Publikasi Ilmiah Indonesia Jangan Tertinggal di Asia Tenggara
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mendorong semua dosen agar lebih giat membuat dan memublikasi karya ilmiah di jurnal internasional. Meski masih tertinggal di Asia Tenggara, dosen-dosen Indonesia terlihat bersemangat agar negeri ini menjadi yang terdepan dalam publikasi ilmiah internasional.
Dari awal tahun sampai akhir Juni 2017, dosen-dosen Indonesia telah memublikasikan 8.044 karya ilmiah terindeks di jurnal internasional. Jumlah itu lebih baik dari Thailand yang mencapai 7.333 publikasi. Namun, Merah Putih masih tertinggal dari Malaysia yang sudah memublikasikan 13.000 karya ilmiah dan Singapura 9.000 karya ilmiah.
”Namun, saya melihat ada perbaikan dan semangat,” kata Menristek dan Dikti Mohammad Nasir, Selasa (25/7), di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Kampus Lidah Wetan, Surabaya, Jawa Timur. Indonesia terus memperkecil ketinggalan dalam hal produktivitas publikasi ilmiah di jurnal internasional dengan negara-negara Asia Tenggara.
Nasir mengatakan, pada 2014, Indonesia hanya memublikasikan 4.200 karya ilmiah. Padahal, Thailand memublikasikan 9.500 karya ilmiah, Singapura memublikasikan 18.000 karya ilmiah, dan Malaysia memublikasikan 28.000 karya ilmiah. Setahun kemudian, Indonesia memublikasikan 5.250 karya. Thailand 12.000 publikasi, Singapura 17.000 publikasi, dan Malaysia 26.000 publikasi.
Indonesia menjadi lebih giat pada 2016 dengan memublikasikan 11.700 karya ilmiah. Thailand 13.500 publikasi, Singapura 17.000 publikasi, dan Malaysia 27.000 publikasi. ”Indonesia terus memperkecil jurang perbedaan,” kata Nasir.
Indonesia sangat bisa dan semestinya menjadi yang terdepan di Asia Tenggara. Dengan jumlah dosen yang mencapai 257.000 orang, tidak bisa diterima jika Indonesia tidak memimpin produktivitas publikasi internasional. Jika Indonesia unggul melalui kampus-kampus terkemuka, dengan sendirinya kredibilitas pendidikan tinggi nasional diakui oleh mancanegara.
”Sebaiknya tidak perlu meributkan regulasi yang kami keluarkan, tetapi bertanyalah kenapa tidak menulis publikasi ilmiah internasional,” ujar Nasir, mantan Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, itu.
Kemristek dan Dikti mengharapkan, akhir tahun ini, publikasi Indonesia bisa melebihi 16.000 jurnal bahkan di atas 20.000 jurnal. Jika itu terjadi, Indonesia cuma kalah dari Malaysia dan patut menjadi yang terkemuka pada tahun depan.
Rektor Unesa Warsono mengamini keinginan Nasir itu. Perguruan tinggi bertanggung jawab memajukan keilmuan dan harus menjadi sumber pengetahuan yang tiada habisnya. Dosen sebagai garda depan sudah sepatutnya rajin memublikasikan karya ilmiah berkualitas di tingkat internasional.
Pada 2014, menurut Warsono, Unesa hanya menyumbang 18 publikasi. Namun, sepanjang tahun ini, Unesa sementara sudah menyumbang 178 publikasi. Pada 2014, Unesa belum memiliki produk dengan hak paten dan hak kekayaan intelektual (HKI). Namun, pada tahun ini, Unesa sudah memiliki 7 paten dan 100 HKI.
Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Joni Hermana yang hadir di Unesa menambahkan, Kampus Sukolilo tempat ITS berada berambisi menyumbang 1.000 publikasi internasional tahun ini.