Siap Mandiri untuk Lepas dari Kemiskinan
Pemberdayaan masyarakat miskin memampukan mereka untuk mengubah nasib dari penerima bantuan sosial menjadi mandiri.
Pemerintah menargetkan nol persen kemiskinan ekstrem di tahun 2024. Keluarga penerima bantuan sosial pemerintah pun diberdayakan agar lebih mandiri secara ekonomi dari lepas dari jerat kemiskinan dan tidak bergantung lagi pada bantuan pemerintah.
”Semangat, tidak boleh menyerah. Ikut graduasi, jangan kembali turun. Harus terus naik. Bapak dan ibu jangan takut,” kata Menteri Sosial Tri Rismaharini di acara Graduasi Penerima Manfaat Pahlawan Ekonomi Nusantara Periode Agustus-September 2023 Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Risma melanjutkan, ”Lihat, negara kita punya 270 juta penduduk, berarti mereka butuh banyak hal. Artinya, itulah pasar untuk bisa diambil. Jadi, jangan lewatkan kesempatan ini.”
Risma menyemangati 4.051 keluarga penerima manfaat yang terdata dalam program Pahlawan Ekonomi Nasional (Pena) tahun 2022. Ada penerima manfaat Pena yang hadir di gedung Kementerian Sosial sambil memamerkan barang-barang dagangan yang sudah dikemas lebih menarik, ada juga yang bergabung melalui Zoom.
Kita menyiapkan mereka untuk siap graduasi dari bantuan sosial. Penerima manfaat program Pena baru bisa digraduasi setelah usaha mereka menghasilkan penghasilan standar upah minimum kabupaten/kota atau UMK masing-masing.
Risma mengatakan, di tahun 2024 pemerintah menargetkan nol persen kemiskinan ekstrem. Upaya ini, salah satunya, diwujudkan dengan pemberdayaan ekonomi Pena. ”Kita menyiapkan mereka untuk siap graduasi dari bantuan sosial. Penerima manfaat program Pena baru bisa digraduasi setelah usaha mereka menghasilkan penghasilan standar upah minimum kabupaten/kota atau UMK masing-masing,” ujar Risma.
Baca juga: Pemberdayaan Masyarakat Dapat Tekan Kemiskinan
Wiartati (39), asal Tangerang, Banten, misalnya, sudah sejak lama berjualan bolu kukus. Satu kemasan plastik mika berisi 25 bolu kukus berukuran kecil dijual seharga Rp 17.000 dititipkan ke sejumlah toko kue di lima pasar. Setelah didampingi sukarelawan program Pena, bolu kukus Wiartati kini dikemas dalam kardus yang menarik dan kekinian. Setiap empat kue bisa dijual menjadi Rp 23.000.
Awalnya, meskipun sudah berusaha menitipkan bolu kukus ke beberapa tempat, penghasilan yang Wiartati peroleh tidak seberapa. Ketua RT pun menawari keluarga Wiartati untuk masuk sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH) sejak 2017.
”Ketika ada pemutakhiran data PKH kemarin, saya ditawari untuk ikut Pena. Karena saya juga ingin meningkatkan ekonomi, saya ikut. Saya dapat bantuan alat mikser, oven, dan pendampingan sehingga bisa lebih berkembang,” ujar Wiartati.
Mengubah nasib
Rasa bahagia menerima program Pena juga disampaikan Masitoh, ibu lima anak yang tinggal Depok, Jawa Barat. Awalnya dia menjajakan peyek milik temannya, tetapi di tahun 2002 dia memberanikan diri memulai usahanya sendiri.
Masitoh menjajakan peyek yang dibuatnya dari pintu ke pintu hingga mendapatkan pelanggan. Bahkan, dia juga bisa menitipkan peyeknya kepada sejumlah penjual jamu gendong dan penjual pecel. Namun, usaha peyek kacang tanah, kacang hijau, udang rebon, dan ikan teri tersebut tidak berkembang. Dia hanya mengemasnya dalam plastik transparan dan dijual Rp 5.000. Masitoh pun akhirnya mendapat tawaran dari pendamping PKH untuk ikut program Pena.
”Disampaikan jika ikut program Pena harus siap digraduasi dan tidak menerima PKH lagi kalau sudah bagus usahanya. Saya memang dari dulu ingin usaha maju karena ingin kehidupan yang lebih baik, mau anak bisa kuliah. Saya semangat untuk ikut,” ujar Masitoh.
Masitoh pun mendapat masukan untuk mengembangkan usahanya. Kemasan peyek dibuat menarik dengan nama peyek crispy. Ia juga merasa bangga karena produknya kini dikenal dengan nama jajanan Mak Itoy. Bahkan, untuk penjualan yang lebih besar, peyeknya dikemas dengan keranjang bambu agar tidak mudah hancur. ”Saya yakin harus terus berjuang buat ke depan agar lebih maju. Targetnya mau anak bisa kuliah,” kata Masitoh.
Penerima manfaat Pena memiliki beragam kisah dan kondisi kehidupan. Johan Arifin Sinaga, penyandang disabilitas fisik yang sehari-hari berdagang keripik, contohnya. Sebelum mendapat bantuan Kemensos, dalam sehari ia mengolah 10 kilogram keripik sehari. Setelah mendapat bantuan kuali yang cukup besar, ia mampu meningkatkan kapasitas produksi kripiknya menjadi 20-25 kilogram sehari.
Dia juga mendapatkan kendaraan roda tiga untuk memudahkan aktivitasnya yang terbatas. Kini, dalam satu bulan pendapatannya mencapai lebih dari Rp 3 juta.
Baca juga: 1.876 Penerima Bansos Keluar dari Program Keluarga Harapan
Selain ketiga orang itu, ada Yuda, pemulung di Jakarta, yang mampu mengubah nasibnya dari kerja di jalanan menjadi orang kantoran. Nasibnya berubah saat bertemu Risma yang turun ke jalan di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan.
”Ibu mengatakan, mau tidak saya dibina. Saya memang ingin mengubah nasib, tidak mau terus di jalanan. Pernah hanya mendapat Rp 15.000 sehari. Saya semangat sekali dan yakin ini jalan baik. Teman pemulung yang lain tidak mau ikut,” tutur Yuda yang kini bekerja di sebuah kantor pengelola apartemen di Bekasi.
Penampilan Yuda pun kini selalu rapi, tidak lagi kumuh. Gajinya Rp 5 juta per bulan dan kinerjanya dinilai memuaskan. Yuda ikut pembinaan di Balai Rehabilitasi Sosial Pangudi Luhur Bekasi. ”Saya selalu ingat pesan Ibu Menteri, bahwa saya bisa. Dan, saya pun jadi termotivasi karena mendapat kepercayaan,” kata Yuda.
Risma mengapresiasi para pahlawan ekonomi yang mau berjuang untuk mengubah nasib dan maju. ”Matursuwun, matursukma, dan terima kasih tidak terhingga dari pemerintah untuk keluarga yang berjuang. Tidak ada yang tidak mungkin karena Tuhan memberikan semua orang kesempatan yang sama untuk berhasil dan sukses,” ujar Risma.
Strategi atasi kemiskinan
Beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Nunung Nuryartono menyebut, ada beberapa strategi untuk menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2024.
Tiga strategi andalan pemerintah tersebut adalah mengurangi beban pengeluaran masyarakat, meningkatkan pendapatan dan memberdayakan masyarakat, serta mengurangi jumlah kantong-kantong kemiskinan. Strategi ini diikuti oleh berbagai kebijakan afirmatif dengan fokus ulang anggaran, perbaikan data dan penyasaran, serta penguatan pelaksanaan program melalui pendekatan konvergensi.
”Dengan pendekatan konvergensi ini, dipastikan rumah tangga miskin tidak hanya menerima manfaat dari satu program, tetapi dari beberapa program sehingga upaya penurunan akan menjadi lebih signifikan,” ujar Nunung.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia dinilai telah mencapai hasil yang mengesankan dalam mengatasi kemiskinan ekstrem.
Adapun dalam Pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2024 tanggal 16 Agustus 2023, Presiden Joko Widodo menegaskan, kemiskinan ekstrem pada Maret 2023 menjadi 1,12 persen dari 2,04 persen Maret 2022 atau turun sekitar 0,92 persen. Permasalahan kemiskinan ekstrem juga beririsan dengan prevalensi angka stunting (tengkes) di Indonesia. Hal tersebut menjadi isu prioritas yang harus diselesaikan.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Warsito mengatakan, sejatinya, antara kemiskinan dan pendidikan bagaikan ayam dan telur. Karena itu, pemerintah berusaha memotong rantai permasalahan angka kemiskinan melalui jenjang pendidikan.
”Melalui Perpres Revitalisasi Vokasi, bapak Presiden berusaha untuk memotong rantai kemiskinan melalui penanganan pengangguran dalam hal ini tidak ingin adanya lulus kejuruan yang nganggur. Sebagai wujud komitmen bersama antara pemerintah, dunia pendidikan, dunia usaha, dan industri, kolaborasi dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja bagi seluruh lulusan pendidikan di Indonesia,” ujar Warsito.