logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiDorong Inovasi Pendanaan...
Iklan

Dorong Inovasi Pendanaan JKN-KIS

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Selama hampir empat tahun berjalan, biaya kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat selalu lebih besar daripada dana yang terkumpul lewat iuran. Untuk itu, perlu inovasi pendanaan demi memenuhi kebutuhan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan.Prof Hasbullah Thabrany dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menilai belum ada kebijakan inovatif untuk mencari sumber pendanaan bagi program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Padahal, dana yang terkumpul terbatas, sedangkan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan amat besar. "Inovasi pendanaan jangka pendek yang bisa dilakukan adalah tambahan biaya (cost sharing) dari peserta dan ekspansi kepesertaan Pekerja Penerima Upah (PPU)," kata Hasbullah dalam diskusi tentang inovasi pendanaan program JKN-KIS, Selasa (23/5), di Jakarta. Hasbullah menjelaskan, tambahan biaya berlaku pada peserta non-Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang sakit kronis dan memanfaatkan layanan kesehatan. Biaya tambahan yang harus dikeluarkan 20-30 persen dari biaya kesehatan. Tambahan biaya tak digabungkan dengan iuran, tetapi dibayarkan ke fasilitas kesehatan tempat pasien berobat.Bagi peserta, adanya tambahan biaya diharapkan mengerem pemanfaatan layanan. Bagi rumah sakit, tambahan biaya dari peserta bisa untuk meningkatkan mutu layanan. Tambahan biaya juga bisa mencegah tenaga kesehatan berbuat curang (fraud). Namun, itu harus dihitung betul agar tak membuat peserta bersangkutan jatuh miskin.Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo menegaskan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus fokus menambah peserta PPU agar subsidi silang makin kuat. Selama ini, proporsi peserta PBI 61 persen dengan sumbangan iuran 42,17 persen, sedangkan proporsi peserta PPU 24 persen dengan iuran 49 persen. "Ironis kalau peserta PBI justru jadi andalan. Jika peserta PPU kian banyak, subsidi silang sesuai konsep asuransi sosial terjadi," ujarnya.Batas upahSelain itu, ada usulan untuk meninjau ulang kembali batas upah sebagai dasar perhitungan iuran. Atas usul ini, Sigit menilai itu perlu dipikirkan dampaknya. Pada jangka panjang, sumber pendanaan bisa dari cukai rokok, cukai bahan bakar, dan penambahan premi iuran. "Misalnya, cukai bahan bakar Rp 5 per liter," kata Wakil Ketua Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Abdillah Ahsan.Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan menyambut positif usulan meninjau ulang dasar perhitungan iuran PPU dan cukai pada bahan bakar. Itu perlu dikaji dasar hukumnya.Di tempat terpisah, hasil riset Prakarsa menunjukkan, pemerintah daerah belum berperan optimal dalam pendanaan JKN-KIS untuk menekan tambahan biaya (out of pocket) dari PBI. Biaya tambahan jadi kendala warga mengakses JKN-KIS."Peran pemda perlu didorong demi menekan biaya tambahan dari peserta, seperti ongkos transportasi dan persinggahan saat dirawat," kata Maria Lauranti, Manajer Program Prakarsa. Riset dilakukan pada 1.344 peserta PBI dari 11 kabupaten atau kota. Hasilnya, peserta PBI mengeluarkan biaya mencapai fasilitas kesehatan rujukan hingga Rp 800.000. Merek menempuh jarak rata-rata 3 kilometer menuju fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan 11,58 kilometer untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut.Selain itu, diseminasi informasi prosedur JKN mayoritas justru dari layanan kesehatan dan hanya 2,76 persen responden mendapatkannya dari petugas BPJS Kesehatan. Dalam keterangan pers paparan publik Laporan Keuangan dan Pengelolaan JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan, tahun 2016 JKN-KIS mencakup 171.939.254 peserta. BPJS Kesehatan bekerja sama dengan 20.708 FKTP, 2.068 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut, dan 3.094 fasilitas kesehatan penunjang. (ADH/ELD/EVY)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000