logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiJangan Lupakan Pekerja Formal
Iklan

Jangan Lupakan Pekerja Formal

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pekerja penerima upah atau pekerja formal berpotensi besar dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Untuk itu, pemerintah diharapkan tak melupakan segmen kepesertaan itu selain mendorong peran pemerintah daerah dalam JKN.Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, di Jakarta, Kamis (22/6), peran pemerintah daerah strategis dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). "Peserta mandiri ada di daerah. Badan usaha juga ada di daerah, begitu juga dengan fasilitas kesehatan. Peran pemda mulai hulu hingga hilir," katanya.Di hulu, peran pemda ialah berkontribusi dalam pembiayaan. Melalui alokasi anggaran kesehatannya, pemda bisa membiayai iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) di daerah. Pemda juga bisa mendekati badan usaha di daerah untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta JKN-KIS.Di hilir, dengan membantu Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), pemda bisa berkomunikasi dengan rumah sakit agar tak ada klaim di luar kewajaran.Namun, potensi dari pekerja penerima upah (PPU) tidak bisa dikesampingkan. Timboel mencontohkan, periode Januari-September 2016, iuran yang terkumpul dari 10,1 juta pekerja formal swasta atau PPU sebesar Rp 13 triliun.Jumlah itu bisa bertambah dua kali jika ada 22,6 juta peserta PPU yang tercatat di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Kalau saya hitung, iuran dari 22,6 juta peserta PPU bisa sampai Rp 27 triliun. Itu dengan asumsi gaji pokok rata-rata Rp 2 juta," ujarnya.Terkait hal itu, PPU berpotensi besar menutup defisit JKN-KIS karena jumlahnya besar dan kepastian membayar iurannya jelas. Selain itu, pemanfaatannya rendah karena mereka menjaga kesehatan dengan baik.Tambahan biayaPakar ekonomi kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Hasbullah Thabrany, menyebutkan, ekspansi kepesertaan PPU dan tambahan biaya (cost sharing) dari peserta non-PBI yang sakit kronis ialah upaya jangka pendek yang bisa dilakukan.Tambahan biaya itu 20-30 persen dari biaya yang harus dibayarkan. Itu tidak termasuk dalam iuran, tetapi dibayarkan pasien kepada fasilitas kesehatan. Tambahan biaya itu diharapkan mengerem fasilitas kesehatan untuk berbuat curang dan mendorong mereka memberi mutu layanan yang baik kepada pasien.Adapun dalam jangka panjang, inovasi pembiayaan bisa dengan memanfaatkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dan pajak rokok untuk iuran JKN-KIS serta realokasi subsidi lain. Meski banyak negara sudah menerapkan ini dan sukses, pemerintah dinilai belum yakin itu akan bisa berhasil.Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menegaskan, meski semua peserta PPU atau orang sehat mendaftar jadi peserta JKN-KIS, program itu tetap kekurangan biaya sebab besaran iuran peserta tidak sesuai perhitungan aktuaria. Hanya iuran peserta kelas 1 yang sesuai, yakni Rp 80.000 per orang per bulan.Ada banyak opsi untuk menutup defisit JKN-KIS, mulai dari menyesuaikan iuran, meningkatkan peran pemda, tambahan biaya dari peserta (cost sharing) untuk layanan tertentu, hingga pemanfaatan cukai dan pajak rokok. Itu tak termasuk mengurangi manfaat bagi peserta.Oleh karena itu, muncul opsi memperkuat peran pemda dalam pembiayaan JKN-KIS, seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Rabu (21/6). Prinsip gotong royong bisa dilakukan pemda selain iuran dari peserta sehat.Sejauh ini, defisit program JKN-KIS selalu ditutup penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah. Tahun 2016, pemerintah mengucurkan dana Rp 6,8 triliun untuk menutupi defisit. Tahun 2017, diprediksi kebutuhan dana untuk menutup defisit Rp 3,6 triliun. Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, tahun ini pemerintah tidak akan lagi mengucurkan PMN pada BPJS Kesehatan. Defisit akan ditutupi melalui skema lain.Untuk itu, Puan meminta BPJS Kesehatan mengevaluasi kinerja penerapan JKN-KIS sebab kucuran dana untuk menutup defisit akan mempertimbangkan basis kinerja. (ADH)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000