Jalan Kurikulum Merdeka Menjadi Kurikulum Nasional yang Baru
Kurikulum Merdeka disiapkan menjadi kurikulum nasional untuk mewujudkan transformasi pendidikan berkualitas.
Ganti menteri ganti kurikulum seakan jadi pemeo yang lazim terlontar di negeri ini. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di pengujung masa jabatannya siap meluncurkan kurikulum nasional baru yang dinamakan Kurikulum Merdeka pada tahun 2024 ini.
Namun, anggapan ganti menteri ganti kurikulum seakan demi kepentingan politis terus ditepis. Kurikulum nasional memang wajar berganti. Apalagi, ada kebutuhan mendesak karena selama puluhan tahun, Indonesia mengalami krisis pembelajaran akut yang belum teratasi optimal. Berbagai strategi ditawarkan dan dijalankan, termasuk pergantian kurikulum.
Di bawah naungan kebijakan Merdeka Belajar yang ingin membebaskan dan memerdekakan sekolah dan pendidik dari belenggu-belenggu birokrasi atau sekadar melayani kepentingan pemerintah, Kurikulum Merdeka disiapkan dengan pendekatan memberikan pilihan secara sukarela. Tiap satuan pendidikan bisa memilih sesuai kesiapan demi menghindari kegaduhan.
”Kekuatan dari pilihan, memberikan kebebasan pada sekolah untuk memilih dan mencoba kurikulum baru, ternyata jauh lebih cepat diterima daripada kami memaksakannya,” kata Nadiem di webinar ”Silaturahmi Merdeka Belajar Edisi Spesial: Hasil PISA dan Transformasi Pendidikan di Indonesia”, awal Februari 2024.
Baca juga: Transisi Kurikulum 2013 Menjadi Kurikulum Merdeka Tidak Memaksa Sekolah
Meskipun belum diresmikan menjadi kurikulum nasional baru, di tahun ajaran 2023/2024, diklaim sekitar 80 persen sekolah sudah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dengan beragam tingkat kesiapan. Ada yang masih menerapkan prinsip-prinsipnya saja sambil tetap menggunakan Kurikulum 2013, ada yang sudah menggunakan prinsip dan struktur Kurikulum Merdeka, bahkan ada yang sudah mampu mandiri mengembangkan sampai kurikulum operasional di sekolah masing-masing dengan mengacu pada Kurikulum Merdeka.
Di masa kepemimpinan Nadiem, sekolah punya opsi menjalankan Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, atau Kurikulum Prototipe yang bermula di sekolah penggerak. Hal ini awalnya tertutup, bahkan ada ketentuan tidak boleh menyebarluaskan materi-materi terkait kurikulum sekolah penggerak kepada publik. Lalu, Kurikulum Prototipe diperluas sebagai opsi bagi sekolah-sekolah nonpenggerak dengan cara mendaftar terlebih dahulu, sampai akhirnya diberi nama menjadi Kurikulum Merdeka.
Meskipun belum resmi, rasa sebagai kurikulum nasional sudah ada. Penggunaannya masif dengan pemanfaatan teknologi digital guna menyiapkan guru dan sekolah dalam implementasinya. Pengakuan rencana Kemendikbudristek menyiapkan kurikulum nasional baru mulai diungkap kepada publik setelah peluncuran Merdeka Belajar Episode 15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar pada Februari 2022.
Pendekatan berbeda
Pendekatan lain yang berbeda dengan memberikan pilihan atau kebebasan bagi sekolah dalam menjalankan kurikulum membawa tradisi baru. Tradisi perubahan kurikulum nasional ala Nadiem memang tidak seperti di masa lalu.
Wacana perubahan kurikulum nasional biasanya sudah diembuskan pemerintah untuk mendapatkan respons publik. Namun, perubahan penyiapan Kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional ditempuh melalui ”jalan sunyi” dengan melemparkan pilihan kepada pengguna, mau menggunakan atau tidak.
Adalah pandemi Covid-19 pada tahun 2020 yang membuat sekolah-sekolah terpaksa ditutup total demi menghindari penyebaran virus korona. Pembelajaran secara daring dijalankan, termasuk dengan memberikan bantuan alat-alat teknologi digital ke sekolah dan kuota internet bagi pendidik dan peserta didik. Namun, kehilangan pembelajaran (learning loss) tetap terjadi.
Ketika Permendikbudristek tentang Kurikulum Merdeka berlaku, satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dapat menerapkan Kurikulum 2013 sampai dengan paling lama tahun ajaran 2025/2026.
Kondisi ini membuat Nadiem dan tim bergegas untuk mencegah krisis pembelajaran tambah buruk. Dikeluarkannya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus mengenalkan satuan pendidikan pada opsi Kurikulum Darurat, selain kurikulum nasional saat itu, yakni Kurikulum 2013.
Pemberlakuan Kurikulum Darurat tidak diwajibkan, tetapi diserahkan pada keputusan sekolah. Kurikulum ini pada dasarnya Kurikulum 2013 yang disederhanakan dengan fokus pada materi esensial sehingga learning loss tidak parah akibat penutupan sekolah di masa pandemi. Meskipun opsi ini sebenarnya membantu sekolah, hanya 31,5 persen yang menggunakan.
Berangkat dari keluhan pada muatan Kurikulum 2013 yang dinilai fokus pada penuntasan materi, pemberlakuan Kurikulum Darurat juga ditempuh sebagai pijakan awal untuk menuju perubahan kurikulum. Sekolah dengan Kurikulum 2013 penuh mengalami learning loss lima bulan, Adapun yang menggunakan Kurikulum Darurat hanya mengalami learning loss satu bulan.
”Ini membuktikan bahwa kebanyakan materi yang selalu dititipkan dalam kurikulum tidak ada dampak untuk kualitas pembelajaran. Makin ringkas, justru pendalaman pembelajaran terjadi,” kata Nadiem.
Ketika yakin model Kurikulum Darurat mampu membawa perubahan pada hasil belajar yang diharapkan, pada tahun 2021 disiapkan Kurikulum Prototipe. Kurikulum Prototipe hanya dilaksanakan di 2.500-3.500 sekolah penggerak/SMK pusat keunggulan. Tujuan pembelajaran di semua jenjang pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi dirumuskan dalam Profil Pelajar Pancasila.
Ada sejumlah perbaikan di Kurikulum Prototipe. Hal itu, antara lain, ditandai dengan adanya 20-30 persen jam pembelajaran dalam satu tahun untuk mengerjakan proyek dalam kelompok guna mengatasi masalah nyata di sekitar.
Baca juga: Kelayakan Kurikulum Merdeka Jadi Kurikulum Nasional Dikritisi
Dalam kunjungan ke Redaksi Kompas beberapa waktu lalu, Nadiem mengatakan, pendekatan dalam mendesain kurikulum pun diubah bukan lagi dari hasil pemikiran akademisi yang dipaksakan diberlakukan pada semua sekolah. Kini, prosesnya memakai pendekatan kurikulum dari guru dan untuk guru dengan menguji coba, mengevaluasi, dan memperbaiki. Proses ini membuat para guru dan sekolah yang akan melaksanakan kurikulum merasa senang dan cocok.
Kesiapan Kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional baru untuk menggantikan Kurikulum 2013 menguat dengan digelarnya uji publik Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) tentang Kurikulum Merdeka oleh Badan Standar Kurikulum, Asesmen, dan Penilaian Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek. Namun, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, di Jakarta, Selasa (20/2/2024), menyayangkan materi yang diberikan saat uji publik berlangsung hanya berupa hard copy. Sosialisasi ini disambut banyak masukan dari para pemangku kepentingan yang diundang.
Sebelumnya, Kepala BSKAP Anindito Aditomo menjelaskan, permendikbudristek yang sedang dirancang merupakan bagian dari pengembangan dan penerapan Kurikulum Merdeka secara bertahap menjadi kurikulum nasional pada 2024. Pergantian kurikulum semestinya dipandang hanya cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran bagi semua murid.
”Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberi fleksibilitas bagi pendidik dan satuan pendidikan untuk menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa peserta didik agar menjadi pembelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila,” kata Anindito.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Zulfikri Anas mengatakan, ketika Permendikbudristek tentang Kurikulum Merdeka berlaku, satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dapat menerapkan Kurikulum 2013 sampai dengan paling lama tahun ajaran 2025/2026. Pemerintah masih memberikan waktu bagi satuan pendidikan untuk melakukan transisi. Selain itu, satuan pendidikan diberi keleluasaan menerapkan Kurikulum Merdeka secara bertahap mulai dari kelas I, IV, VII, dan X atau untuk semua kelas.
Baca juga: Kesiapan Implementasi Kurikulum Merdeka Masih Beragam
Nadiem meyakini, transformasi pendidikan Merdeka Belajar yang salah satunya diwujudkan dengan Kurikulum Merdeka akan berkelanjutan. Sebab, pendekatannya bukan top-down, melainkan dari gerakan akar rumput.
”Kami menyiapkan pada dampak dan berfokus pada hal yang susah diputarbalikkan,” ujarnya.
Menurut dia, jika Kurikulum Merdeka sudah diterima dan diimplementasikan di lebih dari 80 persen sekolah, serta membawa dampak pembelajaran yang fleksibel dan menyenangkan bagi siswa, guru, sekolah, dan masyarakat, rasanya sulit untuk mundur kembali. Kurikulum Merdeka pun diyakini siap menjadi kurikulum nasional.