Unika Atma Jaya Akui Mahasiswanya Hadapi Permasalahan Saat Ikut ”Ferienjob”
Kampus mendapat sosialisasi program ”ferienjob” dari PT SHB pada Maret 2023.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pihak perguruan tinggi mengakui terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi mahasiswa ketika mengikuti program magang ferienjob di Jerman. Namun, terdapat juga mahasiswa yang mengikuti program tersebut dengan lancar. Ke depan, pihak kampus akan lebih selektif mengikutkan mahasiswanya dalam program ferienjob.
Salah satu perguruan tinggi yang mengirim mahasiswa untuk program ferienjob di Jerman ialah Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya, Jakarta. Ini merupakan pertama kalinya Unika mengirim mahasiswa untuk mengikuti ferienjob di Jerman. Tercatat Unika mengirimkan 26 mahasiswa dalam program tersebut selama tiga bulan sejak Oktober-Desember 2023.
Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya, Jakarta, Eko Widodo, menyampaikan, pihak Unika mendapat sosialisasi program ferienjob dari PT SHB pada Maret 2023. Unika akhirnya mengikuti ferienjob karena melihat kesuksesan program tersebut dari salah satu perguruan tinggi swasta ternama satu tahun sebelumnya.
Mengingat ini merupakan tenaga pengganti, jadi gajinya juga tidak boleh rendah.
”Saat presentasi dijelaskan keuntungan mengikuti program ini bagi mahasiswa, seperti mendapat gaji dan pengalaman kerja. Sementara untuk universitas, program ini disebut bisa mendukung program Kampus Merdeka dan membuka kesempatan kerja sama dengan perusahaan Jerman,” ujarnya ketika ditemui di Unika Atma Jaya, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Dalam presentasi tersebut juga dijelaskan tentang ferienjob di Jerman yang sudah dirancang untuk jangka waktu sepuluh tahun, yakni 2023-2033, dengan pemberangkatan di bulan Oktober-Desember. Program ini menargetkan 2.000 mahasiswa dari perguruan tinggi asal Indonesia yang direkognisi atau memiliki kerja sama dengan pihak di Jerman.
Ferienjob ini merupakan program kerja paruh waktu untuk mengisi kekurangan tenaga fisik di Jerman saat musim libur. Sejak awal, universitas telah mendapat sosialisasi bahwa ferienjob meliputi kerja-kerja fisik di perusahaan ternama, seperti mengemas dan mengantar paket, mencuci piring di rumah makan, atau menangani koper di bandara.
Menurut Eko, biaya pendaftaran ferienjob mencapai Rp 6 juta yang dibebankan kepada mahasiswa. Namun, biaya tersebut belum termasuk mengurus visa dan tiket pesawat. Jadi, mahasiswa dari luar Jakarta bisa mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk keperluan ini.
Selain itu, bagi mahasiswa yang tidak memiliki biaya, perusahaan juga bisa menalangi tiket ataupun berbagai pengeluaran lainnya selama di Jerman. Nantinya, perusahaan akan memotong gaji secara otomatis. Dari penghitungan pendapatan dan pengeluaran, diperkirakan mahasiswa akan menerima pendapatan bersih sekitar Rp 20 juta-Rp 30 juta.
”Aturan di Jerman, dalam ferienjob ini perusahaan tidak boleh mempekerjakan lebih dari waktu yang ditentukan selama 90 hari. Mengingat ini merupakan tenaga pengganti, jadi gajinya juga tidak boleh rendah. Gaji ini berkisar 13-15 euro per jam,” katanya.
Setelah mendapat sosialisasi tersebut, pihak Unika Atma Jaya kemudian membuka pendaftaran dan seleksi bagi mahasiswa untuk semua jurusan dan jenjang. Dari sekitar 70 pendaftar kemudian ditetapkan 26 mahasiswa yang diterima mengikuti program tersebut.
”Dari proses kami sebenarnya lancar. Untuk mahasiswa yang mengikuti program ini, kami menetapkan kriteria, seperti IPK dan bisa berbahasa inggris. Dari fakultas kami ada enam mahasiswa dan dua di antaranya memang sudah pernah ke Jerman,” kata Eko.
Kampus turut memantau
Selama mahasiswa mengikuti program ferienjob tersebut, Eko turut memantau dengan berkomunikasi secara langsung melalui pesan Whatsapp. Pada hari-hari pertama, beberapa mahasiswa mengakui menghadapi permasalahan, seperti belum mendapat penempatan kerja. Mereka pun merasa ditelantarkan tanpa ada kepastian selama beberapa hari.
”Ada mahasiswa Atma Jaya yang melihat dan melaporkan secara langsung bahwa masih ada sekitar 1.000 orang yang belum mendapat penempatan kerja. Seluruh biaya hidup mahasiswa yang telantar selama beberapa hari ini akhirnya ditanggung sendiri,” ucapnya.
Meski demikian, Eko menilai, pihak kepolisian terlalu terburu-buru menetapkan kasus ini sebagai tindak pidana perdagangan orang. Sebab, banyak mahasiswa yang mengikuti program ini dengan kontrak dan tidak sedikit juga dari mereka yang menerima pendapatan serta pengalaman kerja di negeri orang.
Fasaut, salah satu mahasiswa Unika Atma Jaya Jakarta yang turut mengikuti ferienjob tersebut, mengakui terdapat beberapa perbedaan saat sosialisasi dan sudah berada di tempat kerja secara langsung. Akan tetapi, ia masih memaklumi dan telah mempersiapkan diri bahwa ferienjob ini nantinya akan bekerja di sektor yang menguras fisik.
”Kami rata-rata ditempatkan di perusahaan ekspedisi sehingga setiap hari harus mengangkat ribuan paket, mulai dari yang ringan hingga 30 kilogram. Belum lagi biaya penginapan yang harganya diketok oleh perusahaan agensi Jerman. Jadi, kalo yang niat awalnya mau dapat uang pasti merasa tertipu mengikuti program ini,” ucapnya.
Sama halnya dengan Eko, Fasaut merasa program ini bukanlah sebuah tindak pidana perdagangan orang. Di sisi lain, ia menilai, ke depan seharusnya perusahaan Jerman tidak melibatkan mahasiswa dalam program ini.
”Akan lebih baik jika mereka langsung mencari angkatan kerja saja,” katanya.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Abdul Haris menegaskan bahwa kasus ferienjob ini jadi pembelajaran bagi perguruan tinggi dan kementerian agar lebih memperketat pengawasan dan kontrol dalam menjalankan MBKM. Pihaknya pun terus berupaya agar celah penyalahgunaan dapat ditutup sehingga tidak dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab (Kompas.id, 26/3/2024).