logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiPemda Bantu Atasi Defisit
Iklan

Pemda Bantu Atasi Defisit

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah diharapkan turut membantu mengatasi defisit program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Sebagian anggaran kesehatan di daerah akan didorong agar dialokasikan untuk membayar iuran peserta penerima bantuan iuran atau PBI dari daerah setempat.Demikian hasil rapat koordinasi tingkat menteri terkait dengan pengendalian defisit program JKN-KIS yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, di Jakarta, Rabu (21/6).Puan Maharani menyampaikan, rapat meminta agar defisit program JKN-KIS dikendalikan dengan sistem gotong royong melalui iuran dan mendorong pemerintah daerah berperan dalam pembiayaan. Sebagian dana kesehatan di daerah diharapkan dialokasikan untuk membayar iuran peserta PBI dari daerah.Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah provinsi ataupun kabupaten atau kota wajib mengalokasikan dana kesehatan 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di luar gaji.Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang pokok-pokok penyusunan APBD, hal itu akan disinggung. Tujuannya, agar sebagian anggaran kesehatan di daerah dialokasikan untuk memperkuat pembiayaan JKN-KIS dan membangun sarana kesehatan di daerah."Selain itu, terkait utang pemda ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, pemerintah akan memakai mekanisme dana transfer daerah untuk mendisiplinkan pemerintah daerah," kata Mardiasmo.Seperti diketahui, pemerintah daerah berutang kepada BPJS Kesehatan Rp 1,3 triliun. Utang itu terdiri dari iuran wajib pemda selaku pemberi kerja dan iuran Jaminan Kesehatan Daerah yang diintegrasikan dengan JKN-KIS Rp 509 miliar serta utang kontijensi pada era PT Askes Rp 847 miliar (Kompas, 18/5/2017).Sejumlah opsiSementara Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris memaparkan, semula muncul opsi memanfaatkan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (silpa) daerah tahun 2015 senilai Rp 101 triliun. Namun, jumlahnya tiap daerah tak sama dan berfluktuasi setiap tahun sehingga itu tak mungkin dilakukan.Kemudian, muncul opsi memanfaatkan pajak rokok 10 persen dari pendapatan cukai rokok. Potensi pajak rokok itu sekitar Rp 14 triliun. Jika 50 persen dari potensi pajak rokok itu dipakai untuk memperkuat pembiayaan JKN-KIS, itu akan menutup kebutuhan. Namun, itu terhambat di regulasi. Celah regulasinya masih dicari," kata Fachmi.Selain opsi mendorong peran pemda dalam pembiayaan JKN-KIS, opsi lain, seperti penambahan biaya oleh peserta (cost sharing), juga dibahas.Fachmi mengingatkan, iuran peserta program JKN-KIS belum sesuai aktuaria, sedangkan manfaat yang diterima peserta amat luas. "Karena itu, tak heran jika selalu terjadi defisit," ujarnya.Iuran peserta PBI yang berdasarkan perhitungan aktuaria seharusnya Rp 36.000 per orang per bulan, sekarang iurannya baru Rp 23.000 per orang per bulan. Iuran peserta mandiri kelas 3 yang seharusnya Rp 53.000 sekarang baru Rp 25.500 per orang per bulan. "Ïuran kelas 2 sekarang Rp 51.000, sudah minus Rp 13.000. Hanya iuran kelas 1 yang sudah sesuai, yakni Rp 80.000 per orang per bulan," kata Fachmi. (ADH)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000