Jalur Baru Jakarta- Surabaya Jadi Pilihan
JAKARTA, KOMPAS — Padatnya volume angkutan udara Jakarta-Surabaya dapat dikurangi dengan mendayagunakan moda kereta api. Agar alternatif transportasi massal ini menarik bagi penumpang pesawat untuk beralih, waktu tempuhnya harus dipersingkat menjadi 5 jam atau dengan laju rata-rata 145 kilometer per jam. Ini bisa dilakukan dengan mengembangkan jalur baru untuk kereta api cepat. Pilihan tersebut merupakan hasil kesimpulan sementara studi kelayakan pembangunan kereta semi cepat Jakarta-Surabaya. Semula ada dua opsi yang dikaji, yaitu revitalisasi jalur lama dan pembangunan jalur baru. Berdasarkan kajian sejak Juni lalu, disimpulkan pembangunan jalur baru lebih layak dibandingkan revitalisasi jalur lama. Hal ini dilihat dari aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Direktur Pusat Teknologi Sistem dan Prasarana Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PTSPT BPPT) Rizqon Fajar, Sabtu (23/9), mengatakan, prastudi dan studi kelayakan ini dilakukan BPPT melibatkan sejumlah perguruan tinggi, yakni Institut Teknologi Bandung untuk segmen Jakarta-Cirebon, Universitas Diponegoro di segmen Cirebon-Semarang, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember di segmen Semarang-Surabaya. Keterlibatan perguruan tinggi itu meliputi perencanaan, pemilihan teknologi, analisis kelayakan proyek, serta kajian lingkungan dan sosial."Kelayakannya ditinjau dari aspek teknis dan nonteknis, terutama faktor ekonomi atau kebutuhan anggaran dalam jangka panjang. Hasil kajian ini akan disampaikan kepada Presiden untuk memutuskan opsi yang diambil. Pemerintah diharapkan bisa secepatnya memutuskan trase atau rutenya. Karena hal ini terkait dengan pemilihan teknologi yang digunakan dan biaya investasinya," kata Rizqon.Untuk teknologi yang digunakan, tim pengkaji condong pada kereta api bertenaga listrik dibandingkan diesel. Kereta api listrik lebih efisien dan rendah emisi, biaya perawatannya juga lebih rendah. Pembangunan jalur baru hendaknya sejalur dengan Jalan Tol Jakarta-Surabaya.Harun al-Rasyid Lubis, peneliti di Pusat Teknologi Transportasi Berkelanjutan ITB, menambahkan, harus ada pemisahan antara kereta api penumpang dan barang. Jalur lama kereta api bisa tetap dimanfaatkan untuk angkutan logistik atau peti kemas. (YUN)