Lawan DBD, Masyarakat Semarang Tak Keberatan Beternak Nyamuk ”Wolbachia”
Pengendalian kasus DBD dilakukan melalui berbagai cara. Di Semarang, hal itu dilakukan dengan cara beternak nyamuk ”Wolbachia”. Selain itu, pemberantasan sarang nyamuk dan pemeriksaan jentik nyamuk juga rutin dilakukan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemberantasan kasus demam berdarah dengue atau DBD di Kota Semarang, Jawa Tengah, salah satunya dilakukan dengan pengembangbiakan nyamuk Wolbachia. Masyarakat yang dilibatkan sebagai peternak nyamuk Wolbachia pun mengaku tak keberatan demi terbebasnya lingkungan mereka dari DBD di masa mendatang.
Kota Semarang menjadi salah satu dari lima kabupaten/kota di Indonesia yang terpilih sebagai wilayah proyek percontohan untuk penanggulangan DBD dengan metode Wolbachia. Dalam program yang diberi nama Wolbachia ingKota Semarang (Wingko Semarang) tersebut, masyarakat dilibatkan dengan cara diminta beternak nyamuk ber-Wolbachia di lingkungannya.
”Setelah beberapa kali mengikuti sosialisasi, kami para OTA (orangtua asuh) Wolbachia diberi ember dan telur nyamuk Wolbachia. Ember itu diisi air minum dalam kemasan, lalu telur nyamuknya dituang ke dalam ember. Setelah itu, ember ditutup dan dibiarkan sampai telurnya menetas menjadi nyamuk. Siklus ini diulang setiap dua pekan,” kata Dwi Kurniasari (40), warga Kelurahan Bulusan, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Kamis (23/11/2023).
Bakteri Wolbachia diyakini dapat melumpuhkan virus dengue, zika, dan chikungunya dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti. Jika nyamuk ber-Wolbachia jantan kawin dengan Aedes aegypti betina, maka virus pada nyamuk betina akan terblok. Adapun apabila nyamuk ber-Wolbachia betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak ber-Wolbachia, semua telurnya akan mengandung Wolbachia. Dengan cara itu, virus dengue, zika, dan chikungunya dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti akan mati dan tidak bisa lagi menular ke manusia.
Dwi menuturkan, dirinya sudah beternak nyamuk Wolbachia sejak September 2023. Ia mau menjadi OTA Wolbachia karena ingin agar ke depan tidak ada lagi kasus DBD di wilayahnya. Tahun ini, ada satu kasus DBD di wilayah Dwi. Beruntung, penderitanya selamat setelah beberapa hari menjalani perawatan di rumah sakit.
Setelah beberapa bulan beternak nyamuk Wolbachia, Dwi merasa di lingkungannya semakin banyak nyamuk. Kendati demikian, banyaknya nyamuk hanya ada di waktu-waktu tertentu, seperti pukul 07.00-09.30 dan pukul 14.30-16.00. Di luar itu, jumlah nyamuk disebut Dwi normal.
”Meski nyamuknya jadi semakin banyak, tidak sampai mengganggu aktivitas. Kalaupun nyamuk itu menggigit, tidak sampai bikin bentol-bentol atau membekas. Biasa saja,” ucap Dwi.
Tak hanya Dwi, di Kelurahan Bulusan ada 364 tempat peternakan nyamuk Wolbachia. Ke depan, jumlah lokasi pengembangbiakan nyamuk Wolbachia akan ditambah hingga mencapai di atas 80 persen.
Pemerintah Kota Semarang pertama kali meluncurkan program ternak nyamuk Wolbachia pada 30 Mei 2023 di Kecamatan Tembalang. Kala itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin turut hadir. Setelah itu, pada 8 September 2023, proses penyebaran tahap pertama telur nyamuk Wolbachia di 12 kelurahan di Tembalang mulai dilakukan.
Selain di Tembalang, penyebaran telur nyamuk Wolbachia juga dilakukan di 11 kelurahan di Banyumanik pada 23 Oktober 2023. Kemudian, pada 21 November 2023 lalu, penyebaran dilakukan di 16 kelurahan di Gunungpati.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Mochamad Abdul Hakam menuturkan, manfaat pengembangbiakan nyamuk Wolbachia baru bisa dirasakan minimal setahun setelah implementasi. Kendati demikian, Hakam menyebut sudah ada tren penurunan kasus DBD di wilayahnya tahun ini.
”Di Tembalang pada periode Januari-September 2023, ada 51 kasus DBD. Jumlah itu cenderung menurun jika dibandingkan dengan jumlah pada periode yang sama di tahun 2022 dengan 98 kasus. Hal yang sama juga terjadi di Banyumanik. Pada periode Januari-September 2022, jumlah kasus DBD di wilayah itu sebanyak 83 kasus. Sementara pada periode yang sama tahun ini, jumlahnya turun menjadi 29 kasus,” ujar Hakam.
Perdebatan
Beberapa waktu belakangan, terjadi perdebatan di masyarakat terkait dampak dari pengembangbiakan nyamuk Wolbachia. Sejumlah peternak pun turut mempertanyakan dampak jangka panjang dari keberadaan nyamuk ber-Wolbachia di lingkungannya.
”Beberapa hari terakhir, ada beberapa (warga) yang meminta penjelasan kepada saya terkait kebenaran informasi yang beredar. Mereka juga terus menanyakan soal ada atau tidaknya dampak negatif dari pengembangbiakan nyamuk Wolbachia. Saya sudah berupaya menjelaskan sebisa saya sambil terus mencari informasi lewat jurnal-jurnal penelitian yang ada,” tutur Aziz Rifai (43), ketua rukun tetangga di Kelurahan Bulusan.
Menurut Aziz, warga sudah cukup mengerti dengan penjelasan darinya. Warga juga tetap mau beternak nyamuk Wolbachia. Kendati demikian, ia berharap ada petugas dari dinas kesehatan atau puskesmas yang datang ke wilayahnya untuk memberikan penjelasan yang semakin menguatkan keyakinan warga dalam mengembangbiakkan nyamuk Wolbachia.
Menanggapi polemik di masyarakat, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir. Jauh sebelum diimplementasikan di Semarang, program itu telah diuji coba di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Intinya, masyarakat jangan khawatir, jangan takut. Karena kalau program dari pemerintah itu tidak bakal menjerumuskan. Tidak mungkin malah menambah banyak penyakit. Justru pencegahan-pencegahan itu kan sebenarnya alami, tidak pakai zat kimia.
Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia, terbukti kasus demam berdarah dapat ditekan jadi 77 persen dan proporsi penderita dirawat di rumah sakit jadi sebesar 86 persen. Selain itu, hasil kajian risiko yang dilakukan oleh tim pakar independen untuk teknologi Wolbachia menunjukkan bahwa teknologi ini masuk pada risiko sangat rendah, yaitu 30 tahun mendatang peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan.
”Intinya, masyarakat jangan khawatir, jangan takut. Karena kalau program dari pemerintah itu tidak bakal menjerumuskan. Tidak mungkin malah menambah banyak penyakit. Justru pencegahan-pencegahan itu kan sebenarnya alami, tidak pakai zat kimia,” kata Hevearita.
Ia menambahkan, sosialisasi dan edukasi sudah banyak dilakukan oleh pemerintah, bahkan sejak sebelum program Wingko Semarang diimplementasikan. Ke depan, ia bakal menginstruksikan jajarannya untuk kembali menggencarkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait program ternak nyamuk Wolbachia tersebut.
Selain beternak nyamuk Wolbachia, Hevearita juga meminta masyarakat tetap melaksanakan pemeriksaan jentik nyamuk (PJN) dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di lingkungan rumahnya. PJN dan PSN itu dianjurkan untuk dilakukan dua kali dalam sepekan agar perkembangan nyamuk di suatu wilayah bisa ditekan.