Kejar Target Pembentukan Tim Antikekerasan di Sekolah
Jumlah TPPK yang terbentuk baru 62,50 persen, targetnya harus bisa mencapai 100 persen pada 4 Februari 2024.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan atau TPPK di sekolah terus digenjot oleh pemerintah sebagai upaya penghapusan tiga masalah besar pendidikan. Pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan dan satuan pendidikan di daerah, diminta segera membentuk tim ini agar para murid terlindungi.
Pelaksana Tugas Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), I Nyoman Rudi Kurniawan mengatakan, di jenjang SMP per 30 Januari 2024 secara nasional sudah mencapai 31.799 tim di 42.999 SMP, atau sudah mencapai 73,9 persen. Dia mendorong pemerintah daerah untuk segera membentuk TPPK.
”Ini menjadi tugas kita bersama mengawal pembentukan TPPK agar bisa 100 persen. Perlu dukungan pemerintah daerah dan balai besar penjaminan mutu pendidikan daerah untuk memberikan advokasi dan edukasi pembentukan TPPK,” kata Rudi Kurniawan, Selasa (30/1/2024).
Secara keseluruhan, jumlah TPPK yang dibentuk satuan pendidikan tingkat Pendidikan Anak Usia Dini sampai Menengah Atas sudah mencapai 273.671 tim di 437.851 sekolah atau baru 62,50 persen. Peraturan Mendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) menargetkan pembentukan TPPK paling lambat 4 Februari 2024 untuk jenjang SD sampai dengan SMA/SMK dan 4 Agustus 2024 untuk jenjang PAUD dan nonformal.
Selain itu, baru 8 dari 38 provinsi yang sudah membuat Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan. Di tingkat kabupaten/kota, baru ada 140 satgas dari total 514 kabupaten/kota. Ini menjadi catatan bagi pemerintah daerah.
Analis Kebijakan Ahli Madya, Ketua Tim Layanan Penguatan Karakter Iklim Satuan Pendidikan, Kemendikbudristek, Dede Suryaman, menambahkan, walau tidak ada konsekuensi bagi daerah atau sekolah yang belum membuat TPPK sebelum tenggat waktu yang ditentukan, kesadaran untuk melindungi murid harus diutamakan. Regulasi yang dibuat juga mengikat kepada semua daerah karena sudah disetujui beberapa kementerian atau lembaga terkait.
”TPPK ini penting dan menjadi garda terdepan sehingga harus ada di setiap tingkat satuan pendidikan. Jadi, harus dilihat dari sisi itu, bukan ancaman atau sanksi,” kata Dede.
Sekarang sangat mengkhawatirkan karena kejadian-kejadian ini mengerikan. Hak pendidikan yang aman bagi semua menjadi terganggu.
Menurut dia, peserta didik belum bisa dilibatkan dalam proses penanganan tindak kekerasan karena dianggap belum layak, tetapi peserta didik tetap bisa terlibat dalam pencegahan dengan melakukan pelaporan. Dalam aturannya, TPPK harus berjumlah gasal paling sedikit tiga orang yang terdiri dari pendidik (bukan kepala sekolah), komite sekolah atau perwakilan orangtua/wali, dan perwakilan tenaga kependidikan sebagai tenaga administrasi.
Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah terbukti melakukan kekerasan, tidak pernah dijatuhi hukuman pidana, dan tidak pernah atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin pegawai tingkat sedang atau berat. Dengan begitu, mereka bisa menjatuhkan sanksi lebih obyektif pada sebuah kasus kekerasan di sekolah.
Pembentukan TPPK dan Satgas ini sangat penting karena dalam data Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek tahun 2021-2023, ada 127 kasus. Ada 7 kasus pada tahun 2021, sebanyak 68 kasus pada tahun 2022, dan 52 kasus tahun 2023. Kasus perundungan terbanyak dilaporkan, lalu kekerasan seksual dan intoleransi.
Data yang dihimpun Yayasan Cahaya Guru melalui pemantauan pemberitaan media massa tersertifikasi Dewan Pers, sedikitnya ada 136 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2023 yang terekam pemberitaan media massa dengan total 134 pelaku dan 339 korban yang 19 orang di antaranya meninggal dunia.
Kasus perundungan dan kekerasan seksual menjadi kasus yang paling banyak terjadi selama 2023 dengan masing-masing 42 dan 40 kasus, disusul kasus kekerasan fisik dengan 34 kasus. Kasus kekerasan paling banyak terjadi di sekolah dasar dengan 40 kasus disusul sekolah menengah pertama dengan 35 kasus.
Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru Muhammad Mukhlisi meminta TPPK dan Satgas tidak hanya dibentuk sebagai formalitas pemenuhan program saja, tetapi juga bekerja maksimal menciptakan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua. Sebab, data tersebut menandakan kondisi dunia pendidikan sekarang sedang tidak baik-baik saja.
”Sekarang sangat mengkhawatirkan karena kejadian-kejadian ini mengerikan. Hak pendidikan yang aman bagi semua menjadi terganggu,” kata Mukhlisi.