Keberlanjutan Lembeh Dipertaruhkan
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus Bitung agar dilakukan secara hati-hati karena hanya berjarak sekira 5 kilometer dari Pulau Lembeh, kawasan yang memiliki biodiversitas unik di Sulawesi Utara. Pengawasan saat beroperasi nanti harus ketat agar tak menimbulkan pencemaran di perairan setempat. Sekretaris Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Enoh Suharto Pranoto, Kamis (20/7), di Jakarta, mengatakan, KEK Bitung seluas 534 hektar akan dilengkapi pengolahan limbah terintegrasi. Kawasan yang dikhususkan bagi industri farmasi, perikanan, pengolahan kelapa, dan logistik ini disiapkan beroperasi tahun mendatang. Pemerintah pun bekerja sama dengan Global Green Growth Institute untuk membuat panduan pembangunan KEK yang ramah lingkungan. "Peraturan sudah ketat dan semakin ketat dengan adanya (Global) Green Growth Institute," katanya.Edib Muslim, Tenaga Ahli Kebijakan Strategis dan Kewilayahan Kementerian Koordinator Perekonomian, mengatakan, Pulau Lembeh sisi utara merupakan wilayah yang dilindungi dan diperuntukkan bagi pengembangan wisata dalam rencana tata ruang. Sementara sebelah selatan diperuntukkan bagi pengembangan budidaya.Ia meyakinkan Pulau Lembeh akan aman dari gangguan atau ancaman pencemaran karena arus laut dari Pasifik akan mengalir ke Teluk Tomini. Arus ini akan mencuci perairan di Selat Lembeh.Ditemui beberapa waktu lalu, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dirhamsyah mengingatkan agar pembangunan dan operasional KEK Bitung dan pelabuhan internasional diawasi secara ketat. Aktivitas ini pasti membawa dampak bagi lingkungan perairan Lembeh."Namun, bagaimana agar dampaknya seminim mungkin. Pengawasan perlu dilakukan sangat ketat," katanya.Ekosistem unikDirhamsyah mengatakan, Lembeh memiliki ekosistem unik sehingga dihuni biota-biota eksotis bagi penggemar wisata fotografi makro bawah laut. Di perairan Lembeh pun kerap ditemukan jenis biota baru.Keunikan tersebut, katanya, agar dijaga, antara lain dengan melarang lalu-lalang kapal berukuran besar di Selat Lembeh dan pengetatan pembuangan air penyeimbang (water ballast) dari kapal. Air penyeimbang yang berasal dari perairan lain-bahkan luar negeri-bisa menjadi sumber biota invasif yang mengganggu keseimbangan ekosistem.KEK Bitung yang ditetapkan sejak 2014 lewat Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2014, kini baru memasuki fase pertama pembangunan. Enoh Pranoto mengakui, seharusnya tiga tahun setelah ditetapkan KEK Bitung selesai dibangun. Namun, pembangunannya terkendala pembebasan lahan. Enoh mengatakan, KEK Bitung terintegrasi dengan pembangunan pelabuhan internasional, pengembangan antarregional dengan Sulawesi Tengah, serta akses jalan tol dan jalur kereta api. (ICH/INK)