Bapak Ilmu Komunikasi Indonesia Alwi Dahlan Tutup Usia
Menteri Penerangan era Presiden Soeharto, M Alwi Dahlan, tutup usia.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — M Alwi Dahlan, Menteri Penerangan Kabinet Pembangunan VII di era Presiden Soeharto, meninggal pada usia 90 tahun di Jakarta, Rabu (20/3/2024) pukul 08.15. Almarhum akan dimakamkan di Sandiego Hills, Karawang, Jawa Barat.
Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia itu mengembangkan ilmu komunikasi karena meyakini komunikasi penting dalam berbagai hal, termasuk untuk mendukung pembangunan bangsa. Sumbangsihnya membuat dirinya dikenal sebagai pakar komunikasi Indonesia.
Almarhum Alwi yang merupakan doktor ilmu komunikasi pertama di Indonesia itu lahir pada 15 Mei 1933. Dia diakui menjadi sosok penting dalam pengembangan ilmu komunikasi di perguruan tinggi dengan menjadi pengajar di Universitas Indonesia dan sejumlah perguruan tinggi lainnya.
Almarhum disebut mampu membumikan ilmu komunikasi di Indonesia, terutama terkait pembangunan, lingkungan, dan teknologi informasi, melalui perspektif eklektik dan manusia sebagai sumber kunci. Perkembangan yang signifikan dalam pengembangan sejarah dan filosofi ilmu komunikasi.
Kepakarannya dalam komunikasi membuat dia diangkat Presiden Soeharto menjadi Menteri Penerangan meskipun dalam waktu singkat, yakni 14 Maret-21 Mei 1998. Dia menggantikan Menteri Penerangan R Hartono. Dia juga pernah menjabat Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7).
Bagi kami yang muda, almarhum jadi legenda dan spirit bahwa ilmu komunikasi kini tidak dipandang lagi sebelah mata.
Dalam kepemimpinannya di Departemen Penerangan, ketika itu, ia berjanji meneruskan hal yang dianggap baik yang dicanangkan Hartono, salah satunya membawa pemimpin redaksi suatu penerbitan pers yang dianggap bermasalah ke pengadilan. Keputusan itu justru demi menyelamatkan perusahaan pers dari ancaman pemberedelan.
Alwi Dahlan ketika itu menyatakan akan menghindari pembatalan atau pembekuan surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP). Ada sejumlah alternatif yang dapat ditempuh daripada mencabut SIUPP, yakni melalui jalur profesi (Dewan Kehormatan PWI) dan jalur hukum (perdata atau pidana).
Dia juga merupakan satu dari 36 menteri Kabinet Pembangunan VII yang ikut hadir pada acara pengunduran diri Presiden Soeharto dan pengambilan sumpah Wakil Presiden BJ Habibie menjadi presiden pada Kamis, 21 Mei 1998. Suasana jauh dari hiruk pikuk malahan hening dan sedikit tegang.
Akademisi dan praktisi
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (PP ISKI) Dadang Rahmat Hidayat mengatakan, almarhum Alwi Dahlan yang merupakan pendiri dan Ketua Dewan Pertimbangan ISKI pusat memiliki peran penting dalam memajukan ilmu komunikasi secara akademik dan praktis. ISKI menjadi wadah berhimpun para akademisi dan praktisi komunikasi di Indonesia.
”Beliau bapak komunikasi Indonesia karena berperan penting dalam pengembangan ilmu komunikasi di Tanah Air sehingga ilmu komunikasi kini diakui dan berkembang pesat. Dia mampu mengembangkan secara akademik dan juga membawa ke ranah praktis, terutama komunikasi dalam pemerintahan atau eksekutif,” kata Dadang yang juga Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Dadang mengingat pesan saat pelantikan periode kedua dirinya sebagai Ketua Umum PP ISKI pada 2022 agar para akademisi mengembangkan juga ilmu dan teori komunikasi dari perspektif Indonesia sebagai sumbangsih perkembangan ilmu komunikasi di dunia. Almarhum pun dengan senang hati berbagi pandangannya tentang tantangan pengembangan ilmu komunikasi di era teknologi digital meskipun terkadang mengalami kendala teknis saat menyampaikan pemaparan lewat Zoom.
”Bagi kami yang muda, almarhum jadi legenda dan spirit bahwa ilmu komunikasi kini tidak dipandang lagi sebelah mata,” ujar Dadang.
Saat menyampaikan stadium generale secara daring yang digelar FISIP Universitas Indonesia, Alwi mengatakan ada dua hal yang tidak luput dari kehidupan manusia, yakni bernapas dan berkomunikasi. ”Kalau diperhatikan, komunikasi penuh dengan permasalahan perspektif. Nah, perspektif ini tergantung kedalaman dan berubah-ubah tergantung waktu. Hal itu perlu dipahami. Masalahnya bahwa komunikasi tidak selalu terletak di tangan orang komunikasi. Soal perspektif ini penting dijadikan kuliah di program S-3 ilmu komunikasi. Karena perspektif itulah yang membentuk komunikasi,” papar Alwi.
Alwi mencontohkan, saat ada ancaman bahaya penyakit Covid-19, orang komunikasi atau instansi di komunikasi segera bereaksi mencari jalan supaya masyarakat mau menjaga diri dan mencegah penularan. ”Tetapi, ada lagi masalah lain, kita tidak hanya mempunyai perspektif tentang sesuatu. Tetapi, dalam praktik ilmu komunikasi, ada perspektif yang tidak ditimbang dalam. Setelah ada pemberitaan korban Covid-19, langsung datang dengan strategi yang dianggap bagus, apa-apa dinamakan hoaks,” kata Alwi.