Layanan Belum Optimal
JAKARTA, kompasKualitas layanan kesehatan di sejumlah rumah sakit tipe A sebelum dan sesudah program Jaminan Kesehatan Nasional diterapkan serta sebelum dan sesudah akreditasi meningkat, tetapi lambat. Perlu intervensi untuk memastikan akreditasi yang dimiliki terimplementasi baik.Demikian salah satu kesimpulan studi kohor the Hospital Accreditation Process Impact Evaluation (HAPIE) terhadap sembilan rumah sakit tipe A pada 2012-2016. Direktur Riset dan Evaluasi untuk Program Applying Science to Strengthen and Improve Systems (ASSIST) United States Agency for International Development (USAID) Edward Broughton memaparkan hal itu dalam seminar tentang kualitas layanan rumah sakit di era JKN di Jakarta, Rabu (29/3).Sembilan rumah sakit itu adalah RSUP Fatmawati, Jakarta; RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta; RSUP Dr M Djamil, Padang; RSUD Saiful Anwar, Malang; RSUP Dr Kariadi, Semarang; RSUP Hasan Sadikin, Bandung; RSUP Persahabatan, Jakarta; RSUP Moh Hoesin, Palembang; dan RSUP Prof Dr Kandou, Manado.Banyak indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan di rumah sakit, antara lain tata kelola, fasilitas, sumber daya manusia, rekam medis, hingga pendapat pasien yang sudah dirawat dan pemangku kepentingan terkait. Data klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan rumah sakit terkait juga dipakai.Edward mengatakan, lambatnya peningkatan kualitas layanan di rumah sakit tipe A yang diteliti terkait sejumlah faktor, seperti kultur kerja di rumah sakit dan pendidikan kedokteran belum sepenuhnya mendukung kualitas layanan yang baik.Menurut Edward, salah satu yang kondisinya masih buruk adalah kualitas rekam medis pasien. Sering kali rekam medis pasien tidak bisa memberikan gambaran lengkap akan diagnosis pasien, tindakan yang pernah dilakukan, hingga intervensi lanjutan yang perlu diberikan.AkreditasiProf Anhari Achadi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengatakan, hasil studi ini tidak bisa dipakai untuk menggambarkan kualitas layanan rumah sakit di Indonesia. Dari sembilan rumah sakit yang diteliti, sebagian telah terakreditasi paripurna di Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan sebagian lagi terakreditasi di KARS dan Joint Commission International (JCI). Dengan begitu, rumah sakit telah memiliki standar pelayanan tertentu. Kesimpulan lain dari studi HAPIE adalah kualitas layanan di rumah sakit yang telah terakreditasi JCI lebih baik dibandingkan dengan rumah sakit yang terakreditasi KARS saja.Menurut Edward, akreditasi memang perlu untuk meningkatkan kualitas layanan. Namun, akreditasi saja tidak cukup. Manajemen rumah sakit perlu mengimplementasikan dokumen akreditasi itu ke dalam praktik sehari-hari, dimonitor, dan dievaluasi. Hasil evaluasinya pun kemudian ditindaklanjuti. Hal inilah yang selama ini kurang.Anhari menambahkan, perlu intervensi lain yang terprogram dari internal rumah sakit dan Kementerian Kesehatan selain akreditasi untuk meningkatkan kualitas layanan di rumah sakit. Terkait akreditasi KARS dan JCI, dia mengatakan, "KARS lebih melihat dokumen sementara JCI fokus pada implementasi." BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara JKN, kata Anhari, bisa lebih mendorong rumah sakit meningkatkan kualitas layanannya.Direktur Utama RS Pelni, Jakarta, Fathema Djan Rahmat mengatakan, kepemimpinan di jajaran manajemen rumah sakit memegang peranan sangat penting dalam pencapaian layanan kesehatan yang berkualitas. (ADH)