logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiKurang Panduan Picu Resistensi...
Iklan

Kurang Panduan Picu Resistensi Wereng

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Kurangnya panduan penggunaan pestisida bagi petani berakibat meledaknya hama wereng. Praktik pencampuran, penggunaan pestisida yang seharusnya bukan untuk padi, serta peningkatan dosis dan frekuensi mengakibatkan peningkatan resistensi dan ledakan populasi wereng coklat. Untuk itu, pemerintah diharapkan memberi panduan yang jelas kepada petani tentang penggunaan pestisida, dosis, dan frekuensi penyemprotan. Petani tak punya kemampuan literasi untuk memahami label aturan penggunaan pestisida. Hal itu diungkapkan pakar hama dari Departemen Perlindungan Tanaman Universitas Gadjah Mada (UGM), Andi Trisyono, yang meneliti resistensi pada hama wereng batang padi coklat, dan Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Said Abdullah yang mendampingi petani, Minggu (23/7), di Jakarta.Andi, dalam riset resistensi hama wereng coklat pada imidacloprid (insektisida yang dipakai di pestisida bagi padi), menemukan, dengan kenaikan dosis, delapan kali dari anjuran pemerintah, wereng yang mati tak lebih banyak. "Parasitoid yang bisa makan wereng coklat, seperti tom cat dan kumbang kepik, justru mati, predator alami wereng coklat pun mati," ujarnya. "Penggunaan pestisida yang tepat, maksimal tiga kali dalam satu musim. Satu generasi hanya tiga keturunan dalam satu musim. Jika disemprot lebih sering, tekanannya lebih tinggi pada wereng sehingga resistensinya lebih cepat," ungkapnya. Lebih kuatDalam riset di laboratorium, dalam lima bulan, wereng yang disemprot terus pada keturunan kelima, wereng 50 kali lebih kuat, tahan terhadap pestisida. "Jadi, wereng coklat punya kemampuan adaptasi amat tinggi pada racun," ujarnya."Jangan mencampur bahan pestisida. Sebab, tiap jenis senyawa punya cara berbeda mematikan wereng. Dua pestisida justru bisa bersifat antagonis, kehilangan sifat racun," kata Andi.Said menambahkan, kondisi di lapangan saat ini, petani diliputi kepanikan akibat serangan wereng. "Mereka memakai pestisida berjumlah banyak dan jenis tak sesuai peruntukan. Pestisida bukan untuk padi dan wereng pun dioplos sendiri tak sesuai takaran," ujarnya.Kondisi itu mengakibatkan resurjensi (kemampuan reproduksi meningkat) dan resistensi serta mematikan musuh alami wereng. Selain itu, penyemprotan wereng juga harus sesuai masa pertumbuhan wereng agar efektif. "Yang pas, saat tetas telur dan belum bersayap. Jika sudah bersayap, wereng terbang," katanya. Andi dan Said menegaskan, tindakan itu mengakibatkan peningkatan resistensi, resurjensi, dan mencemari lingkungan. Faktanya, di sejumlah daerah jumlah penyuluh lapangan amat sedikit sehingga petani hanya mendapat informasi dari penjual pestisida. "Ini jadi soal bisnis, sementara kapasitas pedagang obat pun rendah," ujarnya. Pemilihan jenis pestisida oleh petani menurut informasi dari sesama petani. "Petani tak mendapat informasi benar," kata Said. Di Klaten, Subang, Cilacap, Kebumen, dan daerah lain, serangan hama wereng terjadi rata-rata dua musim," ucapnya. (ISW)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000