Reformasi dekarbonisasi sektor energi perlu dilakukan mulai dari menghentikan pembangunan PLTU batubara hingga meningkatkan kemauan politik.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dekarbonisasi sektor energi belum sesuai target iklim yang ditunjukkan dengan perlakuan khusus pada energi fosil batubara. Karena itu, perlu reformasi dekarbonisasi sektor energi antara lain dengan menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap batubara.
Hal itu terangkum dalam makalah kebijakan yang disusun Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB-UI) bersama Greenpeace Indonesia yang diluncurkan pada Selasa (12/12/2023), di Jakarta.
Makalah ini berfokus pada upaya menghindari ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan dekarbonisasi sektor energi agar sesuai target iklim Indonesia. Makalah kebijakan tersebut menyoroti Indonesia memberi perlakuan khusus pada energi fosil batubara.
Hal ini ditunjukkan mulai dari diterapkannya kebijakan kewajiban pasar domestik, penciptaan batubara bersih, membuat kebijakan fiskal dan hukum yang memihak batubara, hingga melanjutkan pengembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara.
Makalah kebijakan ini juga menekankan pentingnya reformasi dekarbonisasi sektor energi melalui berbagai upaya. Beberapa upaya itu meliputi, antara lain menghentikan pembangunan PLTU baru, mempercepat pensiun dini PLTU berbasis batubara, serta menghapus subsidi bahan bakar fosil.
Upaya reformasi lainnya, yakni mengekskalasi kebijakan harga karbon untuk mendorong transisi energi bersih, menciptakan perencanaan energi yang kuat, mendorong pendanaan energi baru terbarukan, dan meningkatkan kemauan politik untuk keberhasilan kemitraan transisi energi berkeadilan (JETP).
Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB-UI Alin Halimatussadiah mengemukakan, makalah ini disusun untuk melihat potensi keberhasilan dari rencana dekarbonisasi Indonesia. Jadi, semua pihak diharapkan mengetahui titik masalah dan melakukan solusi nyata lebih ambisius.
”Indonesia terindikasi mengalami coal lock-in (terkunci dari batubara) karena ekonomi kita bergantung pada batubara dengan kontribusi 2,5 persen dari produk domestik bruto nasional. Di beberapa daerah bahkan mencapai lebih dari 36 persen,” ujarnya dalam peluncuran makalah itu, di Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Menurut Alin, salah satu upaya reformasi seperti menghapus subsidi untuk bahan bakar fosil memang bukan upaya yang populer. Karena itu, perlu narasi kuat terkait alasan menghapus subsidi bahan bakar fosil seperti untuk melindungi kelompok rentan atau mendorong transisi energi terbarukan.
Indonesia terindikasi mengalami coal lock-in (terkunci dari batubara) karena ekonomi kita bergantung pada batubara dengan kontribusi 2,5 persen dari produk domestik bruto nasional.
Selain itu, peningkatan kemauan politik untuk keberhasilan JETP juga sangat penting dalam upaya dekarbonisasi Indonesia di sektor energi. Sebab, hasil identifikasi menunjukkan program JETP memiliki tantangan dari aspek institusi dan kebijakan masih lemah.
Ada kesenjangan
Senior campaign strategist iklim dan energi Greenpeace Internasional Tata Mustasya menyebut saat ini Indonesia memiliki banyak komitmen pengendalian perubahan iklim termasuk penurunan emisi di sektor energi. Namun, sampai kini terlihat ada kesenjangan antara komitmen dan implementasi.
”Negara-negara maju yang bertahun-tahun menjadi proponent aksi iklim melakukan ekspansi energi fosil terutama minyak, gas, dan batubara. Kemudian ada tanda tanya terkait pendanaan. Di Indonesia, faktanya kita semakin tergantung pada batubara,” ujarnya.
Selain tergantung energi fosil, upaya Indonesia meningkatkan rasio kapasitas energi terbarukan amat terbatas. Menurut data Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), Indonesia jadi negara paling tertinggal dalam akselerasi energi terbarukan dibandingkan negara anggota G20 lainnya.
Bahkan, rasio kapasitas energi terbarukan Indonesia terhadap total kapasitas energi tercatat menurun.
Tata menekankan, keberhasilan melakukan transisi energi sebagai bagian dari dekarbonisasi dan mengatasi perubahan iklim sangat tergantung dari upaya Indonesia menghapus secara bertahap PLTU batubara. Pada yang sama, Indonesia perlu mempercepat transisi menuju energi bersih dan terbarukan.
”Peran pemerintah jadi kunci di antaranya dengan menerapkan reformasi fiskal dan pendanaan inovatif. Inovasi mendasar untuk perubahan dan solusinya datang dari pemerintah. Jadi, target ini bergantung dari bagaimana pemerintah mengarahkan proses transisi energi,” ungkapnya.