Sebanyak 45 Jurnalis Tewas Sepanjang 2023, Termasuk di Jalur Gaza
Sepanjang tahun ini, sebanyak 45 jurnalis di seluruh dunia tewas sehubungan dengan pekerjaan mereka. Kasus paling banyak terjadi di zona perang.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembunuhan terhadap jurnalis terus terjadi. Laporan Reporters Without Borders menyebutkan, sepanjang tahun ini hingga 1 Desember 2023, sebanyak 45 jurnalis di seluruh dunia tewas sehubungan dengan pekerjaan mereka, termasuk wartawan yang terbunuh akibat perang Israel dan Hamas di Gaza. Jurnalis yang tewas tahun ini menjadi yang terendah sejak 2002. Tahun lalu, jumlahnya mencapai 61 orang.
Sekretaris Jenderal Reporters Without Borders (RSF) Christophe Deloire menyatakan sedikitnya 13 jurnalis di Gaza terbunuh karena pekerjaan mereka pada 2023. Totalnya meningkat menjadi 56 orang jika memasukkan semua jurnalis yang tewas di jalur itu.
”Kami telah mengajukan pengaduan ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) untuk mengetahui fakta dan sejauh mana jurnalis secara sengaja menjadi sasaran,” ujarnya dilansir dari laman rsf.org, Jumat (15/12/2023).
Berdasarkan laporan RSF, dalam 20 tahun terakhir, jumlah jurnalis terbunuh paling banyak terjadi pada 2012 sejumlah 144 orang dan 2013 sebanyak 143 orang. Mayoritas kasus kematian disebabkan perang di Suriah dan Irak. Sementara jumlah jurnalis tewas terbanyak lima tahun terakhir terjadi pada 2019 berjumlah 51 orang. Penurunan kasus tewasnya jurnalis salah satunya disebabkan berakhirnya lonjakan kematian di Irak dan Suriah.
Selain itu, sistem keamanan bagi jurnalis, terutama di lokasi konflik, dinilai membaik. Upaya lebih kuat untuk melindungi pekerjaan jurnalis, termasuk dengan melawan impunitas, akan mengurangi jumlah korban jiwa. Zona perang menjadi tempat paling mengancam keselamatan jurnalis. Sebanyak 17 jurnalis tewas akibat perang Israel dan Hamas, dan 13 korban di antaranya terbunuh di Gaza.
Pembunuhan dan kekerasan terhadap jurnalis dikecam oleh banyak pihak. Meski kasusnya menurun, ancaman kekerasan hingga pembunuhan terhadap jurnalis masih tinggi.
Total jurnalis yang tewas dalam perang itu meningkat menjadi 63 orang jika memasukkan kasus jurnalis terbunuh dalam keadaan yang tidak terbukti ada hubungannya dengan pekerjaan mereka. Data ini menunjukkan untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir lebih banyak jurnalis yang terbunuh di zona perang dibandingkan dengan di zona damai.
Situasi di China
Selain korban tewas, sebanyak 521 jurnalis juga ditahan di seluruh dunia. China menjadi negara yang memenjarakan jurnalis paling banyak dengan 121 orang. Jumlah itu hampir seperempat atau sekitar 23 persen dari total jumlah jurnalis yang ditahan.
Belarusia masuk dalam tiga besar negara yang menahan jurnalis paling banyak dengan 39 orang. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun lalu dengan 32 orang. Sementara jumlah jurnalis yang disandera mencapai 54 orang dan terjadi di beberapa negara, yaitu Suriah, Irak, Yaman, Mali, dan Meksiko.
Pembunuhan dan kekerasan terhadap jurnalis dikecam oleh banyak pihak. Meski kasusnya menurun, ancaman kekerasan hingga pembunuhan terhadap jurnalis masih tinggi.
Jurnalis Al Jazeera Dilaporkan Tewas Ditembak Pasukan Israel di Tepi Barat.
Pada awal Desember lalu, jurnalis Montaser Al-Sawaf terbunuh akibat serangan udara di Palestina. Juru kamera kantor berita Turki, Anadolu, tersebut tewas di Jalur Gaza.
Direktur Jenderal Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Audrey Azoulay menyesalkan kasus tewasnya jurnalis yang terus berulang. Menurut dia, perlindungan jurnalis sebagai warga sipil merupakan persyaratan berdasarkan hukum internasional, termasuk Resolusi Dewan Keamanan PBB tentang perlindungan jurnalis, profesional media, dan personel terkait dalam situasi konflik.
”Saya menyerukan penyelidikan penuh dan transparan untuk mengetahui penyebab tragedi ini,” katanya. Pada 20 November lalu, jurnalis Ayat Khadoura juga tewas di Palestina. Jurnalis siaran lepas tersebut dilaporkan terbunuh di rumahnya akibat serangan udara di Gaza utara.