logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiAntisipasi Dampak Cemaran...
Iklan

Antisipasi Dampak Cemaran Merkuri

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Perempuan di Indonesia memiliki tingkat keterpaparan merkuri tertinggi dibandingkan dengan 24 negara lain yang diteliti secara global. Hal itu membahayakan kesehatan mereka dan janin. Pencemaran merkuri ke lingkungan yang lalu terakumulasi pada manusia terutama berasal dari penambangan emas skala kecil (PESK). Namun, sumber pencemarnya bisa berasal dari industri, terutama dari emisi pembangkit listrik batubara yang masuk ke lautan dan terakumulasi pada biota laut. Demikian hasil studi terbaru International POPs Elimination Network (IPEN) atau jaringan masyarakat sipil dan lingkungan global bersama Biodiversity Research Institute (BRI). Hasil studi itu dipaparkan Toxic Program Manager BaliFokus Krishna Zaki di Jakarta, Senin (18/9). Studi IPEN dan BRI dilakukan terhadap 1.044 perempuan berusia 18-44 tahun di 25 negara, termasuk Indonesia. "BaliFokus mengambil sampel bagi studi ini di Indonesia. Yang diuji ialah kadar merkuri di rambut," ujarnya. Studi di Indonesia dilakukan terhadap 67 perempuan di lokasi PESK di Pongkor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Hasilnya, rata-rata kadar merkuri pada responden di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan di negara lain."Sebanyak 97 persen merkuri pada sampel perempuan di Indonesia melebihi ambang batas aman 1 part per million atau bagian per juta (ppm) atau 100 persen bagi batas aman 0,58 ppm," kata Krishna. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan Myanmar yang menempati urutan kedua dengan 93 persen sampel melebihi ambang batas 1 ppm disusul Kenya 44 persen. Sejumlah studi menyebut, kadar merkuri dalam tubuh di atas 1 ppm bisa memicu kerusakan otak, penurunan kecerdasan, serta kerusakan ginjal dan jantung. Sementara kerusakan neurologis pada janin bisa dimulai pada kadar merkuri di atas 0,58 ppm.Studi terpisah dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di sekitar lokasi penambangan emas kecil di Lebak, Banten, tahun 2016. Hasilnya, 77,9 persen dari sekitar 100 warga yang diperiksa punya kadar merkuri pada rambut di atas ambang batas. Data itu diungkapkan Retno Siswantari dari Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Kemenkes yang datang dalam presentasi BaliFokus. "Secara nasional, kami belum punya data cemaran merkuri pada manusia, tetapi studi lokasi ada, terbaru yang di Lebak itu," ucapnya.Pencemaran industriPenasihat senior BaliFokus, Yuyun Ismawati, mengatakan, sumber pencemaran utama merkuri diidentifikasi dari pemanasan merkuri di PESK. Dari studi IPEN dan BRI ini ditemukan cemaran merkuri pada manusia juga terjadi di negara yang tak punya penambangan emas skala kecil atau industri berat di sekitarnya, antara lain negara-negara Kepulauan Pasifik, seperti Kiribati, Tonga, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.Dari 239 responden dari Kepulauan Pasifik, 86 persen tingkat merkurinya melebihi ambang batas 1 ppm. "Diduga kuat, hal ini karena tingginya konsumsi ikan di negara-negara Kepulauan Pasifik. Ini menjadi peringatan bahwa cemaran merkuri bisa dari sumber jauh," ujarnya.Industri paling berpotensi menyebarkan merkuri dalam jangkauan luas ialah emisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dan industri semen. "Dua industri ini diidentifikasi mengeluarkan partikel mengandung merkuri, jatuh ke laut, lalu dikonsumsi ikan. Dugaan kami, tingginya cemaran merkuri di Teluk Jakarta disumbang PLTU di dekatnya," kata Yuyun.Dengan maraknya pembangunan PLTU batubara dan industri semen di Indonesia, cemaran merkuri dikhawatirkan meluas dan sulit diatasi. Cemaran merkuri ke rantai makanan di perairan terakumulasi dan masuk ke tubuh manusia. "Sebagai penerapan Konvensi Minamata, sumber pencemar merkuri harus diidentifikasi," ucapnya. (AIK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000