logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiPerdagangan secara Daring di...
Iklan

Perdagangan secara Daring di Asia Tenggara Disorot

Oleh
· 3 menit baca

BANGKOK, KOMPAS — Perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi secara daring menjadi perhatian negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Para pemangku kepentingan perlu segera mengantisipasi maraknya perdagangan ilegal tersebut.Hal itu mengemuka dalam dialog regional "Melawan Perdagangan Fauna dan Flora Liar", seperti dilaporkan wartawan Kompas, Ismail Zakaria,dari Bangkok, Thailand, Rabu (13/9). Acara itu digelar Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Thailand bekerja sama dengan Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) Life Asia dan lembaga konservasi lain. Dalam paparan para delegasi negara-negara Asia Tenggara, termasuk China, disebutkan, perdagangan tumbuhan dan satwa liar dilindungi, seperti kayu rosewood, trenggiling, cula badak, gading gajah, dan harimau, secara daring kian marak. Peningkatan kasusnya amat pesat. "Hampir semua negara di kawasan Asia Tenggara menghadapi soal sama. Pertumbuhannya amat cepat sehingga harus jadi perhatian bersama," kata Koordinator Program International Union for Conservation of Nature (IUCN) Thailand Petch Manopawitr. Selain mudah, perdagangan daring sulit dilacak. Dengan mudah, para pelaku membuat grup di media sosial, seperti Facebook yang beranggotakan puluhan ribu, lalu bertransaksi.Voung Tien M, anggota delegasi Vietnam, mengatakan, di negaranya, perdagangan secara daring, khususnya cula badak, mulai marak. Berbeda dengan negara lain yang memakai media sosial, seperti Facebook, di Vietnam perdagangan satwa liar menggunakan aplikasi pesan daring untuk berkomunikasi dengan pembeli dari negara lain. Indonesia menghadapi masalah serupa. Menurut Spesialis untuk Perubahan Perilaku USAID Bijak Indonesia Rully Prayoga, data dari Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia, pada 2016, sekitar 3.000 penjualan memakai media sosial. Bentuk tim khususMenteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Thailand Jenderal Surasak Karnjanarat mengatakan, untuk memberantas penjualan satwa liar dilindungi, khususnya gading gajah dan bagian tubuh harimau, mereka punya tim "forest hawk" yang dijalankan bersama 10 lembaga nirlaba di Thailand, termasuk IUCN. Tim itu memantau aktivitas perdagangan satwa liar di media sosial.Petch mengatakan, mereka menginvestigasi aktivitas perdagangan satwa liar di media sosial. "Setelah itu, kami menutup halaman atau grup di media sosial itu dan mencari pelaku hingga pedagang besarnya," ujarnya.Menurut Petch, meski baru berjalan tiga bulan, keberadaan tim itu efektif. Itu terlihat dari penangkapan para pelaku oleh kepolisian di Thailand yang terlibat dalam tim khusus itu. "Tim ini perlu dihadirkan tak hanya di Thailand, tetapi semua negara yang ingin melawan perdagangan satwa liar dilindungi," ujarnya. Rully mengatakan, USAID Bijak Indonesia menggandeng Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk memantau dan menutup iklan penjualan satwa liar dilindungi dan terancam punah. Sepanjang 2017, ada 50 iklan ditutup. "Ke depan, kami akan menambah jumlah e-dagang yang terlibat," kata Rully. Menurut Kepala Sub-Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Hisar Hamonangan Aruan, KLH akan membentuk patroli siber yang memantau perdagangan tumbuhan dan satwaliar secara daring. Cyber patrol yang terhubung dari pusat hingga daerah itu juga mengawasi pembalakan liar.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000