Hati-hati Mengonsumsi Cuka Apel untuk Menurunkan Berat Badan
Cuka apel diklaim bisa membantu menurunkan berat badan. Namun, klaim ini belum didasari bukti ilmiah yang kuat.
Iklan cuka apel dari berbagai merek dan harga yang bervariasi bermunculan di media sosial dan lokapasar. Cuka apel diklaim mampu membantu menurunkan berat badan dan mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes tipe 2. Nyatanya, efektivitas atau klaim manfaat cuka apel itu belum didukung oleh riset yang kukuh.
Cuka sari apel alias apple cider vinegar (ACV) berasal dari buah apel yang diperas, disuling, dan kemudian difermentasi. Cuka apel yang dijual di pasaran ada yang sudah disaring sehingga terlihat sebagai cairan bening atau tidak disaring. Selain itu, cuka apel umumnya tidak dipasteurisasi, artinya produk pangan ini tidak dipanaskan dalam suhu tinggi untuk membunuh mikroorganisme merugikan di dalamnya.
Cuka apel yang tidak disaring umumnya terlihat keruh dan mengandung ampas yang membuatnya harus dikocok lebih dulu sebelum dikonsumsi. Materi yang dianggap sebagai ampas itu, menurut peneliti biomedis di Universitas Middlesex Inggris, Darshna Yagnik, di BBC Food, September 2023, adalah biang yang kaya akan kandungan aneka enzim, protein, dan bakteri baik yang bermanfaat bagi tubuh.
Rasa asam cuka apel berasal dari kandungan asam asetat, yaitu senyawa alami yang ada dalam semua jenis cuka. Dalam cuka apel, kandungan asam asetatnya bisa mencapai 5-6 persen.
Cara konsumsi cuka apel yang paling umum adalah dengan mencampur dengan air. Ada pula yang menambahkan madu untuk mengurasi rasa asamnya. Sebagian orang mengonsumsinya dengan mencampurkan cuka apel dengan sari lemon, chia seed, dan tentu tambahan air dan madu.
Di Barat, cuka apel juga digunakan untuk memberi rasa asam pada salad dan acar. Sebagian juga menambahkan cuka apel pada air teh untuk menambah cita rasa minuman. Di industri, cuka apel juga digunakan sebagai perasa permen karet atau juga dikemas sebagai suplemen kesehatan.
Cuka apel dilarang dikonsumsi langsung tanpa campuran air karena bisa mengiritasi tenggorokan dan lambung serta merusak enamel gigi. Namun, penambahan air untuk mengencerkan cuka apel tetap memiliki kelemahan karena ketidakjelaskan perbandingan komposisi antara air dan cuka apel. ”ACV bersifat sangat asam sehingga risiko memicu erosi enamel gigi dan memicu refluks tetap ada,” kata ahli gizi yang juga juru bicara Asosiasi Dietetik Inggris (BDA), Nichola Ludlam-Raine.
Penggunaan cuka untuk pengobatan sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu. Di tahun 420 sebelum Masehi, dokter Yunani kuno, Hippokrates, menggunakan cuka untuk mengobati luka. Sejak dulu, cuka dianggap sebagai antibiotik alami yang mampu membunuh bakteri dan jamur serta menurunkan peradangan.
Di era modern, manfaat cuka apel diklaim jauh lebih besar dari sekadar untuk antiperadangan. ACV diyakini mampu mengatasi gangguan pencernaan, memperbaiki metabolisme tubuh, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Cuka apel juga dianggap mampu menurunkan kadar gula darah, menurunkan kolesterol, membantu penurunan berat badan, serta membantu pemulihan sejumlah penyakit degeneratif.
Masalahnya, berbagai klaim manfaat cuka apel itu kurang didukung dengan riset yang kuat dengan jumlah responden yang memadai. ”Kita memerlukan jumlah sampel yang lebih besar untuk membuktikan manfaatnya dalam penurunan berat badan,” kata ahli gizi Inggris pendiri klinik gizi Rhitrition, Rhiannon Lambert, kepada BBC, 20 Maret 2024.
Baca juga: Di Balik Kesegaran Buah
Kurang bukti
Salah satu manfaat cuka apel yang dipromosikan secara meluas oleh industri akhir-akhir ini adalah cuka apel bisa membantu menurunkan berat badan. Proses ini terkadang disebut sebagai detoksifikasi dengan menggunakan cuka apel.
Berbeda dengan manfaat pengobatan yang sudah lama digaungkan, menurut Robert H Shmerling di Harvard Health Publishing, Sekolah Kedokteran Harvard, 15 juni 2023, klaim manfaat cuka apel untuk menurunkan berat badan baru muncul beberapa tahun terakhir.
Untuk menurunkan berat badan, sebagian besar orang mencampurkan 1-2 sendok cuka apel dengan air yang dikonsumsi sebelum makan. Namun, dosis cuka apel yang digunakan ini bervariasi, tidak ada standar baku. Mereka yang memiliki gangguan lambung, biasanya disarankan meminumnya setelah makan.
Studi pada tikus dan mencit yang mengalami obesitas menunjukkan asam asetat bisa mencegah penumpukan lemak dan meningkatkan metabolisme tubuh mereka. Adapun studi pada manusia yang dilakukan Tomoo Kondo dan rekan terhadap 175 responden dan dipublikasikan di jurnal Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry, 7 Agustus 2009, menunjukkan konsumsi cuka apel setiap hari selama tiga bulan bisa menurunkan berat badan 0,9-1,8 kilogram.
Mereka yang mengonsumsi cuka apel juga memiliki kadar trigliserida atau lemak dalam darah yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak meminum cuka apel. Kadar trigliserida yang lebih rendah dikaitkan dengan lebih kecilnya risiko mengalami serangan jantung atau peradangan pankreas.
Selain itu, studi kecil lain juga menunjukkan bahwa konsumsi cuka apel mampu meningkatkan rasa kenyang lebih cepat sehingga mampu menekan nafsu makan. Studi berbeda justru menunjukkan bahwa konsumsi cuka apel bisa memunculkan rasa mual. Namun, studi-studi ini tidak secara spesifik mempelajari dampak cuka apel saja.
Sementara studi Solaleh Sadat Khezri dan rekan di Journal of Functional Foods, April 2018 yang mengikuti diet terbatas kalori dengan cuka apel dan tanpa cuka apel selama 12 minggu menunjukkan mereka yang mengonsumsi cuka apel mengalami penurunan berat badan lebih banyak.
Shmerling menilai studi tentang manfaat cuka apel sangat terbatas. Karena itu, klaim bahwa cuka apel bisa menurunkan berat badan itu tidak meyakinan. Apalagi, penggemar cuka apel pun umumnya tidak memahami kapan waktu terbaik mengonsumsinya atau berapa banyak takaran cuka apel yang ideal untuk dikonsumsi setiap hari.
Berbagai studi yang membuktikan manfaat cuka apel itu umumnya dilakukan pada tikus dan mencit, belum uji yang lengkap pada manusia. Kalaupun ada studi pada manusia, jumlah responden yang dilibatkan dalam studi cenderung terbatas dan waktu studinya tidak terlalu panjang. Kondisi itu membuat klaim atas manfaat cuka apel harus disikapi secara hati-hati dan bijak.
Ludlam-Raine justru lebih menyarankan masyarakat untuk mengonsumsi buah apel secara langsung. Tindakan ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan serat dan antioksidan dalam tubuh, tetapi juga membantu memperbaiki bakteri usus.
Terbatasnya studi yang ada, lanjut Lambert, membuat mekanisme cuka apel dalam menurunkan berat badan belum dipahami secara utuh. Karena itu, dia mengelompokkan cuka apel sebagai ”bahan pangan kesehatan halo” alias health halo food, yaitu bahan pangan yang diklaim berlebihan hingga tampak lebih baik dibandingkan dengan bahan pangan lain. Bahan pangan lain yang termasuk dalam kelompok ini adalah superfood yang juga sempat populer beberapa tahun terakhir.
Di sisi lain, konsumsi cuka apel justru bisa menurunkan atau memperburuk kadar kalium dalam tubuh. Karena itu, mereka yang mengonsumsi obat-obatan diuretik untuk mengobati tekanan darah tinggi perlu hati-hati saat mengonsumsi cuka apel. Kewaspadaan serupa juga perlu dilakukan penderita diabetes karena cuka apel bisa mengubah kadar insulin.
Namun, rendahnya risiko mengonsumsi cuka apel membuat banyak orang mau mencoba metode diet ini meski tahu bukti yang mendukung klaim tersebut terbatas atau tidak kuat. Selain itu, banyaknya kesaksian manfaat mengonsumsi cuka apel yang beredar di internet juga belum diverifikasi melalui penelitian ilmiah yang independen.
”Alasan orang-orang mengonsumsi cuka apel umumnya hanya karena mereka mengira cuka apel memiliki manfaat kesehatan,” kata Lambert menambahkan.
Karena itu, orang-orang dengan kondisi kesehatan atau sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu perlu lebih hati-hati dalam mengonsumsi cuka apel. Mereka perlu berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter apakah konsumsi cuka apel yang akan mereka lalukan bisa memperburuk kesehatan mereka atau tidak.
Di tengah belum adanya bukti kuat terkait manfaat konsumsi cuka apel untuk penurunan berat badan, Ludlam-Raine justru lebih menyarankan masyarakat untuk mengonsumsi buah apel secara langsung. Tindakan ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan serat dan antioksidan dalam tubuh, tetapi juga membantu memperbaiki bakteri usus.
Kalaupun tetap ingin mengonsumsinya, konsumsi cuka apel sebagai saus salad bersama minyak zaitun dan lada hitam lebih disarankan daripada meminumnya dengan menambahkan cuka apel dengan air minum.
Baca juga: Konsumsi Buah Jangan Hanya Soal Selera
Jadi, hati-hati dengan janji-janji dan klaim manfaat produk pangan tertentu yang disampaikan oleh industri. Alih-alih mendapatkan manfaat kesehatan langsung, konsumsi cuka apel secara serampangan bukan hanya bisa menguras dompet, melainkan juga bisa memicu masalah kesehatan yang lain.