Tim dosen dari IPB University mengembangkan teknologi Simon Air untuk memantau kualitas air bagi pembudidaya ikan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Kualitas air sangat penting dalam proses budidaya ikan. Pengelolaan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan hidup ikan dapat menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Dengan demikian, pengelolaan kualitas air ini menjadi salah satu aspek yang menentukan keberhasilan budidaya ikan.
Seiring waktu dalam usaha budidaya, kualitas air yang menjadi media hidup ikan pasti akan mengalami penurunan. Penyebab penurunan kualitas air ini antara lain akumulasi sisa pakan, bahan organik, senyawa fosfat, dan nitrogen toksik karena rendahnya kecepatan pergantian air.
Meski demikian, masih banyak petani atau pembudidaya ikan belum sepenuhnya dapat menjaga kualitas air sesuai standar. Akibatnya, tidak sedikit para pembudidaya yang merugi karena produksi ataupun pertumbuhan ikan yang tidak optimal.
Selain itu, masih banyak juga pembudidaya yang kesulitan memantau kualitas air dalam proses budidaya ikan. Hal ini karena tidak banyak alat atau teknologi yang bisa mengelola sekaligus membaca parameter kualitas air dengan data secara berkala.
Kondisi tersebut melatarbelakangi dosen dan peneliti dari IPB University mengembangkan Sistem Monitoring Kualitas Air atau Simon Air. Teknologi ini dikembangkan oleh tim dosen dari Program Studi Teknologi dan Manajemen Pembenihan Ikan serta Program Studi Teknologi Rekayasa Komputer, Sekolah Vokasi IPB University.
Secara umum, Simon Air merupakan sistem dengan teknologi internet of thing (IoT) yang membantu pembudidaya ikan memantau kualitas air secara real time dan jarak jauh selama terhubung dengan internet. Dengan pemantauan ini, proses budidaya ikan dapat dikontrol dengan baik.
Dosen Program Studi Teknologi Rekayasa Komputer Sekolah Vokasi IPB University Walidatush Sholihah yang turut mengembangkan teknologi ini menyampaikan, sama seperti manusia dan makhluk hidup pada umumnya, ikan juga memerlukan lingkungan yang layak, sehat, dan ideal agar bisa tumbuh berkembang dengan baik.
”Dalam proses budidaya ikan ini terdapat semacam standar agar ikan-ikan dapat tumbuh dengan baik. Jadi, dari situlah ide awal dikembangkannya Simon Air. Sebab, ketika lingkungan hidupnya baik, produktivitas ikan akan meningkat entah dari sisi berat badan, bentuk, ataupun warna,” ujarnya dalam wawancara secara virtual, Sabtu (24/2/2024).
Meskipun skalanya kecil, kami sudah mengajukan paten untuk alat ini.
Peta jalan penelitian dan pengembangan Simon Air pertama kali dilakukan pada tahun 2020 yang dimulai dengan kegiatan eksplorasi karakteristik air untuk budidaya ikan. Kemudian, pada 2021, tim mulai melakukan desain prototipe alat untuk mengukur kualitas air.
Setelah itu, tim mulai mengembangkan alat ukur atau parameter kualitas air dan melakukan uji perlakuan pada jenis ikan arwana sejak tahun 2022 sampai sekarang. Adapun enam parameter kualitas air yang dapat dibaca oleh Simon Air meliputi total dissolved solids(TDS), total suspended solids(TSS), salinitas, amonia, derajat keasaman (pH), dan suhu.
”Untuk mengukur kualitas air minum, sebenarnya ada sembilan parameter sesuai standar nasional. Namun, untuk kualitas air dalam proses budidaya ikan, hanya memerlukan enam parameter tersebut. Jadi, alat ini bisa mengukur parameter tersebut tanpa harus membawa sampel air ke laboratorium yang membutuhkan waktu dan biaya,” tutur Walidatush.
Komponen
Sistem dalam Simon Air terdiri atas dua bagian, yakni perangkat keras atau hardware penyusun dan perangkat lunak berupa aplikasi situs web (website). Teknologi ini dibekali lima sensor yang digunakan untuk mengukur parameter kualitas air, yakni sensor kekeruhan, sensor pH, sensor MQ137, sensor suhu, sensor TDS, dan sensor salinitas.
Semua sensor tersebut ditempatkan pada sebuah kotak dengan dimensi 12 sentimeter x 11 cm x 12 cm. Kotak Simon Air dicetak menggunakan printer tiga dimensi (3D) berbahan filamen sehingga kedap air dengan kebutuhan daya arus listrik sebesar 12 volt.
”Simon Air memiliki lima sensor, tetapi bisa membaca enam parameter. Jadi, ada satu sensor yang membaca dua nilai parameter. Output-nya dibuat dengan sederhana sehingga kualitas air akan terbaca baik apa buruk. Kami juga melakukan pengujian alat ini,” kata Walidatush.
Guna mengukur sejumlah parameter, terdapat beberapa sensor dalam Simon Air yang tidak harus menyentuh air secara langsung. Sensor yang tidak bersentuhan dengan air yakni sensor amonia. Sebab, sensor ini hanya membaca kadar amonia yang mengambang atau berada di atas air. Sementara posisi empat sensor lainnya diletakkan di dalam air.
Simon Air kemudian akan mengukur kualitas air secara real time atau tepatnya setiap 3 detik. Data pengukuran kualitas air dialirkan ke dalam situs web lewat internet. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan, akurasi Simon Air mencapai lebih dari 80 persen.
”Tahun 2023, proses di dalam Simon Air kami kaitkan dengan menggunakan algoritma machine learning untuk menambah akurasi. Ini memungkinkan untuk memantau dari jarak jauh karena datanya dialirkan melalui internet. Akan tetapi, memang diperlukan jangkauan jaringan internet di tempat budidaya ikan tersebut,” ucapnya.
Cara penggunaan
Dosen Program Studi Teknologi dan Manajemen Pembenihan Ikan Sekolah Vokasi IPB University Andri Hedriana menjelaskan, cara penggunaan Simon Air cukup mudah dan sederhana dengan cara menempelkannya di kolam atau bibir akuarium. Setelah itu, nilai-nilai parameter kualitas air akan langsung muncul di layar Simon Air.
Pembudidaya juga bisa melihat hasil pembacaan parameter kualitas air melalui situs internet simonair.my.id.Pembudidaya dapat langsung menuju lokasi kolam atau akuarium untuk mengganti air jika status yang terbaca oleh Simon Air menunjukkan kualitas air buruk.
Andri menegaskan, Simon Air tidak hanya bisa digunakan untuk pembudidaya ikan skala besar dan kecil, tetapi juga para pehobi ikan hias. Dengan menggunakan Simon Air, para pehobi bisa tetap memantau dan menganalisis tren kualitas air di akuarium melalui komputer ataupun ponsel meskipun tengah berada di luar kota.
Ke depan, Simon Air akan terus dilakukan pengembangan, seperti penambahan beberapa parameter kualitas air, termasuk untuk aspek fisika, kimia, dan biologi. Nantinya, tim juga berencana mengembangkan aplikasi ponsel pintar sehingga data kualitas air dari Simon Air dapat langsung diakses dan dibaca di dalam aplikasi tersebut.
”Meskipun skalanya kecil, kami sudah mengajukan paten untuk alat ini. Kami juga ingin mengembangkan dan mendesain wadah alat ini agar tahan air sehingga bisa digunakan di area luar ruangan,” ucap Andri.
Saat ini, Simon Air masih dalam proses pengembangan dan sejumlah uji coba serta penggunaan secara terbatas. Uji coba dilakukan untuk jenis ikan konsumsi dan ikan hias, yakni nila dan arwana. Adapun proses produksi massal dan komersialisasi ditargetkan dapat dilakukan pada tahun 2026 melalui kerja sama dengan mitra atau pihak swasta.