Penyuara Telinga yang Kian Pintar
Fitur noise cancelling membuat pengalaman pengguna penyuara telinga (headphone) makin menyenangkan karena tidak lagi harus terganggu dengan suara di sekeliling atau ambience, misalnya saat berangkat kerja menggunakan transportasi umum.
Namun, fitur ini justru berbahaya saat pengguna berada di tengah keramaian karena dia tidak akan menyadari apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Beruntung karena penyuara telinga kini makin pintar sehingga bisa meminimalkan ancaman bahaya saat dikenakan.
Noise cancelling merupakan teknologi yang memungkinkan pengguna penyuara telinga untuk mengisolasi suara di sekelilingnya dengan beberapa cara. Mulai dari penggunaan jenis busa yang dipakai untuk menutupi telinga hingga menciptakan interferensi atau menghasilkan gelombang yang 180 derajat berbeda dengan gelombang suara di sekitar.
Sony menawarkan solusinya melalui rangkaian penyuara telinga yang dengan teknologi adaptif, mampu mengatur kadar noise cancelling dengan ambience bergantung aktivitas pengguna. Pembacaan ini bisa dilakukan berkat beberapa sensor yang ditanam, seperti akselerometer untuk mendeteksi pergerakan.
Dipadukan dengan aplikasi di ponsel yang dirilis secara terpisah, yakni Sony Headphone Connect, pengguna bisa mendapatkan profil pengaturan berbeda untuk beberapa aktivitas, seperti duduk diam, berjalan, dan berlari.
Seri WH-1000XM2 adalah penyuara telinga yang dipersiapkan Sony sebagai produk paling premium yang dilepas dengan harga Rp 6 juta. Pengaturan untuk memberi prioritas pada noise cancelling atau suara sekeliling bisa dilakukan dengan tombol di busa telinga sebelah kiri.
”Sebetulnya masih ada seri MDR-Z1R yang dijual dengan harga sekitar Rp 20 juta. Produk itu hanya menyasar kalangan profesional, seperti musisi atau teknisi audio, dengan kelebihan pada kualitas suara, bukan fitur noise cancelling,” ujar Muhammad Yuzwansyah, Video and Sound Product Marketing Department Marketing Division Sony Indonesia, Kamis (16/11).
Yang paling menarik adalah moda Quick Attention yang diaktifkan dengan menyentuh panel input di penyuara sebelah kanan. Fitur noise cancelling langsung dimatikan selama tangan belum lepas dan pengaturan audio berbalik mendengarkan ambience.
Mode ini berguna apabila pengguna mendadak harus menaruh perhatian ke sekeliling, misalkan berbicara dengan orang di sekitar tanpa harus melepas penyuara telinga. Mikrofon yang terpasang di produk ini juga membuat suara di sekeliling, terutama vokal, menjadi lebih lantang.
Ini waktu yang tepat untuk menyambut penyuara telinga yang lebih pintar.
Pengguna bisa memakai WH-1000XM2 dengan dua cara, yakni dengan kabel ataupun nirkabel. Terhubung dengan kabel audio, perangkat ini bisa dipakai dalam waktu 40 jam, sementara penggunaan nirkabel membuat baterai di dalamnya bisa bertahan hingga 30 jam.
Tidak mau ketinggalan dengan ponsel pintar, penyuara telinga pun punya fitur pengisian kilat untuk kebutuhan mendesak, seperti pengisian 10 menit yang bisa membuat perangkat bisa dipergunakan hingga 70 menit ke depan.
Koneksi nirkabel dengan perangkat sumber audio bisa dilakukan lewat teknologi near field communications (NFC) atau tinggal didekatkan saja. Opsi ini punya sedikit kelemahan, terutama bagi perangkat di luar ekosistem produk Sony yang tidak memiliki fitur NFC. Opsi lain yang bisa dipilih adalah penjodohan perangkat lewat bluetooth.
Pendekatan minimalis diambil oleh seri WF-1000X yang bentuknya berupa kuncup atau ear buds. Sepasang penyuara telinga dimasukkan ke rongga kuping dan bentuknya tidak terlalu mencolok. Dengan ukurannya yang kecil, produk yang dijual dengan harga Rp 2,5 juta menggunakan kotak penyimpannya sebagai baterasi cadangan yang siap mengisi ulang begitu kuncup ditaruh kembali di dalam kotak.
Masa pakai perangkat ini hanya sampai 3 jam, tetapi fitur pengisian di dalam kotak memungkinkan diisi hingga penuh sampai dua kali, berarti baterai total mencapai 9 jam. Pengisian daya pun dilakukan dengan menghubungkan kabel micro USB ke wadah penyimpanan.
Meluas
Tidak hanya sekadar menyesuaikan gaya hidup pengguna yang tidak bisa lepas dari gawai seperti ponsel pintar, penyuara telinga tidak berhenti pada mewadahi kebutuhan untuk mendengarkan musik saja. Seperti dilakukan merek Sennheiser saat menggelar Sennheiser Sound Forum 2017 pada awal Oktober lalu di Indonesia.
Seri Ambeo diperkenalkan Sennheiser sebagai produk yang menyasar kebutuhan produksi audio 3 dimensi. Teknologi ini makin relevan seiring munculnya konten seperti video 360 derajat.
Garry Tjhin, Assistant Product Manager Sennheiser Electronic Asia, mengatakan bahwa teknologi ini dibutuhkan untuk menghasilkan pengalaman yang benar-benar menghanyutkan penonton (immersive) saat mengonsumsi konten 360 derajat. Sementara hal tersebut sulit dilakukan dengan cara konvensional yang bergantian memainkan frekuensi kanal di kanan dan kiri.
Ambeo Smart Headset sendiri adalah penyuara telinga pertama yang mereka rilis dengan fitur perekaman audio tiga dimensi. Dengan susunan mikrofon di dalam, pengguna bisa merekam audio berikut informasi spasial. Dengan demikian, suara yang datang dari sebelah akan bisa diciptakan ulang dengan baik saat didengarkan lagi.
”Kebutuhannya mulai tumbuh, seperti konten 360 derajat yang bisa dilayani di pelantar seperti Youtube atau Facebook,” ujar Tjhin.
Sennheiser memastikan ketersediaan Ambeo Smart Headset pada pertengahan November dengan harga Rp 5,4 juta. Satu catatan untuk produk ini adalah dukungan yang masih terbatas bagi ponsel pintar dengan sistem operasi iOS saja. Dukungan untuk sistem operasi Android masih dijanjikan menyusul tanpa jelas diketahui kapan.
Opsi yang lebih profesional untuk menangkap suara 3 dimensi adalah Ambeo VR Mic yang dijual dengan harga Rp 32,1 juta per buah. Apabila mikrofon yang lain memiliki dua kanal sebagai hasil yang akan diolah, perangkat ini memiliki 4 kanal untuk memberi informasi yang lebih detail ketimbang seri Ambeo Smart Headset.
Terlepas dari peningkatan teknologi penyuara telinga dalam hal kualitas reproduksi audio, cukup menarik melihat kemajuan teknologi yang membuat perangkat ini tidak sekadar menghantarkan suara, tetapi juga bekerja dengan data. Ini waktu yang tepat untuk menyambut penyuara telinga yang lebih pintar.