sudah menjadi hal yang awam. Ditambah berkembangnya teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi juga membawa dampak buruk yang mengubah cara manusia mencerna informasi. Acap kali konflik bermula dari penerimaan informasi yang sepotong-sepotong lalu diyakini menjadi satu-satunya informasi yang benar tanpa melihat dari berbagai sisi sebelum menentukan sikap.
Komunikasi tatap muka tetap menjadi solusi untuk menyampaikan informasi dan menyelesaikan permasalahan.
”Komunikasi yang terjadi di era digital ini banyak sekali informasi yang palsu, baik oleh AI maupun manusia. Sekarang ini alatnya banyak sekali yang bisa membuat dunia semakin kacau dengan kerentanan emosi dan kerentanan manusia dalam memahami fenomena. Komunikasi bisa menjadi solusi, tapi juga bisa jadi penyebab konflik,” kata Dorien di sela acara International Conference on Corporate and Marketing Communication (ICCOMAC) di Kampus Unika Atma Jaya, BSD, Cisauk, Tangerang, Senin (23/10/2023).
Presiden Asosiasi Komunikasi International (ICA) Eun-Ju Lee menilai, kunci utama permasalahan komunikasi saat ini adalah literasi digital. Sebab, perkembangan digital sering kali tidak dibarengi dengan perkembangan kemampuan manusia dalam memahami informasi yang berkembang.
Menurut pengajar di Seoul National University, Korea Selatan, ini, berita yang dibuat wartawan sudah pasti terverifikasi karena terikat etika dan aturan tegas. Dalam menghadapi era perkembangan teknologi, termasuk AI, media perlu menjaga kepercayaan pembaca dengan meningkatkan standar sumber daya manusianya dengan keterampilan khusus yang mampu menjawab kebutuhan perkembangan teknologi.
”Yang terpenting adalah membangun kepercayaan dan hal ini tidak bisa terbangun begitu saja. Wartawan harus berkolaborasi dengan teknologi untuk membuat pekerjaannya lebih efektif dan efisien, dan jauh lebih penting lagi untuk menjadi lebih berdampak,” kata Lee.
Komunikasi tatap muka
Pengajar ilmu komunikasi dari Westphalian University of Applied Science, Jerman, Reiner Janz menambahkan, komunikasi tatap muka tetap menjadi solusi untuk menyampaikan informasi dan menyelesaikan permasalahan. Dengan bertatap muka secara langsung, seseorang bisa menentukan sikap lebih matang pada suatu permasalahan yang dibicarakan.
Prinsip dasar komunikasi yang efektif tidak lekang oleh waktu, yaitu memberikan pesan kepada penerima dengan saluran yang tepat dan memberikan serta mengakomodasi umpan balik. Oleh karena itu, penting untuk berkomunikasi dengan pesan dan identitas yang konsisten agar dikenali.
”Tatap muka adalah suatu hal yang masih penting karena kita bisa melihat orangnya secara langsung walaupun ada poker face (bermuka dua), tetapi makna yang muncul dari interaksi nonverbal itu merupakan tanda komunikasi yang baik,” tutur Reiner.
ICCOMAC adalah konferensi komunikasi tahunan yang sudah diadakan tujuh kali. Tahun ini ICCOMAC mengusung tema ”Revisit Communication: Integrating the Basics with Digital”.
Konferensi yang diikuti oleh 36 peserta secara daring dan luring ini akan mempresentasikan topik tentang komunikasi korporasi, komunikasi pemasaran, media, dan isu khusus seperti teknologi, AI, edukasi dengan pembelajaran daring, dan media sosial. Konferensi ini menjadi wadah para praktisi komunikasi untuk berkontribusi pada perkembangan ilmu komunikasi, baik di tingkat lokal maupun global.
”Tema ICCOMAC sangat kontemporer, mulai dari persoalan teknologi, komunikasi, dan digitalisasi. Ini sangat relevan, terlebih dikaitkan dengan kondisi masyarakat pascapandemi, situasinya sangat berbeda, kita tidak pernah membayangkan di era modern ini ada konfrontasi militer, mulai di Ukraina lalu Palestina. Jadi, perlu peran kampus untuk merajut kembali komunikasi yang baik,” kata Rektor Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko.
Sejumlah narasumber ahli hadir dalam konferensi selama dua hari ini. Mereka, antara lain, Hadi Saba Ayon dari University of Le Havre, Perancis; Prof Dorien Kartikawangi, Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya; Dr Agustinus Prasetyantoko, Rektor Unika Atma Jaya; Prof Eun-Ju Lee dari Seoul National University sekaligus Presiden Asosiasi Komunikasi International (ICA); dan Prof Reiner Janz dari Westphalian University of Applied Science, Jerman.