Bagaimana Perubahan Iklim Berperan dalam Kebakaran Hutan Mematikan seperti di Chile?
Bumi yang terus memanas bisa mengubah hutan yang tersisa sebagai bahan bakar.
Gelombang panas ekstrem dan kekeringan telah melanda negara-negara Amerika Selatan sehingga memicu kebakaran hutan dan lahan. Di Chile, kebakaran hutan yang merangsek ke perkotaan dan menewaskan sedikitnya 112 orang dan menyebabkan 200 orang hilang menjadi alarm mengenai dampak buruk pemanasan global.
Kebakaran hebat yang terjadi sejak Jumat (2/2/2024) telah menghanguskan 110.000 hektar hutan, termasuk kebun raya bersejarah di kota wisata Viña del Mar, Chile.
Menurut laporan kantor berita AP, hingga Senin (5/2/2024), sebanyak 112 orang ditemukan tewas karena terjebak api dan kabut asap yang membakar rumah mereka, dan 200 orang dilaporkan hilang.
Kebakaran terjadi ketika banyak orang sedang berlibur musim panas di Viña del Mar, kota berpenduduk sekitar 330.000 jiwa, dan menyapu kota-kota tetangga yang lebih kecil, seperti Quilpué, Limache, dan Villa Alemana.
Di beberapa kawasan lereng bukit, banyak warga lanjut usia yang tidak bisa menyelamatkan diri. Setidaknya 1.600 orang kehilangan tempat tinggal.
Baca juga: Api Mengamuk di Chile, 112 Orang Tewas
Menteri Dalam Negeri Chile, Carolina Toháoha, mengatakan, peristiwa ini tidak diragukan lagi merupakan bencana kebakaran paling mematikan dalam sejarah negara itu. Dengan ratusan orang yang masih hilang, dia mengutarakan, jumlah korban tewas akan ”mencapai angka jauh lebih tinggi”.
Kebakaran di Chile terjadi di tengah gelombang panas yang mendorong suhu di ibu kota Santiago hingga sekitar 37 derajat celsius. Gelombang panas ini juga menyebabkan kebakaran hutan di beberapa negara lain di Amerika Selatan, seperti Kolombia, Ekuador, dan Argentina.
Faktor perubahan iklim
Fenomena El Nino yang masih terjadi hingga awal tahun 2024 menyebabkan kawasan Amerika Selatan mengalami musim panas lebih panas setelah musim dingin yang sejuk pada tahun 2023. Sementara belahan bumi utara saat itu mengalami gelombang panas yang memecahkan rekor.
Perubahan iklim yang membuat gelombang panas dan kekeringan, dan kini melanda Amerika Selatan, telah berkontribusi terhadap kebakaran hutan dengan mengeringkan tanaman yang menjadi sumber kobaran api. Perubahan iklim telah membuat dunia lebih panas, yang berarti tanaman menguapkan lebih banyak air melaluinya dan tanah menjadi lebih kering.
Peristiwa ini tidak diragukan lagi merupakan bencana kebakaran paling mematikan dalam sejarah negara itu.
Kebakaran hebat yang dialami Chile ini mengingatkan pada tragedi kebakaran hutan yang merembet ke kota bersejarah Lahaina di Pulau Maui, Kepulauan Hawaii, yang menewaskan 106 orang pada Agustus 2023, di awal El Nino. Sebagaimana di Chile, kekeringan dan panas terik saat itu juga melanda Maui.
Baca juga: Kebakaran Hutan Landa Australia Barat, Warga Diminta Mengungsi
Tahun 2023 lalu, kita menyaksikan kebakaran hutan hebat melanda Kanada. Lebih dari 15 juta hektar lahan telah terbakar di seluruh negeri itu pada tahun lalu, memecahkan rekor sebelumnya yaitu 7,6 juta hektar pada tahun 1989 serta rata-rata 2,5 juta hektar dalam 10 tahun terakhir.
Menggunakan data satelit, World Resources Institute (WRI) telah menghitung bahwa kebakaran saat ini menghancurkan sekitar 2,9 juta hutan di dunia setiap tahunnya, yang setara dengan luas Belgia dan dua kali luas hutan 20 tahun lalu.
Sementara itu, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) juga menemukan bahwa secara global, gelombang panas ekstrem terjadi lima kali lebih sering karena pemanasan global yang disebabkan aktivitas manusia. Musim kebakaran menjadi lebih kering dengan suhu lebih tinggi. Ini adalah kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.
Risiko meningkat
Laporan W. Matt Jolly dari US Forest Service dan tim di jurnal Nature (2015) menunjukkan bahwa musim kebakaran rata-rata 18,7 persen lebih lama karena perubahan iklim. Hal ini berarti semakin besar peluang terjadinya kebakaran yang membawa bencana.
Laporan dari sejumlah negara juga menunjukkan kebakaran hutan menjadi lebih ekstrem. Misalnya, studi Yizhou Zhuang dari Department of Atmospheric and Oceanic Sciences, University of California, di jurnal PNAS tahun 2021 menyimpulkan bahwa perubahan iklim telah menjadi pendorong utama peningkatan cuaca kebakaran di di Amerika Serikat bagian barat.
Kekeringan dan panas yang terus-menerus memicu terjadinya musim kebakaran hutan yang luar biasa dari tahun 2020 hingga 2022 di banyak negara bagian barat, dengan rata-rata kebakaran selama tiga tahun tersebut jauh melampaui rata-rata 1,2 juta hektar yang terbakar sejak tahun 2016.
Perilaku kebakaran ekstrem selama periode ini mengejutkan tim pemadam kebakaran. Kobaran api terjadi selama berbulan-bulan, kebakaran lainnya membakar seluruh komunitas, dan kebakaran lain terjadi saat angin malam terjadi, ketika petugas pemadam kebakaran biasanya dapat mengandalkan pemadaman kebakaran.
Riset ini menunjukkan perubahan iklim menciptakan kondisi lebih hangat dan kering sehingga menyebabkan musim kebakaran menjadi lebih lama dan aktif. Peningkatan suhu dan kekeringan di atmosfer akibat perubahan iklim yang disebabkan manusia meningkatkan hutan bisa berubah menjadi bahan bakar.
Baca juga: Iklim Bumi yang Kian Rancu
Faktor pendorong ini bertanggung jawab atas lebih dari separuh penurunan kadar air pepohonan di hutan AS bagian barat dari tahun 1979 hingga 2015, dan peningkatan dua kali lipat luas lahan yang terbakar akibat kebakaran hutan selama periode 1984–2015.
Di sebagian besar wilayah AS bagian barat, proyeksi menunjukkan bahwa peningkatan suhu rata-rata tahunan sebesar 1 derajat celsius akan meningkatkan median area terbakar per tahun sebesar 600 persen di beberapa jenis hutan.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dalam ”Spreading like Wildfire: The Rising Threat of Extraordinary Landscape Fires” pada Maret 2022 telah memperingatkan agar masyarakat global bersiap menghadapi kebakaran hutan yang bakal meningkat tajam dalam beberapa dekade mendatang sebagai konsekuensi dari pemanasan global.
Dalam laporan ini, UNEP juga meminta negara-negara yang rentan mengalami kebakaran hutan, termasuk Indonesia dan Amerika Selatan, mengalokasikan dua pertiga anggaran penanganan kebakaran hutan untuk perencanaan, pencegahan, kesiapsiagaan, dan pemulihan serta sepertiga tersisa untuk tanggapan.
Laporan ini menyimpulkan, pada akhir abad ini, kemungkinan terjadi bencana kebakaran hutan akan meningkat dengan faktor 1,31 menjadi 1,57. Bahkan, di bawah skenario emisi terendah, kita kemungkinan akan melihat peningkatan yang signifikan dalam peristiwa kebakaran hutan.
Kebakaran hutan di Chile kali ini dan sederetan bencana serupa yang telah melanda berbagai negara adalah alarm bahaya bagi kita semua. Bumi yang terus memanas bisa mengubah hutan yang tersisa sebagai bahan bakar.
Di sisi lain, bencana kebakaran hutan dapat memperburuk perubahan iklim dengan menyumbang gas rumah kaca yang signifikan ke atmosfer, yang pada akhirnya menambah laju pemanasan global.