Mengenal Kepiting Tiga Warna yang Ditemukan di Kalbar
Peneliti dari BRIN menemukan kepiting tiga warna jenis baru bernama ”Lepidothelphusa menneri”.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Beberapa waktu lalu, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN menemukan kepiting tiga warna jenis baru. Kepiting dengan nama Lepidothelphusa menneri tersebut ditemukan di Gunung Kelam, Kalimantan Barat.
Penemuan kepiting tiga warna jenis baru telah dipublikasi pada jurnal Zootaxa Nomor 5397 Volume 2 pada 4 Januari 2024. Dalam literasi ilmiah telah tercatat bahwa kepiting dengan marga Lepidothelphusa sebelumnya pernah ditemukan pada 1920 di Sarawak, Malaysia. Penemuan kepiting tiga warna jenis baru dilakukan oleh BRIN dan tim dari National University of Singapore.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Daisy Wowor menuturkan, etimologi pemberian nama untuk kepiting tiga warna spesies baru ini diambil dari nama Jochen K Menner. Jochen merupakan orang yang pertama kali memberi tahu peneliti terkait keberadaan spesies baru tersebut di Kalimantan. Jochen pula yang memfasilitasi pengumpulan spesimen dengan penduduk di Sintang untuk tujuan penelitian.
Kepiting tiga warna jenis baru ini berukuran mini dengan kombinasi warna yang sangat unik. Bagian punggung atau karapasnya memiliki tekstur yang licin dengan pola tiga warna yang kontras.
Penemuan jenis baru membuka potensi baru dalam pemahaman kita akan keanekaragaman hayati.
Sepertiga dari bagian tubuhnya pada bagian kepala dan mata berwarna kuning cerah hingga oranye. Sementara bagian tengah tubuhnya berwarna coklat tua hingga hitam keunguan. Sepertiga bagian tubuh lainnya, yakni pada bagian belakang (posterior), berwarna pucat hingga biru cerah.
”Kepiting ini memiliki tubuh berukuran kecil sekitar 10 x 8,8 milimeter. Kepiting ini dapat dipastikan bukan jenis pemanjat. Untuk menemukannya perlu ketelitian karena kepiting ini hidup di tepi anak sungai yang dangkal dengan substrat kerikil dan batu,” kata Daisy dalam siaran pers yang terbit pada laman BRIN, awal Maret 2024.
Ia menambahkan, kepiting jenis baru ini juga cukup sulit ditemukan karena sangat suka bersembunyi di balik serasah daun dan akar. Kepiting ini memiliki keunikan lain yang dapat dilihat dari bentuk capitnya yang lebih besar sebelah.
Capit pada bagian kanan lebih kecil dibandingkan dengan capit pada bagian kiri. Kondisi capit yang lebih kecil pada bagian kiri bukan karena pernah terpotong, melainkan karena itu memang menjadi ciri khas morfologi dari Lepidothelphusa menneri.
Daisy menuturkan, sebelumnya, genus untuk kepiting Lepidothelphusa terbagi dalam enam spesies, yakni Lepidothelphusa cognetti, Lepidothelphusa flavochela, Lepidothelphusa limau, Lepidothelphusa lio, Lepidothelphusa padawan, dan Lepidothelphusa sangon. Keenam spesies itu berasal dari Sarawak bagian barat di wilayah Malaysia Timur.
Konservasi
Ia menyampaikan, status konservasi kepiting tiga warna jenis baru tersebut masih sulit dilakukan. Itu disebabkan wilayah penyebarannya yang belum diketahui secara tepat.
Sementara itu, kolektor lokal saat ini semakin marah mengumpulkan kepiting jenis tersebut untuk diperdagangkan ke Singapura, China, dan Eropa. Diharapkan, status spesies tersebut bisa dipertimbangkan untuk masuk status yang rentan.
”Mengingat sebagian besar spesies Lepidothelphusa mempunyai ukuran induk yang kecil dengan kemampuan bertelur yang terbatas, yakni sekitar 21 butir, eksploitasi jenis ini sebagai peliharaan tentu berpotensi menimbulkan ancaman sehingga status spesies ini perlu dipertimbangkan dianggap rentan,” tutur Daisy.
Sebelumnya, Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Bayu Adjie mengatakan, BRIN telah menargetkan untuk bisa meningkatkan penemuan taksa baru setiap tahunnya, termasuk hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Pada 2024, BRIN menargetkan adanya penemuan 50 taksa baru.
Penemuan taksa baru sangat penting untuk mengidentifikasi biodiversitas yang ada di Indonesia. Selain itu, penemuan tersebut juga penting untuk studi lebih lanjut terhadap spesies yang ditemukan, termasuk terkait studi biologi, pemanfaatan atau bioprospeksi, serta upaya konservasi yang diperlukan.
”Penemuan jenis baru membuka potensi baru dalam pemahaman kita akan keanekaragaman hayati dan mendesak perlunya perlindungan dan pelestarian spesies-spesies tersebut mengingat berbagai ancaman yang mereka hadapi,” ujar Baru.