Ancaman Sudah di Depan Mata
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai ancaman kesehatan masyarakat secara global telah ada di depan mata. Ancaman kesehatan di satu negara bisa menyebar dengan cepat ke belahan Bumi lain, mengancam nyawa, membebani ekonomi, hingga mengancam ketahanan negara itu. Ancaman itu meliputi, antara lain, perubahan iklim, resistensi obat, cakupan vaksinasi rendah, dan tingginya kasus penyakit tular vektor nyamuk serta penyakit bersumber binatang. Ancaman kerentanan kesehatan global itu dibahas para ahli dalam Konferensi Internasional Kesehatan Global ke-2. Konferensi itu diadakan di Institut Riset dan Pendidikan Kedokteran Indonesia (Indonesian Medical Education and Research Institute/IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Selasa-Rabu (15-16/8).Levina Chandra dari Departemen Kedokteran Komunitas FKUI mengatakan, perubahan iklim berpengaruh terhadap kesehatan global. Perubahan iklim memicu perubahan ekologi vektor penyakit, memengaruhi mutu air, berdampak terhadap ketersediaan air dan sumber pangan, serta cuaca ekstrem. Itu berdampak terhadap kesehatan manusia mulai dari infeksi hingga kesehatan jiwa.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, lebih dari 10 persen kasus diare terkait perubahan iklim. Kenaikan suhu 2-3 derajat celsius meningkatkan risiko kasus malaria 3-5 persen.Suhu amat panas mematikan nyamuk. Namun, suhu hangat memacu aktivitas nyamuk bereproduksi dan menggigit manusia. "Pada suhu 20 derajat celsius, malaria falciparum butuh masa inkubasi 26 hari, tetapi pada suhu 25 derajat celsius hanya butuh 13 hari," ujarnya.Riset pada masyarakat urban Hongkong, China, menunjukkan, ada kaitan antara perubahan suhu dan angka kematian. Setiap kenaikan suhu 1 derajat celsius berpotensi meningkatkan angka kematian 1,8 persen.Ketahanan negaraDirektur Kesehatan Direktorat Jenderal Penguatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Arie Zakaria menegaskan, tak ada satu pun negara bisa mencapai keamanan kesehatan global tanpa peran negara lain. "Ancaman ketahanan negara saat ini tak hanya terorisme, separatisme, radikalisme, atau serangan siber, tapi juga bencana dan wabah penyakit," ujarnya. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh menambahkan, WHO telah menerbitkan Regulasi Kesehatan Internasional (IHR) tahun 2005. Dengan punya kapasitas inti IHR, negara-negara diharapkan mencegah, mendeteksi, dan merespons ancaman penyakit.Menurut Yodi Mahendradhata dari Departemen Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, meningkatnya kasus penyakit tak menular secara global terkait sistem ekonomi yang mengutamakan profit. Itu ditandai kenaikan penjualan produk tembakau, alkohol, dan produk pangan dari korporasi internasional di negara berkembang. (ADH)