logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiWaspadai Pencemaran Udara Saat...
Iklan

Waspadai Pencemaran Udara Saat Mudik

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Para pemudik diminta mewaspadai pencemaran udara karena dapat menjadi "pembunuh tak terlihat". Emisi kendaraan meningkat tinggi pada saat mesin kendaraan hidup ketika berhenti akibat kemacetan. Terpapar emisi kendaraan saat macet bisa berisiko kematian.Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safruddin, Kamis (22/6), di Jakarta. Menurut catatan Ahmad yang akrab disapa Puput, pada mudik Lebaran 1437 H tahun lalu, 11 orang meninggal dunia di luar akibat kecelakaan lalu lintas. "Diduga terutama akibat keracunan emisi CO (karbon monoksida), selain akibat gas lain dari emisi kendaraan bermotor," ujarnya.Menurut Puput, "Kendaraan berhenti dengan mesin hidup ada potensi pembakaran tidak sempurna. Emisi hidrokarbon bisa 40-70 persen lebih tinggi. Juga ada emisi karbon monoksida dan nitrogen oksida (NOx)."Mengutip penelitian yang diterbitkan The Lancet, Puput mengatakan, tingkat pencemaran di dalam kabin mobil justru bisa lima kali lipat daripada yang berada di luar mobil.Bahan beracun yang terkandung di dalam polutan emisi gas buang kendaraan bermotor antara lain partikulat atau particulate matter (PM) 2,5, sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), Ozone (O3), hidrokarbon (HC), dan timbal (Pb)."Rata-rata keluhan yang muncul dari yang tinggal di dalam mobil adalah pusing-pusing. Itu adalah gejala keracunan CO. Lama-kelamaan bisa lemas, mengantuk, dan bisa berakibat kematian," ujar Puput.Orang yang berada di luar mobil lebih terpapar NOx dan PM 2,5. "Diawali gejala sakit, terutama pernapasan, dan rasa sesak. Bagi yang punya bawaan sakit jantung atau penyakit lain, kondisinya diperparah oleh partikel debu dan NOx yang mengiritasi kulit, mata, rongga hidung, tenggorokan, dan alveolus (gelembung berisi udara di paru-paru).Dari laman resmi Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan tentang mudik dituliskan, proses iritasi dapat meningkatkan akumulasi kuman di saluran napas dan meningkatkan terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).Gas NOx dan PM 2,5 bersifat iritatif, umumnya menyebabkan iritasi pada mukosa. Akibatnya, mata merah, berair, pada hidung menyebabkan hidung berair, gatal, dan hidung mampat. Bahan polutan yang bersifat asfiksian, yaitu gas CO2 dan CO, apabila terhirup ke saluran napas dapat menyebabkan asfiksia atau sesak napas karena kurang oksigen.Puput berpesan, begitu kendaraan bermotor berhenti 1 menit, mesin harus dimatikan. Kalau lebih dari 30 menit, harus keluar dari mobil kita sekitar 30-35 meter dari kendaraan. Akses terbatasDirektur Kesehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali mengatakan, kejadian fatal bisa terjadi karena kemacetan menyebabkan akses untuk mendapat penanganan menjadi terbatas. "Pengalaman tahun lalu posko ada, tetapi dari posisi posko ke lokasi macet, tidak bisa bergerak. Untuk berjalan saja susah. Maka, tahun ini posko kesehatan dilengkapi dengan mobil ambulans dan sepeda motor ambulans agar lebih leluasa untuk bisa mendekati yang membutuhkan," ujar Imran.Dia mengatakan, saat ini sedang dirintis kerja sama dengan kepolisian dengan bantuan dari udara. "Akan diusahakan (bantuan kesehatan dari udara). Segala kemungkinan harus siap kalau macet parah dan tidak bisa dibuka," kata Imran.Menteri Kesehatan Nila F Moeloek telah mengecek posko-posko kesehatan dan kelengkapannya serta fasilitas pelayanan sementara. "Kami juga menyebarkan informasi tentang tips mudik sehat," ujar Imran. (ISW)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000