Jaga Kualitas Belajar di Luar Kampus lewat Kampus Merdeka
Kegiatan belajar di luar kampus jadi hak mahasiswa lewat program Kampus Merdeka. Mutu program ini perlu ditingkatkan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hak belajar mahasiswa di luar kampus lewat Merdeka Belajar Kampus Merdeka antusias dipenuhi kalangan perguruan tinggi. Namun, kampus diharapkan tak hanya mengejar kuantitas mahasiswa yang ikut, tetapi juga mutu program yang memberikan pengalaman menyelesaikan masalah.
Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan program unggulan ataupun secara mandiri oleh tiap perguruan tinggi.
Kini, program ini meluas ke luar negeri melalui beasiswa belajar di berbagai perguruan tinggi di luar negeri dan juga sedang diuji coba program magang atau kerja di lembaga atau perusahaan di luar negeri.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris, di Jakarta, Jumat (19/4/2024), mengutarakan, terobosan dalam pelaksanaan MBKM terus dilakukan Kemendikbudristek dan perguruan tinggi.
”Awalnya dulu banyak yang menolak. Namun, dengan pola pikir untuk memberikan fleksibilitas, terobosan pun mulai dilakukan banyak perguruan tinggi untuk memberikan program MBKM yang berkualitas,” kata Haris.
Haris memaparkan, terobosan MBKM yang disiapkan adalah berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian. Pembicaraan dimulai untuk bisa memanfaatkan MBKM mendukung prioritas pembangunan bangsa, terutama dalam ketahanan pangan, ketahanan energi, dan pertahanan.
Awalnya dulu banyak yang menolak. Namun, dengan pola pikir untuk memberikan fleksibilitas, terobosan pun mulai dilakukan banyak perguruan tinggi untuk memberikan program MBKM yang berkualitas.
”Dalam hal ketahanan pangan, mahasiswa bisa dilibatkan lewat program MBKM. Kasus-kasus bisa dipelajari dan dicari solusi karena ada fleksibilitas untuk mahasiswa menyelesaikan tugas akhir, tidak hanya model skripsi. Jadi, banyak peluang yang bisa dikembangkan untuk mengoptimalkan MBKM,” ucap Haris.
Patuhi ketentuan
Haris menambahkan, sosialisasi dan pendampingan bagi perguruan tinggi dalam mengembangkan program MBKM semakin diintensifkan. Itu bertujuan agar euforia perguruan tinggi untuk menyukseskan MBKM tetap mengacu pada ketentuan mengenai MBKM sebagai bagian proses belajar atau kuliah mahasiswa.
”Jangan salah paham seolah-olah Kemendikbudristek memberi target tinggi untuk MBKM sehingga melakukan segala upaya. Ada ketentuan yang harus dipatuhi, jangan dipaksakan jika tidak tercapai. Perlu mengubah paradigma bahwa mutu program juga penting, bukan hanya kuantitas,” ujarnya.
Ketua Pelaksana Pusat Kampus Merdeka Gugup Kismono menjelaskan, MBKM merupakan upaya meningkatkan kapasitas mahasiswa. Itu bertujuan agar mahasiswa tak sekadar siap kerja, melainkan juga mampu beradaptasi dengan tantangan di dunia kerja dan kehidupan.
Bentuk program MBKM disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi tiap perguruan tinggi. Namun, Kemendikbudristek mengembangkan berbagai program MBKM flagship atau unggulan sebagai acuan atau benchmark.
Program baru yang disiapkan adalah Program Magang Internasional atau International Global Internship (IGI). Hal ini sebagai pengembangan dari program magang dan studi independen bersertifikat (MSIB) yang sudah berjalan sukses di dalam negeri.
Program flagship yang sudah berjalan dengan peminat tinggi adalah Indonesian International Students Mobility Awards (IISMA) yang dikembangkan dengan skema co-funding atau kolaborasi pembiayaan peserta dan pemerintah.
Melalui IISMA, mahasiswa dapat memperoleh pengalaman, memperkaya wawasan, dan mengenalkan budaya Indonesia ke berbagai penjuru dunia.
Pada tahun 2024, IISMA kembali hadir dengan tiga skema pendanaan, yaitu reguler, afirmasi, dan co-funding. Pendaftaran skema reguler dan afirmasi telah ditutup dan menjaring 10.563 pendaftar.
Untuk mengakomodasi lebih banyak mahasiswa Indonesia yang ingin memperoleh pengalaman belajar di perguruan tinggi luar negeri, IISMA membuka skema co-funding.
Kepala Program IISMA Rachmat A Sriwijaya menjelaskan, jumlah pendaftar reguler dan afirmasi terdiri dari 8.581 mahasiswa program sarjana dan 1.982 mahasiswa vokasi.
Sementara jumlah mahasiswa yang diterima 1.508 orang dari program sarjana dan 769 dari program vokasi. Artinya, jumlah total pendaftar 10.563 mahasiswa, tetapi yang diterima baru 2.277 orang.
”Ada lebih dari 7.000 mahasiswa yang belum bisa mengikuti program IISMA. Maka dari itu, ada kebijakan kementerian untuk memperluas cakupan dengan dilaksanakan program co-funding,” kata Rachmat.