Pemerintah Indonesia harus mendorong pasal soal puntung rokok masuk dalam perjanjian internasional tentang plastik.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Timbulan sampah puntung rokok belum menjadi perhatian dalam pemilahan sampah. Padahal, jumlahnya yang sangat besar bisa menyebabkan kerusakan lingkungan. Pemerintah dan masyarakat perlu memitigasi persoalan ini demi menyelamatkan lingkungan, terutama sumber daya air.
Laporan United Nations Development Programme tahun 2017 menunjukkan, sebanyak 4,5 triliun puntung rokok atau setara dengan 766 juta ton sampah beracun berakhir di lautan di seluruh dunia. Di Indonesia, konsumsi tembakau yang mencapai 322 miliar batang pada 2020 menghasilkan sekitar 107,3 ton sampah puntung rokok.
Penelitian Muhammad Reza Cordova dari Pusat Penelitian Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2018-2019 juga menemukan bahwa puntung rokok adalah sumber sampah tertinggi kedelapan di 18 pantai Indonesia dengan proporsi 6,47 persen. Dengan demikian, rokok tidak hanya membunuh konsumennya, tetapi juga merusak lingkungan hidup.
Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mendorong pemerintah untuk memperhatikan permasalahan penanganan sampah puntung rokok ini. Apalagi, Indonesia sudah berkomitmen dan terlibat aktif dalam pembentukan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum untuk mengakhiri polusi plastik.
”Puntung rokok melepas zat kimia berbahaya dan mikro plastik yang membahayakan ekosistem laut. Majelis Lingkungan Hidup PBB menargetkan perjanjian internasional ini dapat diselesaikan pada 2024,” kata Lisda, Rabu (21/2/2024).
Di tingkat global, masalah puntung rokok sudah menjadi perhatian karena berdampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Sejak Februari 2022, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Environment Programme) bersama Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO FCTC) meluncurkan kampanye untuk meningkatkan kesadaran dan aksi dampak mikroplastik pada filter rokok terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
Kampanye ini dilaksanakan melalui UNEP’s Clean Seas Campaign (Kampanye Laut Bersih) yang merupakan koalisi global yang terdiri dari 63 negara dengan tujuan mengakhiri polusi plastik laut. Indonesia tergabung dalam kampanye ini dengan target mengurangi sampah plastik di 25 kota pesisir dan mengurangi sampah laut sebesar 70 persen pada tahun 2025.
Pemerintah Indonesia harus mendorong pasal soal puntung rokok masuk dalam perjanjian internasional tentang plastik.
Pendiri Senior Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, menambahkan, puntung rokok yang dibuang mengeluarkan bahan kimia dan logam berat dalam kadar tinggi yang mudah mencemari tanah dan air, serta membunuh mikroorganisme dan hewan air. Dalam satu filter rokok terkandung 12.000 sampai 15.000 helai selulosa asetat dan melepaskan sekitar 100 serat selulosa asetat setiap hari ketika dibuang sebagai puntung rokok. Sampah seperti ini memerlukan waktu 10 tahun untuk terurai.
”Filter rokok yang diisap dapat melepaskan hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH), nikotin, xilena (BTEX), dan logam berat dapat terakumulasi dalam jaringan biota perairan,” kata Yuyun.
Dia menegaskan, pasal tentang puntung rokok harus masuk dalam proses negosiasi perjanjian internasional tentang plastik. Komite Negosiasi antarnegara yang ketiga (INC-3) sudah berlangsung di Nairobi, Kenya, pada 13-20 November 2023. Pemerintah Indonesia didorong untuk mendukung pasal ini dibahas pada INC-4.
Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rofie Al Hanif menjelaskan, pemerintah akan terus berupaya memenuhi target tersebut. Sejauh ini, dari tahun 2018 sampai akhir 2022, Indonesia sudah mengurangi sekitar 35 persen kebocoran sampah plastik ke laut.
”Puntung rokok merupakan salah satu jenis sampah yang banyak ditemukan di sungai dan laut akibat dibuang sembarangan dan belum dapat dikelola dengan baik. Sudah barang tentu sampah puntung rokok yang bocor ke laut membahayakan ekosistem laut,” kata Rofie.