logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiKonservasi Harus Dikaitkan...
Iklan

Konservasi Harus Dikaitkan dengan Isu Kesejahteraan

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Selama ini kaitan antara isu konservasi dan isu kesejahteraan amat lemah sehingga isu konservasi sulit berhasil. Karena itu, dalam pendekatan konservasi mendatang, konservasi tidak bisa dipisahkan dengan isu kesejahteraan masyarakat. Konservasi akan berhasil jika ada pelibatan modal sosial dan kultural masyarakat dalam upaya konservasi. Demikian diungkapkan Haryanto R Putro dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dalam diskusi publik "Paradigma Konservasi dan Kebijakan untuk Keanekaragaman Hayati di Indonesia". Acara digelar Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID)-Bangun Indonesia untuk Jaga Alam dan Berkelanjutan, Kamis (20/7), di Jakarta. Narasumber lain adalah Arnanto Nurprabowo, tenaga ahli Komisi IV DPR; Andri Santoso, Sekretaris Nasional Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat; dan Indra Eksploitasia, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Haryanto menegaskan, paradigma konservasi mendatang harus menyatukan konstruksi berdasar ilmu pengetahuan alam dengan ilmu pengetahuan sosial, "Menjadi satu kesatuan, menggunakan pendekatan berdasar ekosistem. Yang dikonservasi itu juga adalah ruang kehidupan (masyarakat) yang berkembang secara kultural," ujarnya. Arnanto mengatakan, rezim konservasi harus berubah karena fakta-fakta kondisi ekonomi yang turun, ada kemiskinan di daerah yang berbatasan dengan kawasan konservasi. "Konservasi seharusnya berbentuk kolaborasi dengan masyarakat. Institusi desa yang wilayahnya ada kawasan konservasi harus jadi bagian lembaga yang mengelola dan bertanggung jawab bagi konservasi," ujarnya.Payung hukumArnanto menyatakan, undang-undang itu akan diupayakan menjadi payung hukum bagi semua penyelenggaraan konservasi nasional di kawasan daratan ataupun perairan. "Karena ada spesies hidup di laut, tapi lalu berkembang biak di daratan," ujarnya. Undang-undang konservasi juga akan ditetapkan sebagai peraturan yang harus dirujuk dalam membuat tata ruang di tingkat daerah. "Kawasan konservasi ditetapkan dulu, sisanya silakan digunakan sebagai kawasan dengan fungsi lainnya," kata Arnanto. Beberapa isu yang akan ditetapkan dengan peraturan turunan sebaiknya langsung dimasukkan ke dalam UU itu. "Kalau menunggu peraturan turunan, tidak akan terbit-terbit," ujarnya. Penegakan hukum Indra mengatakan, rancangan undang-undang tersebut masih memiliki banyak kekurangan. Beberapa pasal yang sudah dimasukkan saat ini tidak ada lagi. "Ketika pembahasan, kami memasukkan pasal polisi hutan dan penyidik serta wewenangnya terhadap ruang lingkup kegiatannya, tetapi saat berjalan, pasal tersebut tidak ada lagi," ucapnya.Menurut Indra, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) harus memiliki wewenang lebih luas. Sebab, PPNS harus memakai pendekatan banyak pintu (multidoor), melibatkan lembaga lain, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan kejaksaan, untuk melacak perdagangan satwa yang dilindungi. "Isu yang dibahas ialah pencurian sumber daya genetik jadi pengawasan dan penjagaan harus diperkuat," ujarnya. Konsep perubahan undang-undang tersebut masih terdapat di beberapa lembaga, setidaknya di DPR, yaitu di Badan Legislatif dan Komisi IV, serta di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Setiap konsep harus dijaga karena banyak lobi-lobi yang berusaha memperlemahnya. Di sini terdapat banyak kepentingan," kata Arnanto. (IDO/ISW)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000