PALANGKARAYA, KOMPAS – Badan Restorasi Gambut RI dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengambil langkah selama proses revisi rencana kerja usaha dibuat. Restorasi konsesi harus tetap berjalan karena jutaan hektar area restorasi berada di konsesi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ida Bagus Putera Parthama mengatakan, program restorasi di area perusahaan bisa dilakukan setelah rencana kerja usaha (RKU) direvisi. RKU itu disesuaikan dengan tata ruang baru peta ekosistem gambut yang sedang disusun Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup KLHK. (Kompas, Rabu 1/2).
“Kami berharap RKU bisa cepat selesai. Selain itu, kami akan berkoordinasi dengan KLHK, apa ada langkah yang bisa diambil selagi RKU direvisi,” kata Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) RI Nazir Foead di sela-sela kuliah umum tentang restorasi gambut di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMP), di Palangkaraya, Kamis (2/2).
Berdasarkan peta indikatif BRG, sekitar 1,4 juta hektar area restorasi berada di area konsesi dan 600.000 hektar di area masyarakat atau area penggunaan lain. Dari 25 surat penugasan kepada korporasi, lebih dari 200.000 hektar bisa direstorasi. Pada 2016, BRG mendapat tugas merestorasi 600.000 hektar di empat kabupaten prioritas. Namun, target ini tak tercapai. Tahun ini, luas lahan yang harus direstorasi BRG bertambah 400.000 hektar.
“Kami berharap restorasi tahun ini lebih dari 400.000 karena utang restorasi tahun lalu banyak,” ungkap Nazir.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah Arie Rompas menegaskan, restorasi konsesi harus tetap berjalan karena antisipasi kebakaran di lahan gambut merupakan prioritas KLHK dan BRG. Menurutnya, birokrasi yang menghambat akan memunculkan celah-celah negosiasi antara perusahaan dengan pemerintah.
“Praktek seperti ini harusnya dihindari. Kalau memang RKU itu penting sekali, seharusnya tidak mengganggu proses restorasi yang jadi tanggung jawab perusahaan,” ungkap Arie.
Menurut Arie, pembagian zonasi milik perusahaan tidak semua berurusan dengan KLHK. Sebab, KLHK hanya berurusan dengan kawasan hutan, sedangkan areal penggunaan lain (APL) KLHK tidak lagi mengurusinya.
“Presiden sudah memerintahkan seluruh instansi baik negara maupun swasta untuk mendukung kerja restorasi. Jadi, jalani saja perintah itu,” kata Arie. (IDO)