Rokok Elektrik Tingkatkan Risiko Paparan Timbal dan Uranium pada Remaja
Konsumsi vape atau rokok elektrik pada remaja terbukti dapat meningkatkan risiko paparan timbal dan uranium.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi vape atau rokok elektrik pada remaja secara rutin dapat meningkatkan risiko paparan timbal dan uranium yang berpotensi membahayakan perkembangan otak dan organ. Temuan riset terbaru ini menggarisbawahi perlunya penerapan peraturan dan upaya pencegahan rokok elektrik yang menyasar remaja, termasuk di Indonesia.
Laporan penelitian ini dipublikasikan secara daring di jurnal Tobacco Control pada Senin (29/4/2024). Andrew Kochvar dari University of Nebraska Medical Center menjadi penulis pertama.
Rokok elektrik saat ini sangat populer di kalangan remaja, termasuk di kalangan remaja perempuan. Pada tahun 2022 diperkirakan 14 persen siswa sekolah menengah di Amerika Serikat atau sekitar 2,14 juta orang dan lebih dari 3 persen siswa sekolah menengah atau sekitar 380.000 orang melaporkan menggunakan rokok elektronik.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto saat memaparkan hasil kajian dan studi klinis rokok elektrik di Indonesia pada Januari 2024 menyebutkan, Indonesia menempati peringkat pertama di dunia sebagai konsumen rokok elektrik. Sekitar 25 persen masyarakat Indonesia pernah menggunakan rokok yang sering disebut vape itu.
Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, prevalensi perokok elektrik dewasa (>15 tahun) di Indonesia sebesar 3 persen. Angka prevalensi itu naik 10 kali lipat dalam waktu 10 tahun terakhir.
Sejumlah penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa logam tertentu telah diidentifikasi dalam aerosol dan cairan rokok elektrik. Penyerapan zat-zat tersebut sangat berbahaya selama periode perkembangan. Peningkatan tingkat paparan zat-zat tersebut dikaitkan dengan gangguan kognitif, gangguan perilaku, komplikasi pernapasan, kanker, dan penyakit kardiovaskular pada anak-anak.
Kochvar dan tim ingin mengetahui apakah kadar logam yang berpotensi beracun mungkin terkait dengan frekuensi vaping dan apakah rasa mungkin berpengaruh. Mereka mengambil tanggapan terhadap PATH Youth Study, yang melibatkan 1.607 remaja berusia antara 13 dan 17 tahun. Peneliti berhasil menganalisis 200 responden pengguna vape.
Sampel urine mereka diuji untuk mengetahui adanya kadmium, timbal, dan uranium, dan frekuensi mengonsumsi rokok elektrik ditetapkan sebagai sesekali (1–5 hari/bulan), intermiten (6–19 hari), dan sering (20+ hari).
Rasa vape dikelompokkan ke dalam empat kategori yang saling eksklusif: mentol atau mint; buah; manis, seperti cokelat atau makanan penutup; dan lain-lain, seperti tembakau, cengkeh atau rempah-rempah, dan minuman beralkohol atau non-alkohol.
Di antara 200 pengguna vape eksklusif (63 persen perempuan), 65 melaporkan penggunaan vape sesekali, 45 penggunaan vape intermiten, dan 81 penggunaan frekuensi sering; serta 9 orang tidak jelas frekuensinya.
Jumlah rata-rata isapan terkini per hari meningkat seiring dengan frekuensi konsumsi rokok elektrik: sesekali = 0,9 isapan; intermiten = 7,9 isapan; sering = 27 isapan.
Dalam 30 hari sebelumnya, 1 dari 3 (33 persen) pengguna vape mengatakan mereka menggunakan rasa mentol/mint, setengah (50 persen) menyukai rasa buah, lebih dari 15 persen memilih rasa manis, dan 2 persen menggunakan rasa lain.
Analisis sampel urine menunjukkan bahwa kadar timbal 40 persen lebih tinggi pada pengguna vape intermiten, dan 30 persen lebih tinggi pada pengguna vape rutine dibandingkan pada pengguna vape sesekali. Kadar uranium dalam urine juga dua kali lebih tinggi pada orang yang sering menggunakan vape dibandingkan pada orang yang jarang menggunakan vape.
Penggunaan rokok elektrik selama masa remaja dapat meningkatkan kemungkinan paparan logam, yang dapat berdampak buruk pada perkembangan otak dan organ.
Perbandingan jenis rasa menunjukkan kadar uranium 90 persen lebih tinggi pada pengguna vape yang lebih menyukai rasa manis dibandingkan mereka yang memilih mentol/mint. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan secara statistik pada kadar kadmium urine antara frekuensi vaping atau jenis rasa.
Penelitian ini bersifat observasional sehingga tidak dapat menyimpulkan mengenai kadar logam beracun dan frekuensi/rasa vaping. Namun, para peneliti mengingatkan bahwa kadar logam beracun dalam vape akan bervariasi berdasarkan merek dan jenis alat penguap yang digunakan (tangki, pod, mod).
Meskipun tingkat urine menunjukkan paparan kronis, mereka dinilai hanya pada satu titik waktu, dan keberadaan uranium dalam urine mungkin disebabkan oleh berbagai sumber, termasuk paparan lingkungan dari endapan alam, aktivitas industri, dan asupan makanan.
”Meskipun demikian, senyawa ini diketahui menyebabkan bahaya pada manusia,” tulis mereka. Yang menjadi perhatian khusus adalah peningkatan kadar uranium yang ditemukan dalam kategori rasa manis.
Menurut Kochvar dan tim, produk rokok elektrik rasa permen merupakan mayoritas pengguna vape remaja, dan rasa manis pada rokok elektrik dapat menekan efek keras nikotin dan meningkatkan efek penguatnya, sehingga meningkatkan reaktivitas isyarat otak.
Mereka menyimpulkan, penggunaan rokok elektrik selama masa remaja dapat meningkatkan kemungkinan paparan logam, yang dapat berdampak buruk pada perkembangan otak dan organ.
Dalam rekomendasinya, para peneliti menyebutkan bahwa temuan ini memerlukan penelitian lebih lanjut, peraturan vaping, dan intervensi kesehatan masyarakat yang ditargetkan untuk mengurangi potensi bahaya penggunaan rokok elektrik, khususnya di kalangan remaja.