Lebih dari 2 Ton Sampah Per Hari Berhasil Dicegah Masuk ke TPA
Proyek pengurangan emisi di perkotaan melalui peningkatan pengelolaan sampah berhasil mengelola 2 ton sampah per hari.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek pengurangan emisi di perkotaan melalui peningkatan pengelolaan sampah kerja sama dengan Pemerintah Jerman menjadi salah satu upaya reformasi pengelolaan sampah. Dari proyek yang telah dijalankan selama tiga tahun ini, sebanyak 2 ton sampah per hari berhasil dicegah masuk ke tempat pembuangan akhir atau TPA.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Vivi Yulaswati mengemukakan, sampah masih menjadi persoalaan lingkungan di Indonesia. TPA di Indonesia yang sebagian besar kondisinya terbuka bisa mengemisi gas metana 25 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida.
”Sampah yang tidak terkelola dengan baik akan tercecer sehingga mencemari kondisi tanah hingga mengancam pangan. Kemudian sampah tercecer yang sampai ke air juga akan bermuara ke laut dan menjadi sumber pencemar bagi biota laut,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara Dialog Reformasi Pengelolaan Sampah di Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Lebih dari 558.000 keluarga telah melakukan pemilahan dan pengurangan sampah. Kemudian lebih dari 2 ton sampah per hari juga berhasil dikelola atau dicegah masuk ke TPA.
Menurut Vivi, beban pengelolaan sampah akan semakin besar setiap tahun khususnya di bagian hilir. Saat ini, setidaknya terdapat 10 TPA kelebihan kapasitas. Bahkan, tahun lalu terdapat 35 TPA di berbagai wilayah di Indonesia yang terbakar.
Guna mengatasi persoalan sampah ini, Vivi menyebut perlu upaya reformasi. Beberapa pengungkit reformasi pengelolaan sampah ini meliputi peningkatan kualitas perencanaan, perbaikan pengelolaan data, kapasitas pemangku kepentingan, fleksibilitas kelembagaan, pendanaan, dan mekanisme yang mengikat (binding).
Upaya reformasi ini dilakukan dalam kerja sama proyek pengurangan emisi di perkotaan melalui peningkatan pengelolaan sampah (ERiC-DKTI). Proyek ini merupakan kerja sama Kementerian Federal Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ) Pemerintah Jerman dengan tujuan mendukung perencanaan dan pengembangan sistem pengelolaan sampah.
Proyek yang melibatkan lintas kementerian ini diterapkan di enam lokasi, yakni Kota Bukittinggi (Sumatera Barat), Kota Jambi (Jambi), Kabupaten Bogor (Jawa Barat), Kota Cirebon (Jabar), Kota Malang (Jawa Timur), dan Kota Denpasar (Bali).
”Berbagai kegiatan yang telah dilakukan dalam proyek ERiC-DKTI ini telah menjadi background studi untuk menyusun rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) dan pembelajaran kita semua. Selama lebih dari tiga tahun, proyek ERiC-DKTI berjalan dengan lancar meskipun di tengah pandemi Covid-19,” tutur Vivi.
Beberapa capaian proyek ini, di antaranya, lebih dari 558.000 keluarga telah melakukan pemilahan dan pengurangan sampah. Kemudian lebih dari 2 ton sampah per hari juga berhasil dikelola atau dicegah masuk ke TPA.
Selain itu, proyek ini juga telah mendorong terbitnya enam laporan kajian utama analisis kebijakan dan tiga peraturan daerah retribusi tentang pengelolaan sampah di Kota Bukittinggi, Kabupaten Bogor, dan Kota Cirebon. Di sisi lain, telah dibentuk juga interoperabilitaslima sistem data informasi persampahan.
”Langkah Indonesia untuk mencapai zero waste nation ini selaras dengan komitmen global net zero emission tahun 2060 atau lebih cepat. Berbagai pengembangan riset dan teknologi di bidang persampahan menjadi suatu keharusan dalam menyusun kebijakan yang diharapkan bisa diaplikasikan di setiap kota dan komunitas,” kata Vivi.
Dampak bagi daerah
Penjabat Sekretaris Daerah Kota Cirebon Muhammad Arif Kurniawan mengatakan, Kota Cirebon dengan jumlah penduduk sekitar 350.000 jiwa diperkirakan menghasilkan 11 ton sampah per hari. Pengelolaan sampah perlu diantisipasi mengingat jumlah penduduk akan semakin bertambah dan Cirebon sebagai salah satu pusat tujuan wisata.
Sebelum pandemi Covid-19, Kota Cirebon sudah memiliki 72 bank sampah. Namun, jumlahnya menurun menjadi 15 bank sampah saat pandemi. Jumlah bank sampah ini kemudian ditingkatkan kembali dengan dukungan proyek ERiC-DKTI.
”Kami sudah memiliki masterplan persampahan yang disusun tahun 2020, tetapi harus direvisi karena terdapat perhitungan yang belum lengkap. Setelah itu kami dibantu contohnya untuk menghitung sampling persampahan,” ujarnya.
Sementara di Bukittinggi, proyek ERiC-DKTI juga telah mendukung dari aspek regulasi. Peraturan daerah tentang retribusi sampah telah diterapkan sejak awal tahun ini.
”Pendampingan yang dilakukan ERiC-DKTI sangat membantu di daerah. Namun, jangka waktu proyek selama tiga tahun sepertinya terlalu cepat. Jadi, mungkin nantinya bisa ada kegiatan keberlanjutan lainnya,” ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi Aldiasnur.