Selidiki Kasus Anak Perempuan yang Dibuang di Tol Ancol
Sosialisasi tentang perdagangan orang harus gencar dilakukan agar masyarakat tidak menjadi korban jaringan mafia TPPO.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus perdagangan orang dalam berbagai modus terus terjadi. Beberapa hari lalu di sejumlah media daring terungkap seorang anak perempuan berusia 14 tahun dari Sumatera Barat yang dibuang di pinggir jalan tol di daerah Ancol, Jakarta Utara. Anak tersebut merupakan salah satu dari puluhan perempuan asal Sumatera Barat yang diduga menjadi korban perdagangan orang.
Terungkapnya kasus tersebut berawal dari pengakuan pedagang kopi yang mangkal di dekat pintu Tol Ancol Timur pada Rabu (21/2/2024). Ia menceritakan, pada awal Januari 2024 dia menemukan seorang anak perempuan berinisial S di dekat Tol Ancol Timur. Anak tersebut kemudian ditolong dan dirawatnya.
Informasi sementara yang diperoleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi DKI Jakarta, anak tersebut dibawa dari Sumatera Barat (Sumbar) dan diturunkan di pinggir jalan, tepatnya di bawah kolong Tol Ancol.
Hingga kini, pihak UPTD PPA masih menggali informasi dari anak tersebut. Sejauh ini, dari pengakuan korban, dirinya bersama lebih dari 30 anak perempuan sebayanya berasal dari luar kota Padang.
Awalnya, ia diajak oleh temannya dan dijanjikan bekerja di Padang. Namun, ternyata mereka langsung dibawa ke Jakarta. Tapi, saat tiba di Jakarta, hanya anak tersebut yang diturunkan di pinggir jalan tol.
Pelaksana Harian Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Rini Handayani, Jumat (23/2/2024), menyatakan, temuan anak perempuan yang telantar di dekat Tol Ancol perlu diselidiki lebih lanjut. Karena itu, kepolisian diminta segera menyelidiki kasus tersebut. Selain S, anak-anak lain juga harus segera diselamatkan.
Jika benar ada dugaan perdagangan orang, kasus tersebut harus segera ditangani kepolisian. Apalagi diduga korbannya berjumlah puluhan.
”Kami meminta kepolisian mengungkap kasus ini sampai tuntas. Anak-anak itu berasal dari mana di Sumbar? Bagaimana mereka bisa sampai ke Jakarta? Lalu, apa keluarganya tahu, dan lain-lain,” kata Rini.
Rainy Hutabarat, Komisioner Komisi Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), menyatakan, dari informasi yang digali, diduga korban tidak hanya satu orang. Oleh karena itu, pihak kepolisian, meskipun belum menerima pengaduan langsung dari korban atau keluarganya, diharapkan segera menindaklanjuti dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tersebut.
”Komnas Perempuan mendorong kepolisian untuk menyelidiki kemungkinan adanya sindikat perdagangan anak perempuan dan menyelidiki nasib puluhan anak perempuan lain yang diduga menjadi korban,” ujar Rainy.
Setelah terungkapnya kasus tersebut, Kepolisian Sumatera Barat, kepada sejumlah media, Kamis (22/2/2024), menyatakan akan segera menyelidiki kasus tersebut.
Menurut catatan Kompas, praktik perdagangan orang dengan modus pemberian pekerjaan di suatu daerah ataupun di luar negeri, hingga kini masih marak dilakukan. Tahun lalu, pertengahan Agustus 2023, Kompas mengawal pengungkapan kasus dugaan TPPO dengan korban 18 perempuan dari Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat.
Modusnya, mereka mendapat tawaran bekerja di Singapura dengan gaji tinggi. Sebelum dibawa ke Singapura, mereka dikirim ke Jakarta dan dikurung di sebuah rumah di wilayah Tangerang untuk mengurus paspor dan visa.
Setelah itu, menurut rencana, mereka akan diselundupkan melalui Pelabuhan Batam. Namun, sebelum diberangkatkan ke Batam, beberapa korban menyadari bahwa mereka tidak berangkat melalui jalur resmi/ilegal, dan mengabarkan kepada keluarga untuk menyelamatkan mereka.
Informasi tersebut sampai kepada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Para perempuan tersebut akhirnya diselamatkan petugas BP2MI dan tim kepolisian, dan dipulangkan ke daerah masing-masing.
Tak hanya di dalam negeri, praktik perdagangan orang juga terjadi di kota-kota besar. Modusnya, para korban umumnya anak perempuan dan perempuan dewasa biasanya direkrut jaringan mafia perdagangan orang, ditawari bekerja dengan gaji tinggi di kota besar seperti Jakarta, Batam, bahkan Papua. Kenyataannya, mereka bekerja di kafe, menjadi pekerja seks komersial, atau bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan janji.