logo Kompas.id
HumanioraKetika Pringgasela Selatan...
Iklan

Ketika Pringgasela Selatan Bangkit dari Tidur

Desa Pringgasela Selatan memiliki sejarah dan tradisi yang kuat. Desa yang berbaris agraris ini sejatinya memiliki nenek moyang prajurit yang merupakan penjaga tanah mereka.

Oleh
SIWI YUNITA CAHYANINGRUM, ISMAIL ZAKARIA
· 7 menit baca
Panorama alam dengan latar belakang Gunung Rinjani terlihat dari Dusun Tempasan Pringgasela, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin (18/12/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Panorama alam dengan latar belakang Gunung Rinjani terlihat dari Dusun Tempasan Pringgasela, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin (18/12/2023).

Setelah puluhan tahun tertidur, Desa Pringgasela Selatan bangkit. Lewat tangan-tangan anak mudanya, berbagai kekayaan yang dulu pernah terkubur dibangunkan lagi untuk kembali ke identitas sejati warga Pringgasela Selatan, sang penjaga budaya.

Pringgasela Selatan berada di kaki Gunung Rinjani yang bertanah subur. Mata air mengalir jernih tak pernah putus. Masyarakatnya mayoritas adalah petani dengan hasil panen tiga kali setahun. Tempat ini juga menjadi penghasil ikan air tawar terbaik. Hasil kebun beraneka ragam mulai dari durian, manggis, nangka, kelapa, hingga rambutan. Kekayaan yang melimpah itu cukup bagi warga untuk hidup sejahtera.

Namun, ternyata desa yang berada di Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, itu lebih kaya dari itu. Desa yang dihuni oleh tiga trah besar, yakni Tanaq Gadang, Sumbawa atau Rempung dan Masbage, ini memiliki sejarah dan tradisi yang kuat. Desa yang berbaris agraris ini sejatinya memiliki nenek moyang prajurit yang merupakan penjaga tanah mereka.

Nizar Azhari (39), pemuda asli Pringgasela Selatan yang mengenyam pendidikan di Yogyakarta, menemukan kisah ini saat menggali kembali kekayaan lokal desanya. Nizar adalah seorang daya desa atau pendamping kebudayaan desa. Ia dan kawan-kawannya dari daya warga dengan dukungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencoba menggali kisah lalu Pringgasela Selatan.

Baca juga: Sambut Perayaan Dongdala, Pringgasela Berhias

Nizar Azhari, daya desa di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (20/12/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Nizar Azhari, daya desa di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (20/12/2023).

Pringga berarti prajurit, sementara sela yang berarti batu atau juga bisa berasal dari kata Selaparang nama kerajaan di Lombok. Karena berada di selatan dan merupakan daerah pemekaran, desa ini pun disebut sebagai Pringgasela Selatan. Menurut Nizar, leluhur desa ini dikenal sebagai penjaga. Namun, bukan menjadi penjaga kerajaan, melainkan tanah tempat hidup mereka. Mereka melawan berbagai invasi, termasuk dari penjajah yang hendak menguasai wilayah. Kisah heroik mereka diabadikan di sebuah tugu penanda jalan desa.

Kuda-kuda pacu menjadi salah satu warisan yang pernah ada di desa-desa itu. Kuda-kuda tersebut selama ini dipakai untuk alat transportasi. ”Kami tidak tahu kenapa dulu ada banyak kuda di sini. Namun, setelah kami pelajari sejarah desa, kuda-kuda itu ternyata jadi bagian dari pasukan kavaleri desa,” kata Nizar. Sayangnya, kini keberadaan kuda-kuda kavaleri itu sudah hilang tergeser alat transportasi lain.

Di Pringgasela Selatan juga memiliki tradisi blanjakan atau bertarung di tengah sawah berlumpur usai panen padi. Blanjakan mengandalkan ketangkasan adu kaki, mirip olahraga muay thai. Pemuda yang jago blanjakan biasa disebut sebagai pendekar. Tradisi ini bisa jadi bagian dari ilmu bela diri warga Pringgasela Selatan zaman dulu.

Penanda-penanda lain adalah nama-nama desa di sekitar Pringgasela Selatan yang sangat khas. Nizar menggambarkan posisi desanya yang sangat strategis, dengan dikelilingi sungai dan beberapa bukit yang bisa dipakai sebagai tempat memantau seluruh kawasan. Di sebelah timur Sungai Belimbing ada Desa Jurit, yang berarti prajurit pengintai. Di sisi sebelah selatan ada Desa Rempung yang dikenal sebagai kavaleri dan Masbagik yang dikenal sebagai pemasok logistik.

Tempat penginapan dan hamparan sawah di Dusun Tempasan Pringgasela, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin (18/12/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Tempat penginapan dan hamparan sawah di Dusun Tempasan Pringgasela, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin (18/12/2023).

Rekonstruksi

Dari kepingan-kepingan sejarah itu, pemuda desa di Pringgasela Selatan mencoba untuk merekonstruksi lagi kekayaan lampau mereka. Dibantu dengan rekan-rekan daya warga, Nizar bertemu dengan para sesepuh, mengumpulkan berbagai data, dari internet hingga buku.

Dari proses pencarian itu, mereka menemukan musik sejenis gamelan yang dikenal dengan nama klenang nunggal. Klenang adalah alat musik pukul mirip kenong di Jawa, tetapi hanya satu bilah. Jumlahnya yang tunggal membuat alat musik ini mudah dibawa berkeliling. Untuk memainkan sebuah gending setidaknya butuh 12 bilah.

Klenang nunggal sempat hidup di Pringgasela, tetapi kini terkubur. Hilangnya klenang nunggal kemungkinan terkait dengan konflik yang pernah muncul zaman dulu. Kini, alat musik klenang ditemukan lagi setelah warga membongkar barang-barang tua milik nenek-dan kakek mereka.

Taufiq, pengurus Desa Pringgasela Selatan yang sekarang bermain sebagai pemain klenang nunggal, mengatakan, saat ditemukan, bilah-bilah itu tertumpuk dalam satu karung di dalam sebuah gudang mushala Kampung Pancor Kopong. Kondisinya berdebu tetapi tak berkarat.

Kuningan yang dipakai masih sangat baik walau tak terawat. ”Saat saya coba ketuk, suaranya masih nyaring. Kami jajarkan dan mulai memainkan nada dan ternyata masing-masing punya nada berbeda,” katanya.

Akhirnya dibawalah klenang nunggal hasil temuan itu ke ahli setel di desa sebelah. Amak Maisur, sesepuh Pancur Kopong yang ahli dalam bermusik, pun dilibatkan untuk membantu mengingat gending-gending lama yang pernah ia dengar.

Dengan berbekal ingatan masa kecil, Amak Maisur dan sesepuh lainnya pun merangkai melodi menjadi alunan gending dari 23 klenang yang berhasil ditemukan. “Tiga lagu bisa dimainkan, saya hanya ingat pernah mendengarnya,” kata Amak Maisur.

Pemainnya adalah warga desa. Sebagian dari mereka adalah orang lama yang masih mengingat lagi-lagu yang sering didendangkan oleh Ina atau ibu mereka agar mereka terlelap. Kini alunan klenang itu sudah bisa dinikmati dalam pertunjukan musik di desa dengan nama Mahapati, sebuah grup kesenian baru dari Pringgasela Selatan.

Baca juga: Festival Budaya Menggerakkan Ekonomi Desa

Iklan
Amak Maisur berlatih klenang nunggal bersama kelompoknya, Mahapati, di Dusun Pancor Kopong, Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin (18/12/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Amak Maisur berlatih klenang nunggal bersama kelompoknya, Mahapati, di Dusun Pancor Kopong, Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin (18/12/2023).

Tenun penjaga

Berbeda dengan klenang nunggal yang kembali hidup, tenun Pringgasela tetap terawetkan hingga kini. Tenun ini terjaga oleh usaha regenerasi para penenunnya lewat sekolah tenun Nina (Perempuan) Penenun. Nina Penenun yang diinisiasi oleh Sri Hartini (45) menjadi tempat belajar sekaligus wadah bagi para penenun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Hingga kini masih ada 600-700 penenun di Desa Pringgasela Selatan. Jumlah itu belum termasuk anak-anak yang kini masih belajar menenun.

Pada garis besarnya motif tenun dari Pringgasela menarik garis hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan manusia, serta manusia dn alam. Motif manusia dengan Tuhan adalah motif kuno yang saat ini jarang sekali dipakai dan ditenun.

Baca juga: Festival Budaya Menggerakkan Ekonomi Desa

Seorang ibu menenun di halaman rumah di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Selasa (19/12/2023). Ada sekitar 700 penenun, sebagian besar ibu-ibu, di Pringgasela Selatan. Tidak hanya menjadi penopang ekonomi, tenun bagi masyarakat Pringgasela Selatan juga menjadi pegangan hidup yang diwariskan turun-temurun dan dijaga bersama.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Seorang ibu menenun di halaman rumah di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Selasa (19/12/2023). Ada sekitar 700 penenun, sebagian besar ibu-ibu, di Pringgasela Selatan. Tidak hanya menjadi penopang ekonomi, tenun bagi masyarakat Pringgasela Selatan juga menjadi pegangan hidup yang diwariskan turun-temurun dan dijaga bersama.

Motif ini harus menggunakan bahan khusus, di antaranya pintalan kapas, yang kini sangat sulit didapat. Pembuatannya pun memakan waktu berbulan-bulan. Kain tenun itu pun disimpan khusus dan dipakai pada saat-saat tertentu dan diwariskan turun-temurun.

Adapun motif yang menggambarkan manusia dengan alam dan manusia dengan manusia biasanya digunakan sehari-hari. Tenun ragi atau motif Sri menanti adalah salah satunya. Sri menanti konon berasal dari kisah seorang putri yang menanti kekasihnya. Selama dalam penantian ia pun menciptakan motif garis-garis yang melambangkan kerinduan. Karena itu, motif itu diberi nama Sri Menanti.

Pelangi

Temuan-temuan lama dan berbagai kekayaan budaya itu kini diangkat dalam Festival Dongdala atau pelangi yang digelar mulai 19-21 Desember 2023. Festival ini membangkitkan kebanggaan warga Pringgasela Selatan akan kekayaan budaya mereka. Puncak festival yang berupa pawai Nyiru Jaja Bejangkongan, Rabu (20/12/2023), tergambar bagaimana bersemangatnya warga berpartisipasi dalam mengangkat kekayaan budayanya.

Arak-arakan parade Nyiru Jaja Bejangkongan di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (20/12/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Arak-arakan parade Nyiru Jaja Bejangkongan di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (20/12/2023).

Ribuan orang tanpa diminta turut datang mengikuti pawai. Mereka memakai baju terbaiknya untuk tampil. Para gadis dan ibu yang berdandan cantik. Mereka memakai tenun ragi bayan sambut abang terbaik sebagai bawahannya. Atasannya menggunakan lambung atau baju tradisional hitam dengan lingkaran selendang tenun. Sambil berbaris rapi mereka menyunggi nyiru yang berisi aneka jajan pasar, hasil bumi, hingga buah-buahan.

Sementara itu, warga laki-laki tampak gagah dengan setelan dodot. Sapuq dari tenun atau batik di kepala, jas hitam, bebet atau ikat pinggang tenun. Lalu, ada bawahan kain tenun yang disebut selewoq poto, yakni kain yang dikenakan dengan ujung lancip ke bawah.

Jajan pasar yang mereka bawa sebagian adalah hasil buatan mereka sendiri. Ada cerorot, kue berbahan tepung beras, santan dan gula merah yang dibungkus balutan janur. Ada orog-orog yang berbahan ubi kayu tumbuk dicampur dengan gula dan parutan kelapa. Ada pula kue bantal yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan parutan kelapa dan diisi seiris pisang serta dibungkus dengan daun aren.

Lihat juga: Puncak Apresiasi Desa Budaya 2023

Aneka makanan tradisional yang disusun dalam nampan untuk dibawa dalam parade Nyiru Jaja Bejangkongan di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (20/12/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Aneka makanan tradisional yang disusun dalam nampan untuk dibawa dalam parade Nyiru Jaja Bejangkongan di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (20/12/2023).

Ibu-ibu PKK Desa Pringgasela Selatan sejak Selasa (19/12/2023) sore menyiapkan berbagai makanan tradisional untuk persiapan pawai. Para ibu bergotong royong dengan memakai bahan pangan lokal yang banyak terdapat di daerahnya.

Tampil pula para penabuh klenang nunggal lengkap. Mereka berbaju putih dan memakai batik, serta memakai udeng di kepala. Amak Maisur, sang ketua, memegang gendang. Ia berada di tengah-tengah barisan dikelilingi 22 pemusik klenang nunggal Mahapati.

Puluhan pemuda desa yang menjadi panitia juga cekatan menangani pawai dan berbagai rangkaian acara lainnya. Mereka rela berlelah-lelah demi lancarnya acara. Muhammad Zulkarnaen (29), yang bertugas menjadi master of ceremony (MC) di rangkaian Dongdala, mengatakan, lelahnya terbayar ketika melihat acara berlangsung lancar.

Muhammad Zulkarnaen menyantap satai pusut dan bulayak saat parade Nyiru Jaja Bejangkongan di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (20/12/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Muhammad Zulkarnaen menyantap satai pusut dan bulayak saat parade Nyiru Jaja Bejangkongan di Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (20/12/2023).

Ia menjadi satu dari ratusan pemuda yang turut andil menggali dan mengangkat budaya desa. Ada rasa bangga di dadanya menjadi anak muda di Desa Pringgasela Selatan karena desanya kini ternama.

Namun, sebagai pemuda, Nizar, Zukarnaen, dan rekan-rekannya masih punya banyak pekerjaan rumah. Hingga kini, proses temu dan kenali kebudayaan Pringgasela Selatan masih berjalan, begitu pula pengembangan dan pemanfaatannya. Mereka tak hanya menggali, tetapi juga menjaga budaya desanya.

Jika berhasil, Pringgasela Selatan bisa menjadi desa yang mandiri dan berdaya. Seperti halnya pelangi, budaya masyarakat Pringgasela Selatan berwarna-warni. Dalam harmoni, mereka saling melengkapi.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000