Mengembangkan Potensi Tanaman Aneka Kacang Lokal
Tanaman aneka kacang lokal berpotensi dikembangkan sebagai sumber pangan maupun nonpangan, termasuk untuk kebutuhan industri farmasi.
Aneka kacang lokal di Indonesia merupakan sumber daya genetik tanaman pangan yang sangat penting bagi masyarakat. Umumnya, aneka kacang lokal merupakan jenis pangan fungsional yang akan menjadi sumber pangan penting bagi masyarakat di masa depan.
Indonesia tercatat memiliki beragam jenis tanaman aneka kacang lokal yang tersebar di sejumlah wilayah dan telah dibudidayakan sejak lama meskipun tidak secara intensif. Beberapa adalah kacang gude, komak, kratok, koro atau kekara, kecipir, koro pedang, tunggak, koro benguk, kacang babi, dan kacang uci.
Meski demikian, aneka kacang lokal ini masih dinilai sebagai tanaman yang terabaikan (neglected crops). Bahkan, sampai sekarang belum ada data lengkap yang dihimpun oleh lembaga atau instansi. Padahal, mengoptimalkan tanaman ini merupakan salah satu bentuk penganekaragaman pangan sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Aneka kacang lokal juga menjadi sumber dari unsur serat larut dan tidak larut yang sangat penting bagi upaya mempertahankan kesehatan kita.
Sampai saat ini, ketersediaan varietas unggul yang telah dirilis pemerintah hanya ada pada jenis kacang tunggak dan gude. Sementara ketersediaan varietas unggul belum ada untuk jenis aneka kacang lokal lain, seperti komak, benguk, kecipir, koro pedang, beras, dan uci.
Peneliti Pusat Riset Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didik Harnowo menyampaikan, pemanfaatan sumber daya ekonomi, khususnya pertanian, sampai sekarang belum optimal. Hal ini disebabkan lemahnya keterkaitan hulu-hilir di pertanian.
”Pemanfaatan sumber daya ekonomi pangan ini dapat dilakukan melalui kegiatan bioprospecting untuk memenuhi kebutuhan pangan, obat, dan kosmetik. Strategi potensi ini juga bisa untuk industri nonpangan,” ujarnya dalam webinar tentang potensi dan strategi pengembangan tanaman aneka kacang sebagai bahan baku industri, Kamis (9/11/2023).
Didik menjelaskan, tanaman aneka kacang lokal pada dasarnya memiliki ciri-ciri umum dan sejumlah keunggulan. Beberapa ciri itu adalah tanaman ini relatif tahan kering, kebutuhan input khususnya pupuk rendah, dan belum banyak serangan hama atau penyakit.
Selain itu, budidaya tanaman aneka kacang lokal juga relatif mudah dan benih bersifat ortodoks. Sementara dari aspek kandungan gizi, tanaman ini juga terkenal memiliki protein dan serat yang cukup tinggi, indeks glikemik (IG) rendah, serta sebagai sumber antioksidan.
Baca juga: Tradisi Makan Kacang Beracun, Penopang Ketahanan Pangan NTT
Rata-rata nilai IG aneka kacang lokal berada di angka 20-40. Sebagai pembanding, nilai IG pada nasi putih 73, nasi merah 68, jagung manis 52, singkong 46, dan ubi jalar 54-60.
Indeks glikemik adalah indeks numerik untuk menunjukkan klasifikasi makanan sumber karbohidrat berdasarkan seberapa lambat atau cepat makanan tersebut dapat dicerna oleh tubuh. Makanan dengan nilai IG yang rendah dapat membantu meningkatkan manajemen diabetes dengan mendukung kadar gula darah stabil serta menurunkan berbagai penyakit atau permasalahan tubuh, seperti berat badan, tekanan darah, kolesterol total, dan jantung.
”Ternyata, aneka kacang lokal juga menjadi sumber dari unsur serat larut dan tidak larut yang sangat penting bagi upaya mempertahankan kesehatan kita. Sebagai contoh, kacang kedelai memiliki nilai serat tidak larut 38,9 sampai 52,1, sedangkan kacang benguk nilainya lebih tinggi, yaitu 39,8 sampai 41,0,” kata Didik.
Baca juga: Pangan Lokal Berperan Penting dalam Mencapai Ketahanan Pangan
Hasil studi karakteristik fisikokimia dan kapasitas antioksidan tahun 2009 juga menunjukkan bahwa tepung tempe kacang komak memiliki kandungan komponen fenolik yang cukup tinggi. Hal ini membuat tepung tempe kacang komak memiliki karakteristik fisiko kimia dan kapasitas antioksidan yang dapat berfungsi sebagai pangan fungsional.
Potensi pengembangan
Menurut Didik, selama ini aneka kacang lokal telah banyak diolah dan dikembangkan sebagai bahan pangan, seperti sayuran, makan ringan atau camilan, dan sumber protein. Contoh sayuran dari aneka kacang lokal adalah sayur asem komak, krecek kacang komak, tumis gude, urap kacang kecipir, pecel kecil, hingga krecek kacang tunggak.
”Pengembangan kacang sudah menyentuh ke aspek atau kaidah industri. Aneka kacang lokal bisa digunakan untuk menambahkan atau menyubstitusi bahan lain, misalnya sosis kacang komak sehingga sosis tersebut rendah kolesterol dan tinggi serat. Kemudian kacang komak dan koro pedang bisa digunakan untuk membuat tempe,” ucapnya.
Potensi pengembangan lainnya yang cukup besar dari kacang koro pedang adalah sebagai inulin.Inulin merupakan jenis serat yang dapat menjaga jumlah bakteri sehat pada usus sehingga berguna memperbaiki pencernaan manusia. Pengoptimalan kacang koro pedang ini bisa mengurangi ketergantungan impor inulin dari negara lain.
Hasil studi dari sejumlah peneliti juga menunjukkan, kacang komak bisa dikembangkan untuk industri nonpangan. Kacang komak sangat prospektif untuk pengembangan di bidang industri farmasi karena mengandung senyawa penting, seperti asam kaprilat. Senyawa ini memiliki sifat antibakteri, antivirus, antijamur, dan antiinflamasi.
Selain itu, isolat kacang komak juga dapat menstimulasi peningkatan jumlah sel beta pankreas, sekresi insulin, dan menghambat kerusakan sel beta pankreas. Kandungan ini dapat meningkatkan insulin serta menurunkan glukosa darah dan kolesterol.
”Banyak kosmetik dengan kandungan antioksidan dan aneka kacang lokal kaya akan senyawa ini. Kemudian kandungan serat yang tinggi pada tanaman ini menjadi potensi yang perlu dikembangkan ke depan untuk diekstrak lebih jauh sebagai senyawa farmasi,” ungkapnya.
Strategi pengembangan
Melihat berbagai potensinya, Didik menyebut bahwa pemerintah perlu lebih memosisikan aneka kacang lokal sebagai komoditas bahan pangan yang penting dan strategis. Pengembangan bisa dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan, termasuk untuk budidaya tanaman aneka kacang lokal.
Kemudian strategi pengembangan lainnya bisa dilakukan dengan membiasakan mengonsumsi pangan berbasis aneka kacang lokal dan menciptakan pasar pangan di tingkat wilayah ataupun nasional. Di sisi lain, pengembangan teknologi pengolahan aneka kacang lokal untuk pangan dan nonpangan juga perlu diintesifkan.
”Upaya yang perlu dilakukan ke depan adalah dengan riset terkait perakitan varietas unggul baru komoditas aneka kacang lokal. Kemudian pengembangan produk pangan olahan maupun nonpangan disertai sosialisasi secara masif terkait manfaatnya,” katanya.
Baca juga: Tempe, Koro Pedang, dan Kedaulatan Pangan
Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Yudhistira Nugraha menyatakan, pengembangan potensi aneka kacang lokal perlu terus ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Potensi pengembangan ini tidak hanya dari kacang kedelai, tetapi juga kacang hijau, arab, koro, buncis, dan jenis lainnya.
”Kita perlu mendiversifikasikan keanekaragaman pangan karena kandungan yang ada dalam kacang-kacangan tersebut sangat berbeda dan akan memperkaya nutrisi yang diasup oleh penduduk Indonesia. Saat ini, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan tengah bekerja sama dengan Osaka University terkait dengan diversifikasi pangan dan salah satu tema yang akan digali, yaitu memanfaatkan kacang lokal untuk produksi tempe,” tambahnya.