logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiLegalisasi Penambang Liar...
Iklan

Legalisasi Penambang Liar Dikaji

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menawarkan legalisasi status penambang liar untuk menekan pencemaran merkuri di Indonesia. Namun, itu dinilai tak efektif karena penambangan akan tetap terjadi dan zat kimia berbahaya, yakni sianida, akan digunakan dalam pengolahan hasil tambang.Wacana legalisasi penambang diungkapkan Kepala Subdirektorat Penerapan Konvensi Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Purwasto Saroprayogi, dalam diskusi yang diprakarsai Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), di Jakarta, Jumat (22/9). "Kami akan menyarankan para penambang liar membentuk badan hukum atau koperasi lalu diberi izin usaha pertambangan dan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Ini agar kegiatannya legal dan lokasinya ditentukan sehingga penambangan tak liar dan terpencar, khususnya di hutan konservasi," ujarnya.Dengan demikian, pemerintah akan lebih mudah membina para penambang karena penegakan hukum tak efektif. "Kami berusaha memutus mata rantai peredaran merkuri tanpa berkonfrontasi langsung dengan para penambang liar," ujarnya.Pihaknya bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kepolisian, dan TNI pernah menutup tambang batu sinabar, bahan produksi merkuri, di Gunung Tembaga, Desa Iha, Pulau Seram, Maluku. Namun, para penambang kembali beroperasi setelah tak dijaga aparat.Kementerian LHK juga membuat proyek percontohan bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk mengganti penggunaan merkuri dengan sianida dalam pemisahan emas dengan batuan. Menurut rencana, pembakaran emas memakai sianida dilakukan di ruangan tertutup agar pembuangan zat berbahaya bisa diatur.Beralih usahaNamun, Koordinator Nasional Jatam, Merah Johansyah Ismail menilai itu bukan solusi tepat. "Seharusnya pemerintah mendorong para penambang liar beralih dari kegiatan tambang menjadi nontambang," ujarnya.Penambangan liar, seperti di Gunung Poboya, Palu, Sulawesi Tengah, di area konservasi Taman Hutan Raya Sulteng, jadi tren karena baru dimulai pada 2009. "Jadi, beberapa tahun lalu para penambang di Palu punya pekerjaan nontambang. Karena soal ekonomi, mereka jadi penambang liar. Padahal, kesehatan mereka terancam," ujarnya.Penggunaan sianida dalam pemisahan emas dan batuan telah ditemukan di area tambang Gunug Poboya. Dari pantauan di lapangan, ada 20-25 kolam sianida. (DD13)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000