Risiko Tersambar Petir Saat Main Bola dan Pedoman 30/30
Tragedi sambaran petir saat permainan sepak bola sudah berulang terjadi sehingga banyak negara menerapkan Pedoman 30/30.
Seorang pria tewas tersambar petir saat bermain sepak bola di Stadion Siliwangi, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (10/2/2024). Tragedi sambaran petir saat permainan sepak bola sudah berulang terjadi.
Kondisi ini membuat banyak negara menerapkan Pedoman 30/30 untuk segera menghentikan pertandingan jika kondisi cuaca tidak mendukung. Namun, di Indonesia hal ini masih minim perhatian.
Rekaman video saat petir menyambar salah satu pemain di tengah pertandingan itu beredar luas di media sosial. Peristiwa itu terjadi dalam sebuah laga persahabatan pada pukul 15.00.
Salah satunya diunggah di akun X (Twitter) The Scariest Project atau @ScarietProject. Cuplikan video saat korban tersambar petir diikuti keterangan, ”Seorang pria asal Subang tewas tersambar petir,” tulis akun itu. Dalam ilustrasi suara disebutkan, sambaran petir terjadi saat belum hujan meski mulai mendung.
Tragedi ini sebenarnya telah berulang terjadi. Sebab, bermain sepak bola di lapangan terbuka termasuk aktivitas berisiko tinggi terkena sambaran petir.
Baca juga: Waspadai Sambaran Petir Saat Hujan Deras
Tahun lalu, seorang pemain sepak bola di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, juga tersambar petir saat bertanding di Stadion Letjend H Soedirman Bojonegoro pada Jumat (3/11/2023) pukul 14.30.
Peristiwa itu terjadi saat dua klub bertanding dalam kompetisi Piala Soeratin U15 Jawa Timur. Tiba-tiba turun hujan dengan intensitas lebat disertai angin dan petir, tetapi pertandingan terus dilanjutkan hingga petir menyambar salah seorang pemain.
Sebelumnya, seorang pria tewas tersambar petir saat bermain sepak bola dalam laga persahabatan di Desa Sukamanah, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, pada Sabtu (13/8/2022). Pada Rabu (8/6/2022), seorang pelajar meninggal diduga akibat terkena petir di lapangan sepak bola Kelurahan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
Di luar negeri, tragedi serupa kerap terjadi. Salah satu tragedi yang terkenal adalah saat petir menewaskan 11 anggota tim sepak bola Bena Tshadi dalam pertandingan di Republik Demokratik Kongo pada Oktober 1998.
Menurut laporan Kongo Press Agency, selain menewaskan 11 orang, 30 orang lainnya yang tengah berada di sekitar lapangan tersebut juga mengalami luka bakar.
Laporan John S. Jensenius, Jr, dari National Lightning Safety Council Amerika Serikat, menyebutkan, dari tahun 2006 hingga 2019 sebanyak 418 orang tersambar petir dan tewas di negara itu. Hampir dua pertiga kematian terjadi pada orang-orang yang beraktivitas di luar ruangan, termasuk berolahraga.
Laporan di Australia juga menyebutkan, petir telah membunuh 5-10 orang dan melukai 100 orang tiap tahun. Sebanyak 25 persen orang yang meninggal karena sambaran petir ini tengah berolahraga di luar ruangan.
Peneliti iklim di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Siswanto menjelaskan, petir bisa terjadi karena ada penumpukan tegangan antara tanah dan awan atau awan dengan awan. Potensial tegangan ini berusaha mencari jalan untuk menetralisasi tegangan tersebut.
”Ini merupakan proses stokastik atau acak di mana muatan dipol di udara sejajar seperti magnet kecil, positif ke negatif ke positif dalam jalur zig-zag yang memberikan bentuk karakteristik petir. Ketika dua muatan yang berbeda itu membuat jalur dari tanah ke awan, terjadi penjalaran arus listrik,” tuturnya, Senin (12/2/2024).
Baca juga: Merekam Petir pada Musim Hujan
Jalur terpendek dari awan menuju tanah juga cenderung dibantu oleh obyek konduktor tertinggi di suatu daerah atau bidang datar, termasuk orang yang sedang berdiri di atas lapangan. ”Benda bulat, seperti kepala kita, punya potensi memusatkan muatan,” ujarnya.
Di rumah atau bangunan yang diberi benda runcing di atasnya bisa menjadi konduktor petir atau penangkal petir yang berfungsi meratakan potensi tegangan sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya sambaran. Jika hal itu gagal dan terjadi sambaran, akan tersedia jalur langsung konduktansi tinggi ke tanah yang mengarahkan tumbukan secara relatif aman tanpa merusak bangunan.
”Bagi seseorang yang berdiri di tempat terbuka, itu akan bisa jadi target sambaran petir karena posisinya lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya,” kata Siswanto.
Bahkan, tanpa ada risiko sambaran langsung, beda potensial listrik dari dalam tanah bisa mengalir ke atas dari satu kaki dan turun melalui kaki lainnya. ”Itu mengapa sangat berbahaya berdiri di tanah lapang pada saat terjadi awan yang disertai dengan petir, terlebih ketika hujan sudah turun karena meningkatnya konduktansi oleh kondisi basah,” kata Siswanto.
Pedoman 30/30
Tingginya risiko sambaran petir saat bermain sepak bola membuat The Federation Internationale de Football (FIFA) memiliki peraturan tentang petir. Wasit sepak bola berwenang menghentikan pertandingan segera jika kondisi cuaca tidak mendukung.
Untuk memitigasi risiko sambaran petir ini, sejumlah asosiasi sepak bola di luar negeri, termasuk di Australia, menerapkan Pedoman 30/30. Pedoman tersebut mengacu pada Standar Petir Australia (AS1768-2007) yang diterbitkan pada 10 Januari 2007 (Lightning Standard).
Bagi seseorang yang berdiri di tempat terbuka, itu akan bisa jadi target sambaran petir karena posisinya lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya.
Pedoman yang bisa diakses di www.footballnsw.com.au ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama membahas tentang kapan peserta harus menghentikan aktivitas di luar ruangan dan mencari perlindungan di bawah naungan yang sesuai. Bagian kedua membahas kapan waktu aman kembali kegiatan di luar ruangan.
Apabila petir terlihat, hitung waktu hingga terdengar guntur. Jika waktu tersebut 30 detik atau kurang, badai petir diperkirakan berada dalam jarak 10 km dan masuk kategori berbahaya sehingga pertandingan harus segera dihentikan.
Sebagian besar ahli percaya bahwa jarak aman dari sambaran petir tidak kurang dari 10 kilometer sehingga semua orang yang berisiko harus segera mencari perlindungan. Jangan mencari perlindungan di bawah pohon atau sekelompok pohon di tempat terbuka atau di bangunan terbuka kecil.
Jika mendung atau hujan sudah menghilang dan situasi dianggap aman untuk melanjutkan aktivitas, kita harus menunggu minimal 30 menit setelah suara guntur terakhir terdengar sebelum melanjutkan ke luar tempat perlindungan menuju lapangan.
Mitigasi risiko
Pada musim hujan seperti sekarang, risiko bermain sepak bola di ruang terbuka amat berisiko. Bahkan, sambaran petir bisa terjadi sebelum hujan seperti tragedi di Stadion Siliwangi pekan lalu. ”Intensitas dan frekuensi petir terkait erat perkembangan jumlah muatan listrik seiring pertumbuhan awan,” kata Siswanto.
Jenis awan yang paling sering disertai petir atau kilat adalah kumulonimbus (Cb) dan kumulus (Cu). Tanda awan dari dua awan ini adalah bentuknya seperti gumpalan kapas yang berkembang cepat atau tiba-tiba.
Awan Cb yang menuju fase matang ialah yang menjulang tinggi dan berubah menjadi warna gelap kelabu dengan peningkatan embusan angin dan hawa dingin di bawah awan ini. ”Masyarakat perlu mewaspadai apabila berada di sekitar atau di bawah awan ini untuk segera melakukan tindakan mitigatif,” katanya.
Sesuai prinsip 30/30, saat melihat kilat dan jarak dengan suara guntur kurang dari 30 detik, segeralah mencari tempat perlindungan. Tempat perlindungan yang baik termasuk gedung atau struktur berat dengan atap dan dinding yang solid. Hindari tempat terbuka, seperti lapangan atau perairan.
”Apabila berada di luar dan tidak ada tempat perlindungan, kendaraan bermotor yang tertutup, seperti mobil, dapat memberikan perlindungan yang lebih baik daripada berada di luar,” ungkapnya.
Siswanto juga mengatakan, selama berlindung dari badai petir, sebaiknya menghindari benda logam besar, seperti payung, tongkat golf, atau sepeda motor, karena benda-benda ini dapat menjadi konduktor listrik dan meningkatkan risiko tersambar petir.
Selain itu, dia juga menyarankan agar kita menjauhi air dan tempat-tempat basah selama badai petir. Air dan benda basah dapat meningkatkan konduktivitas listrik dan meningkatkan risiko tersambar petir.
Menurut Siswanto, dengan tingginya kerawanan pemain sepak bola dari ancaman tersambar petir, seharusnya Indonesia memiliki pedoman ini. ”PSSI seharusnya punya pedoman untuk risiko petir dan mereka bisa meminta informasi BMKG terkait prakiraan cuaca dan potensi hujan disertai petir,” katanya.